Ditulis oleh:
Melky Pantur***),
Senin (12/2/2018).
Cikal Bakal.
Tiap-tiap Gendang atau rumah adat di Nuca Lale (Manggarai), Flores (Nusa Nipa) memiliki sejarah cikal bakal pembentukan tersendiri. Gendang-gedang tersebut dibangun berdasarkan titah
Mori agu Ngaran, baik melalui mimpi ataupun hal-hal lain.
Titisan Sejarah Mula.
Sebelum terbentuknya Gendang Kumba, awalnya bermula dari Gendang Carep. Gendang Carep kemudian membelah dirinya menjadi beberapa bagian atau merupakan anak dari Gendang Carep, di antaranya: Gendang Laci Ratung, Gendang Laci Mok, Gendang Langgo Kopi, Gendang Langgo Lakas, Gendang Langgo Nderu, Gendang Tenda dan Gendang Kumba. Gendang Wae Buka dianggap sebagai anak rona dari Gendang Tenda.
[Gendang Tenda di Mbero Poco Mal, foto net]
Awalnya berdirilah Gendang Carep. Gendang Carep kemudian membagi dirinya, salah satunya Gendang Tenda lalu Gendang Tenda membagi dirinya lagi lahirlah Gendang Kumba. Nenek moyang Gendang Carep berasal dari Ngando Sawu. Mus Wanggut menjelaskan sebenarnya Mando Sawu tetapi Ngando Sawu karena Tacik Sawu merupakan bentangan bawahnya sedangkan Poco Ranaka sebagai
ngando-nya atau bubungannya. Hal itu dianggap benar oleh Penulis karena Mando sejenis ulat yang bisa dimakan yang lazim tinggal di dedaunan
haju wodong yang biasanya tinggal di
londek saung haju wodong).
Mus Wanggut, Senin (12/2/2018), sebelum ke Mbero Poco Mal (yang sekarang disebut berdirinya Gendang Tenda sekarang ini), awalnya nenek moyang Gendang Tenda menetap di Lingko Imar (mulai dari Kantor Camat Langke Rembong, BRI dan Hotel Sinda, 2018) kemudian ke Lingko Tubi namun tidak lama di Lingko Tubi, mereka menetap di Mbero Poco Mal. Mereka sudah menebang pohon bambu namun karena melalui petunjuk mimpi, mereka bergegas ke Mbero Poco Mal.
[Potret Gendang Carep, foto Melky Pantur]
Menurut Silvester Ba'eng, Tu'a Golo Gendang Kumba, Senin (12/2/2018), nenek moyang orang Kumba bergegas dari Lingko Imar karena ulah seekor babi yang memakan luju tepatnya di sebuah batu. Tempat itu persis di Hotel Sinda sekarang ini (2018). Mereka pun bergegas ke Lingko Tubi.
Mus Wanggut menuturkan, perpindahan dari Lingko Tubi pun berdasarkan petunjuk mimpi. Mereka pun pindah ke sana dan anehnya yang melakukan derek bongkok adalah seorang perempuan. Hal itupun atas dasar petunjuk mimpi. Gendang Tenda pun membagi lagi dirinya menjadi Gedang Kumba dan Wae Buka. Gendang Wae Buka adalah
Anak Rona.
Gendang Kumba Terbentuk.
Awal Terbentuk.
Silvester Ba'eng, Senin (12/2/2018) menuturkan, berdasarkan petunjuk mimpi orang tua dari Empo Jahur diperintahkan untuk segera membangun Gendang baru di Kumba sekarang ini (2018). Petunjuk mimpi itu harus didirikan sebuah
gendang di tempat di mana tumbuh sebuah tetumbuhan sejenis
culu namun culu itu hanya satu saja tumbuh di situ atau disebut
culu leca. Diperintahkan, tepat di tempat tumbuhnya
culu leca tersebut
siri bongkok mbaru gendang harus
ceceng atau ditancapkan di situ artinya persis di
culu leca itu berdiri tumbuh. Mimpi itu terjadi di Gendang Mbero Poco Mal Tenda. Maka,
ranga ase atau sang adik kemudian mendirikan Gendang Kumba. Gendang Kumba diperkirakan berdiri sekitar tahun 1920-an.
Menurut Theodorus Tamat, Senin (12/2/2018),
culu atau
riung lazimnya digunakan orang tua zaman lampau sebagai alat
tutung atau penyuluh api misalnya ke
pandu atau ke lampu.
Kembali ke cerita Silvester Baeng, mereka pun membangun Gendang Kumba dan menancapkan
siri bongkok-nya tepat di tempat di mana
culu leca itu tumbuh.
Culu Leca Dinilai sebagai Ilusi.
Pohon
culu yang tumbuh hanya satu tersebut dinilai sebagai ilusi, hal itu sebenarnya adalah seseorang yang adalah roh laki-laki. Orang tua dulu secara kasat mata itu adalah
culu padahal sebenarnya adalah roh laki-laki yang merupakan representasi dari kehadiran Ilahi.
Hal itu sama seperti mata air Wae Teku Tenda yang dinilai sebagai air mata dari seorang perempuan roh yang menetes karena menangis yang kemudian air matanya itu membentuk mata air Wae Takung orang Tenda.
Kilasan Mistis Gendang Kumba.
Di Gendang Kumba memiliki
wera atau api di sekeliling rumah adat tersebut dan di
siri bongkok-nya terdapat sebuah api yang memanjang lazim naik ke bubungan. Menurut Baeng, terkadang di malam hari di Gendang Kumba kerap warga melihat sinar api berbentuk
londe ata rona keluar dari
gendang tersebut dan di sekelilingnya disinari api. Hal itu merupakan kenyataan (
raja leso).
Pernah Pak Sil Baeng mengurus sebuah kasus. Sejenis gumpalan darah segar jatuh di belakang telapak tangannya. Darah itu jatuh dari bubungan. Hal itu dilihat oleh banyak orang pada waktu itu. Saat itu terjadi ketika Pak Sil Baeng menanyakan kepada seorang Polisi yang tidak mengaku menendang di perut bagian kanan dari salah seorang warga karena dituduh mencuri. Polisi itu ketakutan dan mengakui perbuatannya. Nah, darah yang jatuh tersebut berasal dari roh lelaki yang merupakan ilusi atau malirupo dari
culu leca tersebut yang mana sebenarnya itu bukan
culu leca tetapi seorang roh laki-laki.
Bali Belo.
Ada pula turunan lain dari Gendang Kumba yaitu disuruh membelikan
bali belo. Bali belo tersebut dibeli berdasarkan petunjuk mimpi.
Bali belo tersebut dipakai saat pernikahan dari anak Pak Sil Baeng.
[Bali-belo melalui petunjuk mimpi]
Ada banyak hal mistis yang belum digali dari Gendang Kumba. Dan ada banyak jenis ajian mandraguna dari Gendang tersebut, seperti
pepot, kebal dan perange, bahkan
pengele dan banyak hal lainnya layaknya ajian-ajian mumpung dari Wae Teku Pau, Wae Teku Tuka Pau Ngawe, Tiwu Riung di Taga, Wae Barong Lawir termasuk Wae Barong Tenda, Mata Air Pong Dode, Wae Barong di Coal, dan beberapa tempat lainnya.
Golo Curu.
Mus Wanggut menuturkan kampung tua di Langke Rembong sebenarnya Golo Curu, hanya saja kilasan sejarahnya sangat jauh. Golo Curu hampir sama dengan lahirnya Gendang Carep. Kemudian, Gendang Pau lalu Gendang Ruteng Runtu. Tetapi sejarah itu sangat lampau. Yang pasti menurutnya, di Golo Curu dulu terdapat sebuah kampung tua makanya disebut Golo.
Disebut Tenda.
Kampung Tenda di Ruteng merupakan tempat yang sangat indah terutama dari sisi pemandangan. Pada masa lampau, ada banyak orang membangun tenda-tenda untuk menyaksikan perburuan rusa atau
tagi di wilayah Purang Acu, Bandara Frans Sales Lega sekarang ini (2018).
Tulisan ini akan dilengkapi lagi oleh Penulis.