11/10/17

Hambor Ase Ka'e Wǝki Bentuk Rekonsiliasi.

Ditulis oleh: Melky Pantur***, Rabu (11/10/2017).

Salah satu ritus rekonsiliasi orang Manggarai adalah hambor ase ka'e wǝki. Ada dua jenis hambor ase ka'e wǝki, yaitu hambor ase ka'e wǝki de ru dan hambor ase ka'e wǝki de wina rona. Hambor ase ka'e wǝki de ru lazim dilakukan oleh anak-anak masih muda atau masih mudi. Sedangkan, hambor ase ka'e wǝki de wina rona adalah rekonsiliasi ase ka'e wǝki ketika dua manusia sudah menjadi suami-isteri. 


[Potret acara takung ase ase ka'e wǝki dǝ wina rona]

Ritus takung ase ka'e wǝki suami-isteri maksudnya untuk mendamaikan hati kedua mempelai atau suami-isteri. Pemahaman ase ka'e wǝki orang Manggarai agak sulit memang dipahami oleh orang awam. Ase ka'e wǝki jika diterjemahkan secara lurus berarti adik kakak badan. Salah satu adik kakak dari badan adalah plasenta (mbau). Selain sebagai mbau, ase ka'e wǝki juga adalah Roh. Kerap disebut dengan ungkapan: Toing  ase ka'e wǝki! 

Pemahaman soal eksistensi ase ka'e wǝki memang amat abstrak sekali sifatnya karena keberadannya sangat misteris. Meski dianggap amat misteri, kepercayaan orang Manggarai, toe takung ase ka'e wǝki akan berdampak pada sulitnya seseorang mencapai kesuksesan karena rezeki dan damai dihalangi ketika tidak dilakukan. 

Bila hambor ase ka'e wǝki dilakukan oleh seorang pemuda atau pemudi, maka tujuannya agar cepat mendapat jodoh termasuk langgeng dalam urusan pekerjaan. Manakala dilakukan oleh pasangan suami-isteri (pasutri), tujuannya jelas cepat mendapat momongan atau ketika sudah ada momongan kehidupan rumah tangga jauh dari malapetaka, nasib baik senantiasa meliputi pasutri dan anak-anak mereka. Hal itu dilakukan agar senantiasa di dalam perlindungan Yang Maha Kuasa.

Jika sudah ada rencana atau kiat yang tulus namun belum bisa dilakukan, berlakulah istilah toe di haeng kawe, repeng pede. Intinya, takung kut hambor ase ka'e wǝki adalah medium rekonsiliasi agar mencapai kesuksesan dan kesejahteraan dalam rumah tangga. Lebih lagi, capus pa'u randut, wentar benta gelang lǝ Dewa, cakas labang ali da'at, teing cebo lewe mose nai. 

Agar diketahui pula, hambor ase ka'e wǝki sama persis dengan ngǝlong rimu po'ong agu weri, takung naga mbaru, takung naga golo. Ketika dibuat ritus rekonsiliasi saat menanam baik terhadap hewan di dalam tanah maupun terhadap tetumbuhan dan agar Tuhan menjaga jerih payah mereka, maka saat panenan dilakukanlah pǝnti. Sama hal pula dalam ritus wuat wa'i dan caca selek.

Benda-benda Ritual Takung Ase Ka'e Wǝki Wina Rona.

Ada pun benda-benda yang digunakan dalam ritual rekonsiliasi tersebut yang mesti dipersiapkan, di antaranya:

Pertama, telur ayam kampung.

Seseorang yang disebut sebagai juru kunci dibuatnya sebuah ritual rekonsiliasi tersebut memerlukan sebutir telur ayam kampung. Telur atau bahasa lainnya adalah tuak. Tuak tersebut diritualkan di depan pintu rumah. Setelah itu, barulah pasutri masuk ke dalam kamar tidur.

Kedua, kapur sirih pinang.

Ketiga benda tersebut (kala, raci agu tahang) wajib ada. Namun, daun sirih tidak boleh diambil sembarangan. Ada daun pilihan dengan syarat-syarat tertentu. Daun tersebut dijadikan sebagai alas atau piring untuk hang helang atau sesajian. Hal itu lazim hanya diketahui oleh juru kunci.

[Sirih pinang]

Ketiga, ayam.

Ayam lazim ditentukan berdasarkan penglihatan dalam mimpi atau berdasarkan titah dari juru kunci.

[Cepang wulu telu dipersembahkan di dalam kamar untuk meminta beka agu buar]

Tidak hanya di dalam kamar, akan ada lagi ayam jantan putih yang akan dikurbansucikan di ruang tamu rumah. Ayam tersebut pun di-torok atau didoakan oleh juru kunci pada saat itu.
[Ayam didoakan dengan menyebut nama Tuhan]

Ayam jantan putih tersebut harus di-torok atau didoakan dengam menyebut nama Tuhan. Hal itu terlihat dengan jelas dalam nada kidung Parn Awo Kolepn Sale. Artinya, Tuhan Yang Kuasa. 

[Ayam disembelih sebagai kurban suci]

[Darah kurban]

Dari darah hewan suci korban itu dan dari percikan darah ini di piring terlihat keturunan yang bakal menghiasi pasutri.

Keempat, rokok dan tuak.

Rokok, sopi atau tuak wajib dipersiapkan pada saat ritual berlangsung. Hal itu sebagai bentuk penghormatan sebagaimana lazim dilakukan leluhur saat masih hidup di bumi.

[Tuak, sopi atau bir dan rokok wajib dipersipkan pada ritual berlangsung].

Kelima, parang.

Hal itu tergantung kemauan anak rona. Nantinya, parang tersebut akan di-wali atau dibayar oleh anak wina. Anak wina yang menerimanya wajib menyimpan parang tersebut dengan baik.

[Parang widang atau hadiah dari anak rona tǝ caka bǝrambang, kumbu wuwung, ndorik toni, losis nggorik, cǝcaks cǝngkang, capu napung, weset seleng]

Parang sebagai simbol penjagaan diri, kekuatan, keberanian, kemahakuatan, dan berkat akan seorang putera yang bakal mewariskan idea kedua orang tua di masa depan. Tentu saja, pemberian itu perlu dihargai atau kerap disebut wali rang mese de anak rona.


[Wali di'a rang mese dǝ anak rona - memberikan tanda terima kasih atas berkat kekuasaan dari keluarga isteri yang diserahkan seorang laro tombo dǝ anak wina]
Kemudian, laro jaong dari anak wina akan menyambut kedatangan sang juru kunci dengan permisi dulu kepada penjaga rumah dan kampung. Inilah yang disebut dengan wali gawas di'a dǝ ine ame.

[Kapu gauk de Morin melalui juru kunci]

Materai.

Darah ayam jantan yang disembelih di dalam kamar harus dimaterai di jari telunjuk dari pasutri. Halnya pada saat cear cumpe harus dimateraikan di dahi anak yang dibaptis dan di jari kaki telunjuk kedua orang tua.


Juru kunci (ata tudak) melakukan pemateraian di jari telunjuk pasutri. Dan, tampak Keraeng Fortunatus Hamsah Manah menerima materai berkat dari wura agu cǝki sebagai tanda dimulainya rekonsilisi.

Toto Urat.

Untuk mengetahui apakah ritual tersebut berkenan kepada Tuhan dan leluhur (wura agu cǝki), maka dibuatlah toto urat (melihat usus ayam) sembelihan. Apakah terlihat bombong pesu langkas maja? Seorang juru kunci akan memberitakan kabar terkait ritual tersebut.


[Melihat usus dan empedu ayam korban]

Wali Urat Di'a.

Juru kunci kemudian menunjuk urat tersebut baik, maka ada istilah wali urat di'a. Wali urat di'a berupa memberikan sumbangan kepada juru kunci tanpa paksaan. Wali urat di'a tersebut diberikan oleh juru kunci kepada anak rona lain di sampingnya sebagai bentuk keikutsertaan dan persaudaraan. Wali urat di'a tersebut pembagiannya pun lazimnya sama rata atau tergantung teksnya saat itu. Wali urat di'a bentuk kontribusinya tergantung. Dengan berkembangnya zaman yaitu adanya alat tukar yang sah berupa uang, maka uanglah yang dipakai.

Catatan: Gambar dan ritual pada Sabtu, 7 Oktober 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar