21/05/25

Sial Rangkap Dua, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Lagi dan Sudah Disengat Tawon di Tangga Sekolah Malah Dicambuki Guru: Sebuah Kisah Terindah Saat Kelas II SD di SDK Coal Tahun 1990

"Sial Rangkap Dua, Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Lagi dan Sudah Disengat Tawon di Tangga Sekolah Malah Dicambuki Guru: Sebuah Kisah Terindah Saat Kelas II SD di SDK Coal Tahun 1990"

Melky Pantur

Judul ini diambil oleh Penulis karena patut dikenang bagaimana kisah ziarah di SD mulai dari Kelas I tahun 1988 - 1990 di SDK Coal. SDK Coal terletak di Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. 

Suatu yang menarik pasti sulit dilupakan dan menjadi catatan tersendiri dalam ziarah hidup saat-saat masih kecil.

Begini Kisahnya!

Saban itu, saya Penulis sudah lupa hari dan tanggalnya. Maklum tahun 1990. Kami masuk SD tahun 1988. Saya mendaftar pertama kali di SDK Coal. Sang Ibulah, Veronika Danut yang mengantar saya mendaftar ke sekolah itu. Saya masih ingat waktu itu, ketika pergi mendaftar ke SDK Coal, saya mengenakan celana puma berwarna coklat dan baju kaos berwarna biru dan memegang uang koin Rp100,- keluaran tahun 1978. Biaya pendaftaran masuk Kelas I SDK Coal waktu itu sebesar Rp1.000,-.  Tahun 1988, Aleks Jehola adalah Kepala Sekolah SDK Coal.

Masuk Kelas II.

Awal semester I tahun 1989, guru kelas kami namanya Bapak Thomas Ugam. Mei 2025 Pak Thomas Ugam masih berkelana di bumi. Kelaziman di sekolah itu, anak-anak disuruh membawa kayu api dari rumah. 

Suatu hari kami disuruh oleh Pak Thomas Ugam mencari kayu api saat istrahat. Kami masih berpakaian seragam merah putih. Pergilah kami ke arah Selatan. Tepatnya di Ramegilo. Namanya lingko Ramegilo.

Tidak seperti tahun 2025 yang dipenuhi tanaman kopi dan cengkeh, tahun 1990, lingko Ramegilo masih dipenuhi semak-semak. Yah, boleh dibilang satar (sabana). Penuh dengan rerumputan hijau. Nyaris tidak terlihat kayu-kayu besar. 

Ketika sedang mencari kayu api, teman kelas bernama Yance Tangga menyembunyikan parang dari seorang teman namanya Ran. Ran ini kemudian menangis histeris. Dia bilang begini: Oe hik hik hik, ongga aku le hema to'ong e - aduh saya pasti dipukul oleh Bapakku sebentar! Ran terus menangis tak karuan. 

Mungkin karena Ran menangis, tiba-tiba segerombolan tawon kuning besar (ngkuang) menyengat kami. Teman-teman pun digigit kecuali Penulis dan seorang teman bernama Mambi. Anci Jehatu juga turut digigit. Mungkin waktu itu bersama teman kelas lain, namanya Ditus. Karena Ran menangis, Yance Tangga pun memberitahu dan mengambil parang itu dari tempat penyembunyian.

Penulis dan teman bernama Mambi tidak berhasil digigit karena kami cepat-cepat mengambil ranting senduduk dan tekelan lalu diputar-putar, dikipas-kipas di atas kepala. Putaran ranting senduduk dan tekelan itu membuat tawon sukar masuk untuk menggigit. Yang lain menjerit kesakitan dan lari pontang panting menyelematkan diri bahkan sempat menceburkan diri ke telaga Kalo. 

Kami pun pulangnya tidak membawa kayu api. Tiba di tangga masuk dekat rumah dinas Pak Thomas Ugam,  Yance Tangga pun dipukul. Itu karena Ran memberitahu bahwa ia menyembunyikan parangnya. Tampaknya ada juga teman lain yang dipukul tetapi Penulis waktu itu tidak dipukul oleh Pak Thomas Ugam.

Tidak Menyuruh Lagi Mencari Kayu Api.

Sejak saat itu, Pak Thomas tidak lagi menyuruh kami mencari kayu api. Dan pada semester kedua di Kelas II saya pindah ke SDI Nggawang. Penulis selanjutnya tidak tahu kisah-kisah lain setelah pindah ke Sampar dari teman-teman itu. Sampar berada di Kecamatan Ruteng saat itu. 

Mandi di Telaga Kalo.

Pada saat tertentu, saat Kelas I dan II SD, kami sering latih berenang di telaga Kalo (Tiwu Kalo). Telaga itu berada di dekat Ramegilo.

Catatan:

Kisah ini selalu dikenang karena kisah hari itu merupakan kisah unik. Bukan soal dipukul guru tetapi soal serangan tawon kuning yang mematikan. 

Diserang ngkuang dalam jumlah banyak dan kami masih selamat itu bisa disebut mujizat karena jenis lebah itu adalah jenis lebah yang paling mematikan dari semua jenis lebah selain lebah madu rantai. 

Pak Thomas 2025 Menetap di Porong Tedeng.

Persis Mei 2025, Pak Thomas Ugam bersama isterinya menetap di Porong Tedeng. Mereka mambangun rumah di situ dan membesarkan putera-puteri mereka di situ. 

Tidak ada kisah indah lain yang melebihi kisah ini saat masih SD di SDK Coal. Adapun kisah-kisah lainnya paling seputaran menjala ikan dan mencari udang di kali Wae Lowang saat istrahat dan pulang sekolah. Kisah lainnya adalah mencari semi menggunakan panjangan gelagah. Di ujung gelagah ditaruh lem yang berasal dari nanah kayu ara. Ujung gelagah yang ditempeli nanah itu didekatkan pada semi sehingga sayap semi tersangkut di ujung batangan gelagah (wakas).

Kisah lain adalah mencari katak, pergi ke ladang, mencari kayu api, ikut bersama rombongan orang tua yang mencari babi hutan di Wae Ngele. 

Ditulis oleh
Melky Pantur
Rabu, 21 Mei 2025

Tidak ada komentar:

Posting Komentar