27/03/18

Budaya Dodo.


Ditulis oleh: Melky Pantur***,
Selasa (27/3/2018).



[Penulis]
1. Arti Kata Dodo.

Secara etimologis, kata ini terdiri dari dua kata do dan do. Do artinya banyak, sedangkan do do artinya banyak-banyak. Contoh kalimat: Do do koe caok’en hang hitu Inang – ambil banyak-banyak (sedikit) nasi itu Tanta! Ketika dua kata tersebut digabungkan, maka menjadi dodo. Dodo itu jika diindonesiakan menjadi gotong royong. Kurang lebih demikian.

2. Aktus Pra Dodo.

Sebelum masuk pada kerja dodo. Sebaiknya kita simak dulu apa-apa saja aktus yang dilakukan sebelum dodo dilakukan. Beberapa aktus tersebut, di antaranya: Pertama, leis. Leis artinya pemberitahuan langsung sekaligus ajakan. Contoh kalimat: Ngo leis ise Inang le mbaru le hae, cala ngoeng ise duat wa uma, le seng ko le dodo Enu – Coba kamu bertandang ke rumah Tanta di sebelah rumah, barangkali mereka ingin bekerja di kebun entah dengan uang atau bersistem gotong royong! Kedua, wancung. Di sini berupa ajakan, meminta orang lain untuk terlibat aktif entah dengan imbalan ataupun tidak, atau membawa orang lain terlibat. Namun, pada konteks tertentu, wancung sama dengan aktivitas kerja dodo itu sendiri namun belum dilakukan atau disebut pra gotong royong, reme bantang. Contoh kalimat: Wancung cei duat dite sina uma – Mengajak siapa-siapa saja orang untuk dan yang bekerja di kebun Anda? Ha hae, com wancung ata ciwal hitu boto duat hanang koe dite – Yah, sebaiknya harus melibatkan orang lain dalam menyelesaikan pekerjaan itu daripada Anda bekerja sendirian! Ketiga, wencong. Wencong sudah mau masuk pada aktivitas kerja dengan mana leis sudah disetujui. Contoh kalimat: Ho’os ngod ise kut wencong duat le umak hae – Yah, mereka sudah mau bergegas ke kebun sekarang untuk mulai bekerja. Di situ sudah mau masuk pada aktivitas riilnya. Keempat, wajong. Wajong juga sudah masuk pada aktivitas riil yang mana orang sudah bekerja di kebun. Contoh kalimat: Wajong cei rebaong duat dite hae – Dengan siapa-siapa saja yang bekerja di kebunnya Anda tadi? Kelima, rambeng. Rambeng berarti mengajak orang. Di sana entah sistem dodo ataupun tidak yang pasti jika ada orang lain yang turut bekerja, itu disebut dengan rambeng ata (bersama dengan mengajak orang lain).

3. Relasi Antara Dodo dan Wancong.

Sebelum dodo dilakukan, sebelumnya dilakukan lonto leok atau duduk bersama beberapa orang sebelum suatu pekerjaan dilakukan. Sama halnya dengan gotong royong. Dodo tidak tidak sama dengan wancong. Dodo itu berimbalan jasa, artinya sistem bergantian tanpa menggunakan uang tetapi tenaga diganti dengan tenaga. Sedangkan, wancong lebih pada gratisan dan tanpa dibayar. Misalnya, untuk membangun sebuah rumah, seseorang cukup membunuh seekor anjing saja untuk menggali tanah tanpa harus dibayar dengan uang atau tenaga orang bersangkutan. Wancong lebih pada pekerjaan sukarela. Wancong lebih pada ‘solidaritas subdiaritas partisipatif’, sedangkan dodo lebih pada ‘solidaritas partisipatif’ karena tidak ada ‘subsidiaritas murni’ di dalamnya. ‘Subsidiaritas murni’ yaitu bantuan tanpa tawaran tetapi berdasarkan kesadaran sendiri seseorang karena dorongan roh untuk membantu orang lain dan tanpa paksaan dari siapa dan mana pun.

4. Apa itu Dodo?

Dodo dilakukan oleh sekelompok orang yang merasa senasib dan sepenangungan demi meringankan beban dari sekelompok orang pada konteks masyarakat tertentu, misalnya dalam satu warga kampung adat, entah bagian dari gendang atau warga keseluruhan gendang. Atau pula, orang-orang yang ada dalam panga atau suku atau pula gabungan dari beberapa panga yang sudah terbagi dalam bendar-bendar. Prinsipnya jelas bahwa saya memberi maka saya menerima dengan tidak boleh dibedakan. Dodo prinsipnya tidak dipaksakan dan ketika ada kesepakatan harus dibalas. Ada dua hal, misalnya duat uma (bekerja kebun) entah membawa makanan sendiri atau tuan kebun yang menanggung makananya. Di sana tergantung kesepakatan sebelumnya.

5. Dodo Berbeda dari Kumpul Kope.

Kumpul kope sebenarnya dalam budaya Manggarai adalah aktivitas menyumbang dana dari anak ase ka’e ketika misalnya saat cekeng laki. Ketika seorang pemuda hendak meminang seorang gadis maka dilakukanlah kumpul kope dari ase kae dari pemuda tersebut. Hasil kumpul kope tersebut kemudian ditambahkan dengan uang sida laki one mai anak wina – berupa uang dari para saudari dari keluarga pemuda tersebut.

6. Penerapan.     
  
6.1 Kumpul Kope

Namun, penerapannya sekarang ini, kumpul kope penerapannya sudah masuk konteks sosial yang lebih besar yang melibatkan sahabat kenalan dan handaitulan turut terlibat. Dalam istilah orang Manggarai disebut one taung weki wae mbeleng lawa wae kang. Artinya, sudah banyak orang terlibat. Kumpul kope dapat pula disebut dodo.

6.2 Arisan.

Arisan juga dapat disebut dodo. Di sana persis sama penerapannya. Yah, hal mana juga dilakukan dalam kumpul kope ase kae internal (keluarga inti dan keluarga besar) dan ase ka’e lawa wae kang, weki wae mbeleng.

7. Manfaat Dodo.

7.1 Meringankan Beban.

Dodo sangat bermanfaat dalam meringankan beban pada orang atau kelompok tertentu.

7.2 Merekatkan Persaudaraan.

Selain meringankan beban, dodo juga dapat merekatkan pertalian persahabatan dalam konteks kelompok tertentu.

8. Dodo Konteks Sekarang.

8.1 Kumpul Kope Sosial.

Kumpul kope sebagaimana dijelaskan sebelumnya, yaitu dalam keluarga inti dan keluarga besar termasuk melibatkan banyak orang yang diundang. Kumpul kope sosial tidak dipaksakan beberapa pun besarannya dan tidak harus terlibat. Sedangkan, kumpul kope keluarga inti dan keluarga besar ditentukan besarannya dan disepakati dalam keluarga tersebut dan diwajibkan.

8.2 Arisan.

Sedangkan, bentuk lainnya misalnya dalam bentuk arisan. Arisan sebenarnya wujud konkret lain dari dodo. Di sana ditentukan besarannya dan merupakan keharusan. Artinya, tidak boleh kurang atau syukur kalau lebih dari yang disepakati. Lazimnya, arisan melibatkan banyak orang dan diwajibkan menentukan besaran yang harus disetor.

9. Bentuk Dodo.

9.1 Fisik.

Bentuk fisik berupa mengharuskan menghadirkan fisik dalam bekerja atau ketika berhalangan membayar orang lain sesuai ketentuan harian dari konteks masyarakat tertentu.

9.1.1 Kerja Kebun.

9.1.1.1 Babar.

Babar (terabas) di sini lazim dilakukan oleh para lelaki. Ada banyak model terabas di sini bisa babar pematang atau babar uma rana ko uma lokang (memotong berbagai jenis tetumbuhan di dalam kebun baru atau yang sudah lama untuk membersihkan kebun itu).

9.1.1.2 Pande Banta Uma.

Dalam mengerjakan ladang, bisa saja dengan bersistem dodo misalnya saat pande banta uma rana – membuat pematang untuk lahan yang baru. Hal ini lazim dilakukan oleh para lelaki.

9.1.1.3 Hoer dan Tawi.

Saat hoer atau menyiangi, lazim orang Manggarai bekerja dengan sistem dodo. Lazimnya, sesama perempuan. Hal yang sama dilakukan pula pada saat tawi (menyiangi padi).

9.1.1.4 Kedak dan Kalek.

Di sini bisa dilakukan dengan kaba atau dodo kaba. Saat menggarap dan membajak sawah, kerbau bisa digunakan termasuk para lelaki.

9.1.1.5 Rede.

Pada saat rede (menanam padi) dapat pula dilakukan pula dodo. Lazimnya dilakukan oleh para perempuan.

9.1.1.6 Ako Mawo/Woja.

Pada saat ako mawo/woja (menuai padi), para lelaki atau para ibu bisa juga dengan sistem dodo, namun berdasarkan waktu. Tentu bersistem 1:1.

9.1.2 Membangun Gubuk.

Saat membangun gubuk atau rumah, dapat pula bersistem dodo terkait pekerjaannya yah rambeng ata. Di sini lazim dilakukan para lelaki atau para ibu. Para ibu lazimnya untuk memasak. Di sini bisa dalam bentuk mengangkut balok dari kebun atau hutan, bisa juga jika rumah tersebut atapnya menggunakan atap dari ijuk (wunut) bisa dilakukan dengan sistem dodo.

9.1.3 Membuat Parit.

Membuat parit tergantung untuk keperluan siapa. Jika hanya ditujukan pada satu orang, bisa dilakukan dodo bisa juga dalam bentuk rambeng yang dibayar. Jika saja dilakukan untuk kepentingan umum, maka itu bukan lagi disebut dodo tetapi rambeng lawa tergantung kepentingannya meski di dalamnya ada aspek dodo-nya. Dodo di sini disebut dodo kut de lawa atau disebut dodo de gendang maksudnya itu kepentingan bersama misalnya membuat rumah adat dan parit untuk seluruh warga kampung.

9.1.4 Membuat Rumah Adat.

Dalam pembuatan rumah adat dapat pula dilakukan dengan sistem dodo. Namun, di sini jarang dilakukan di Manggarai. Kecuali yang dilakukan adalah sida pa’ang olo ngaung musi (semua warga kampung dalam gendang terlibat).

9.2 Benda.

Dodo bisa dalam bentuk uang atau benda tertentu. Ada beberapa hal di sini:

9.2.1 Uang.

Dodo bisa dilakukan dalam bentuk saling memberi bantuan berupa uang (seng).

9.2.1 Benda Lainnya.

Dodo juga bisa dalam bentuk misalnya, selain membantu dengan fisik bisa juga dalam bentuk dea (beras), kopi (kopi), latung (jagung), keboe (kacang hijau) tago rona (kacang panjang), kundung (sejenis kacang-kacangan), muku (pisang), koja (kacang tanah), lusa (gude) dan sebagainya. Yah, ada pelbagai macam dodo yang diterapkan. Misalnya, dodo pada saat laki ada sekelompok orang menyumbangkan kambing, ayam atau babi dan ketika itu dilakukan pada orang lain dalam kelompok tersebut, mereka akan turut terlibat.

9.3 Tempus Dodo.

Soal tempusnya, dodo dapat dilakukan sesuai kesepakatan tergantung musim misalnya saat musim menggarap, musim menyiangi, musim tuai ataupula pada saat laki dan bowo wae (saat orang meninggal). Yah, waktunya dapat disesuaikan berdasarkan kesepakatan dan amat berkonteks.

9.4 Personal.

Dodo dilakukan oleh personal dalam kelompok yang diikat oleh sebuah aturan atau kesepakatan yang sudah dibuat bersama melalui forum lonto leok, entah di mbaru gendang, tambor, niang, lumpung ataupun di bendar (rumah warga). Intinya, ada sistem pembalasan berdasarkan kesepakatan dalam kelompok.

10. Kelebihan dan Kekurangan dari Dodo.

10.1 Kelebihannya.

Di sini dapat meringankan beban tanpa harus menggunakan uang bila hoer, tawi, kalek, dan lain-lain karena ada prinsip solidaritas subsidiaritas di dalamnya. Kelebihan lainnya, dodo dilakukan baik untuk dilakukan oleh kelompok sosial yang berdomisili tetap. Kecuali kalau dodo dalam bentuk arisan yang menggunakan teknologi berupa menggunakan sistem ATM zaman now bila menggunakan rekening bank untuk menyalurkan besaran uang sesuai disepakati dari awal.

10.2 Kelemahannya.

Berbeda beban dalam arti apa yang dikerjakan. Misalnya, objek yang dikerjakan lebih sulit daripada yang lainnya. Artinya, berbeda dari tingkat kesulitan. Misalnya, waktu berjalan dan tempat berjalan termasuk pelayanannya. Bisa juga dari sisi waktu, misalnya terkadang dalam mengejerkan kebun ada yang saat kerja hujan ada yang waktunya cerah. Berbeda dengan kumpul kope laki de ase kae weda wuwung tau cama empo (satu nenek moyang/eyang) itu besarannya sama. Waktunya memang berbeda dan itu menjadi salah satu kelemahannya.

11. Dodo Bukan Buruh.

Para buruh tentu dibayar per harian atau per bulannya, sedangkan dodo tidak ada pimpinan, tidak ada bawahan. Semuanya adalah pimpinan dan bawahan. Dalam istilah orang Manggarai: eta golo cama-cama, wa wae cama-cama – berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Dodo sebenarnya forum kerja yang tidak terlalu mengikat. Jika arisan yang dinilai sebagai dodo bisa dibuat siapa ketuanya namun jarang orang melakukannya. Kalau dalam organisasi formal, struktur tidak harus melekat karena yang diutamakan di sana adalah persaudaraan dan persaudaraan.

12. Lodok Representasi dari Keadilan Dodo.

Bentuk lodok lingko di Manggarai adalah gambaran dari aktivitas kerja dodo orang Manggarai. Yang diutamakan di sana adalah satu dalam kebersamaan dan satu satu kecintaan. Jadi, dodo adalah wujud konkret dari cinta orang Manggarai.

Lih. https://melky-pantur.blogspot.co.id/2017/08/cinta-moral-dan-iman-teks-manggarai_18.html
Bahan lainnya akan diedit dan dilengkapi lagi oleh Penulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar