Ditulis oleh: Melky Pantur***, Rabu (29/6/2017).
Bagi Anda orang Manggarai, Flores akan memahami ungkapan 'kawen la'en' sebagai bahasa Anda lagipula Penulis adalah orang Manggarai asli - native laity from Manggarai.
Jika dipahami dalam konteks bahasa Manggarai kawen la'en adalah sebuah sintaksis pencarian sebuah objek vital yang paling digemari kebanyakan kaum feminim dan merupakan suatu yang paling dinantikan kaum maskulim untuk kian diincari.
Kawen la'en adalah upaya perajutan, peracikan dorongan Roh Semesta untuk mencipta, upaya menjadi, mewujudkan citra diri dari apa yang disebut dengan entitas sosial manusia sebagai subjek yang tidak pernah merasa puas apalagi urusan intimity. Kawen la'en adalah bentuk kuriositas yang amat sangat akan ketidakrasapuasan tersebut terutama merasakan keberbedaan rasa, nikmat dan pelukan dari seseorang untuk saling melepaskan rasa saling.
Anda pasti bertanya mengapa demikian? Nah, kawen berasal dari kata kawe yang artinya mencari, looking for in English. Abjad n di belakang kawe menunjukkan nya, orang yang tengah mencari. Yah, kawen artinya tindakan seseorang yang tengah mencari. Sedangkan, la'en berasal dari kata la'e, yang kerap orang menyebutnya telo. La'e artinya penis. Abjad n di belakang kata itu artinya nya atau kepunyaan. Maka, la'en artinya penisnya.
Dengan demikian, kawen la'en artinya upaya keras dari seseorang lazimnya perempuan atau gadis untuk mendapatkan penis. Di sini sama dengan mencari jodoh. Lazim dalam mencari la'e, para gadis akan bersolek dengan berupa: bergincu, berbedak, merapikan badan, berwangi, pokoknya berdandan rapi mencari perhatian lawan mainnya. Kendati, kawen la'en kerap juga dicari oleh kaum sesama maskulin dalam hal ini homoseksual.
Namun, yang dimaksudkan Penulis di sini adalah bukan kawen la'en bahasa Manggarai, Flores melainkan kawen la'en di sini adalah bahasa Tetun yang artinya Bapa Mama. Bapa Mama berarti orang tua, parents in English. Kawen la'en di sini dalam versi Manggarai artinya Ende Ema, Ine Ame. Kawen la'en dikenal apa yang disebut dengan ucapan yang paling popular: Ame rinding mane, Ine rinding wie; Ema caka ceha, Ine likeng ciek - Ayah pelindung malam, Ibu pelindung di kala petang, Ayah penjaga rezeki, Ibu pelindung penenang.
Spontanitas kelaziman penjagaan Kawen La'en bagi buah hatinya diritualsucikan dengan acara teing hang tinu - ritual balas jasa orang tua oleh anak-anaknya meski Kawen La'en juga menggelar ritual syukuran beka agu buar naring lembak di'a de Morin Jari agu Dedek, Pu'un Caoca - upacara syukuran terima kasih kepada Pencipta atas kebaikan-Nya memberikan keturunan bagi Kawen La'en.
Kawen La'en dalam versi budaya Manggarai dapat dimengerti sebagai pu'un kuni agu kalo - kerap disebut wura agu ceki meski sulit untuk dianalogikan bagaimana korelasi antara leluhur dan Tuhan, namun secara teleologis kulturis dapat disederhanakan lagipula pemahaman tentang pengertian Sang Pencipta versi Manggarai adalah Kawen La'en itu sendiri.
29/06/17
25/06/17
ALAM WISATA FLORES.
Danau Rana Mese.
Foto:Jumat (23/6/3017)
Golo Curu.
Foto: Senin (19/6/2017).
Lodok Meler.
Foto: Senin (19/6/2017).
Villa Alam Flores.
Foto: Senin (19/6/2017).
Aimere.
Foto: Jumat (23/6/2017).
Acara Pongo.
Sabtu malam (17/6/2017).
Tuhan Yesus Sang Penyelenggara.
Juang & Poping.
Note: Ini tour bersama keluarga Atambua, Belu, NTT saat berkunjung ke Manggarai - Flores.
22/06/17
SILSILAH MELKIANUS FAHIK.
MELKIANUS FAHIK.
Fransiuskus Luan anak dari pasangan Antonius Lau dan
Agnes Rafu.
Maria Metan anak dari pasangan Baltasar
Berek dan Emiliana Anok.
Antonius Lau anak dari pasangan Fahik Tasoni dan
Luru Taen.
Agnes Rafu anak dari pasangan Meni Fahik dan Ikis
Funan.
Baltasar Berek anak dari pasangan Taek Bo’u dan
Maria Metan.
Emiliana Anok anak dari pasangan Gaspar Fahik dan
Maria Abuk Telik.
FLORIDA SINAR.
Florida Sinar anak dari pasangan Theodorus Tamat dan
Veronika Danut (Almrh).
Theodorus Tamat anak dari Yakobus Antan dan Regina
Nganul.
Yakobus Antan anak dari pasangan Sele dan …….
Regina Nganul anak dari pasangan Ndaga dan Damung.
Veronika Danut anak dari pasangan Gaspar Garung dan
Sobina Sidung.
Gaspar Garung anak dari pasangan Rua dan Bambung.
Sedangkan, Sobina Sidung anak dari pasangan Bobek dan Mbaka.
21/06/17
18/06/17
KEMBUNG.
Ini adalah acara kembung dari saudari Florida Sinar dan Melkianus Fahik di Ruteng, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Mangggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sabtu (17/6/2017).
Florida Sinar berasal dari Coal, Desa Coal, Kecamatan Kuwus, Kabupaten Manggarai Barat anak dari Theodorus Tamat dan Veronika Danut (Almh), sementara suaminya dari Labur, Desa Mandeu, Kecamatan Rai Manuk, Kabupaten Belu, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sapaan Kesa Melky merupakan buah hati pasangan dari Fransiskus Luan (Alm) dan Maria Metan.
Dari pihak perempuan tampak hadir, saudarinya Melky Pantur, Ayah Theodorus Tamat, Hendrikus Sonto yang merupakan anak rona ulu dari Ranggi, Desa Ranggi, Kecamatan Wae Ri'i, Kabupaten Manggarai, NTT, Regina Wangung, dan beberapa keluarga besar lainnya.
Yang ikut dari keluarga laki-laki, Ibu kandung dari saudara Kesa Melky bernama Maria Metan, Gaspar Areu, Herman Luan, Yohanes Bere, yang didampingi oleh Modesta Bete, Selestina Mur bersama Nera Suri.
14/06/17
TENANG.
Suatu aktivitas diam disebut tenang bahkan bisa merupakan suatu permintaan agar seseorang sedikit bersabar, berbesar hati, misalnya dalam pelbagai perkara apa pun. Mereka tenang atau santai saja menghadapinya. Contoh ungkapan: Tenang saja, saya yang mengurusnya. Ada pula contoh kalimat: Kamu tolong tenang! Itu contoh bagaimana kalimat yang berdasar pada kata tenang yang dimengerti sebagai ungkapan dalam versi bahasa Indonesia.
Namun, yang dimaksudkan penulis di sini adalah tenang dalam versi bahasa Manggarai. Tenang dapat dimengerti sebagai kumpulan dari kata: tena, na dan nang.
Pertama, tena. Tena itu artinya menyusun, memagari, pagari, membuat dalam susunan-susunan, misalnya memagari kebun dengan batu seperti tanggul yang rapi atau bisa memagari kebun dengan kayu atau bambu, pohon-pohon lainnya, bisa juga menyusun tembok dari batu bata atau batu yang sudah dihaluskan rata sebelahnya. Contohnya: Tena koe uma hio le nana, boto ngo one motang - coba pagari kebun itu agar babi hutan tidak nyelonong masuk ke dalam kebun!
Kedua, na. Na artinya perhalusan karena perasaan kasih yang amat sangat dari seseorang. Seseorang itu berupa Ibu, saudari dan kekasih gadis. Contohnya: Na, ngo nia ite - sayang kamu ke mana?
Ketiga, nang. Nang itu artinya sampai, hingga, hingga sampai. Contoh: Nang nian keta lewen lako dite ho'o to'ong - hingga sampai di mana saja perjalanan kita hari ini. Contoh kalimat lain: Aku momang ite nang tedeng len - aku mencintai kamu hingga akhir hayat!
Nah, dari pembahasan tersebut dapat diambil sarinya, bahwa tenang adalah suatu aktivitas memagari dengan menyusun secara rapi seperti cinta dan pengorbanan seorang Ibu terhadap anak lelakinya hingga darah penghabisan.
Lalu,
Dua pengertian tenang berdasarkan arti katanya:
1). Tenang sebagai aspek mengingat, mneumonik, kangen atau rindu.
Berdasarkan struktur kata dalam tenang, yang dimengerti dengan defenisi di mana sebagai sebuah aktivitas mengingat yang amat sangat, rindu yang amat dalam pada seseorang bahkan dimengerti sebagai aktivitas mengingat kisah kasih atau pilu di masa lampau. Tenang di sini adalah rindu kian.
2). Tenang sebagai aspek memerangkap.
Tenang di sini dimengerti sebagai aktivitas menangkap dengan perangkap, misalnya tenang wase rente, tenang nggepit, tenang campat. Lazim menangkap ikan, tikus, dan unggas menggunakan perangkap. Tenang di sini adalah sebuah harapan, impian, cita-cita melalui suatu pencarian daya dan upaya sembari berharap hal itu terwujud, asa yang menjadi nyata.
Itulah arti kata tenang versi Manggarai.
Ada sebuah lirik lagu yang mengekspresikan tentang tenang dalam bahasa Manggarai.
Tenang, tenang koles
Tenang koles, tinu momang ema yo...o...
Ema, ema weong nai ge...
Ditulis oleh: Melky Pantur, Kamis (15/6/2017).
Namun, yang dimaksudkan penulis di sini adalah tenang dalam versi bahasa Manggarai. Tenang dapat dimengerti sebagai kumpulan dari kata: tena, na dan nang.
Pertama, tena. Tena itu artinya menyusun, memagari, pagari, membuat dalam susunan-susunan, misalnya memagari kebun dengan batu seperti tanggul yang rapi atau bisa memagari kebun dengan kayu atau bambu, pohon-pohon lainnya, bisa juga menyusun tembok dari batu bata atau batu yang sudah dihaluskan rata sebelahnya. Contohnya: Tena koe uma hio le nana, boto ngo one motang - coba pagari kebun itu agar babi hutan tidak nyelonong masuk ke dalam kebun!
Kedua, na. Na artinya perhalusan karena perasaan kasih yang amat sangat dari seseorang. Seseorang itu berupa Ibu, saudari dan kekasih gadis. Contohnya: Na, ngo nia ite - sayang kamu ke mana?
Ketiga, nang. Nang itu artinya sampai, hingga, hingga sampai. Contoh: Nang nian keta lewen lako dite ho'o to'ong - hingga sampai di mana saja perjalanan kita hari ini. Contoh kalimat lain: Aku momang ite nang tedeng len - aku mencintai kamu hingga akhir hayat!
Nah, dari pembahasan tersebut dapat diambil sarinya, bahwa tenang adalah suatu aktivitas memagari dengan menyusun secara rapi seperti cinta dan pengorbanan seorang Ibu terhadap anak lelakinya hingga darah penghabisan.
Lalu,
Dua pengertian tenang berdasarkan arti katanya:
1). Tenang sebagai aspek mengingat, mneumonik, kangen atau rindu.
Berdasarkan struktur kata dalam tenang, yang dimengerti dengan defenisi di mana sebagai sebuah aktivitas mengingat yang amat sangat, rindu yang amat dalam pada seseorang bahkan dimengerti sebagai aktivitas mengingat kisah kasih atau pilu di masa lampau. Tenang di sini adalah rindu kian.
2). Tenang sebagai aspek memerangkap.
Tenang di sini dimengerti sebagai aktivitas menangkap dengan perangkap, misalnya tenang wase rente, tenang nggepit, tenang campat. Lazim menangkap ikan, tikus, dan unggas menggunakan perangkap. Tenang di sini adalah sebuah harapan, impian, cita-cita melalui suatu pencarian daya dan upaya sembari berharap hal itu terwujud, asa yang menjadi nyata.
Itulah arti kata tenang versi Manggarai.
Ada sebuah lirik lagu yang mengekspresikan tentang tenang dalam bahasa Manggarai.
Tenang, tenang koles
Tenang koles, tinu momang ema yo...o...
Ema, ema weong nai ge...
Tenang, tenang koles
Tenang kole, tinu momang ende yo...o...
Ende, ende weong nai ge...
Dempul wuku tela toni
Kudut mangan hang bara
Wengko weki de anak me
Ema yo, ende yo.....
Tiba de somba de anak me
Ende yo, ema yo.....
Lazimnya tiba somba de anak me adalah tenang. Wujud konkret dari somba de anak itu adalah teing hang ela tinu.
Foto: Arnoldus Sanpepi Juang Pantur (kanan) dan Vinsensan Jovialen Perki Pantur (kiri) tengah bermain. Yah, ketika Ayah atau Ibu mereka keluar kota lalu diajak oleh orang lain mencicipi makanan enak, si Ayah lalu ingat pada kedua puteranya. Maunya, makanan enak itu diberikan saja kepada kedua puteranya. Saat mengingat itulah disebut tenang. Rindu pada merekalah disebut tenang.
11/06/17
BEMBO.
Ini kata bahasa Manggarai: bembo. Bembo dipahami dengan bem dan bo. Bem itu bunyian yang lazim dihasilkan oleh genderang; bisa juga disebut akibat dari mao atau gema atau gaung. Sedangkan, bo juga bunyi letupan dari api; dapat juga berarti bahan dasar pembuat api yang berasal dari enau yang kerap disebut bo.
Namun, bembo artinya aktivitas 'memasukkan'. 'Memasukkan itu berupa pencelupan, merendam. Bembo itu kerap diterjemahkan sebagai celup.
Ada pelbagai macam aktivitas pem - bembo - an dalam konteks bahasa Manggarai. Bila aktivitas itu disalahmanfaatkan akan berdampak buruk. Dalam dunia persenggamaan, bembo adalah aktivitas yang paling menegangkan terutama menciptakan generasi. Pada konteks tertentu, Maslow menulis aktivitas bembo lahirlah pengalaman puncak sebagai dampak dari cinta erotik. Aktivitas cinta erotik itulah disebut 'bembo'.
Bembo dapat dilakukan berupa celupan singkat, yah berupa permandian di kolam pemandian. Repotnya bembo dapat menegasikan diri dan ceblung dalam konteks duniawi. Dan karena itu, kejujuran dan kepastian saja yang bisa menyelamatkan apalagi terjadi pada orang berpengaruhi.
Takaran ke - nggelukan - an atau kekudusan bukan menjadikan bembo sebagai tolok ukurnya tetapi ditakar dari perbuatan-perbuatan kasih terutama pada konteks tertentu. Bembo, dalam arti melanggar etika karena sebuah posisi kekudusan, nilai pelanggarannya kecil.
Ditulis oleh: Melky Pantur***, Senin (10/6/2017).
Namun, bembo artinya aktivitas 'memasukkan'. 'Memasukkan itu berupa pencelupan, merendam. Bembo itu kerap diterjemahkan sebagai celup.
Ada pelbagai macam aktivitas pem - bembo - an dalam konteks bahasa Manggarai. Bila aktivitas itu disalahmanfaatkan akan berdampak buruk. Dalam dunia persenggamaan, bembo adalah aktivitas yang paling menegangkan terutama menciptakan generasi. Pada konteks tertentu, Maslow menulis aktivitas bembo lahirlah pengalaman puncak sebagai dampak dari cinta erotik. Aktivitas cinta erotik itulah disebut 'bembo'.
Bembo dapat dilakukan berupa celupan singkat, yah berupa permandian di kolam pemandian. Repotnya bembo dapat menegasikan diri dan ceblung dalam konteks duniawi. Dan karena itu, kejujuran dan kepastian saja yang bisa menyelamatkan apalagi terjadi pada orang berpengaruhi.
Takaran ke - nggelukan - an atau kekudusan bukan menjadikan bembo sebagai tolok ukurnya tetapi ditakar dari perbuatan-perbuatan kasih terutama pada konteks tertentu. Bembo, dalam arti melanggar etika karena sebuah posisi kekudusan, nilai pelanggarannya kecil.
Ditulis oleh: Melky Pantur***, Senin (10/6/2017).
CEKENG.
Ditulis oleh: Melky Pantur***, Selasa (11/7/2017).
Ini adalah ungkapan orang Manggarai, Flores, NTT untuk menyebut prinsip persatuan sebagai manusia dengan semangat persaudaraan dan persaudarian yang tetap saling menghargai 'du cain cekeng' - suatu masa kedatangan terjadi taen teti Landuk - mengangkat seorang pemimpin misalnya dalam kebersamaan.
Du cain cekeng memang merupakan ungkapan umum. Misalnya, cekeng tetin Landuk - mengangkat seorang pemimpin; cekeng weri - saat menanam bersama berupa padi jagung, kacang tanah, dsbnya; cekeng tae laki - kaum muda dan mudi yang melepas masa lajang; cekeng penti - syukuran panenan; cekeng ako - musim tuai; cekeng tawi - saat penyiangan; dan cekeng kelang - musim penanaman kedua.
[Du cain cekeng dijelaskan secara perinci, begini: du artinya pada; cain kedatangan itu, kedatangannya, saatnya dilakukan; cekeng artinya musim].
Cekeng Tentangn Caun Landuk.
Halnya periodesasi kepemimpinan modern di bawah konsep Trias Politica yang dicetuskan oleh Montesquieu yang kemudian dikembangkan oleh John Locke tentang sistem sebuah kepemerintahan: Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif dengan tentu menghilangkan prinsip L'etat, Cest Moi - negara adalah saya, sebagaimana prinsip dasar Raja Louis XIV di Perancis termasuk cara berpikir Raja Babilon Nebukadnezar yang mengganggap dirinya sebagai Tuhan dalam Kitab Perjanjian Lama oleh orang Nuca Lale sebenarnya sudah jauh-jauh hari telah melaksanakan itu dengan sistem pemerintahan adatnya yang terbagi dalam struktur: Tu'a Golo, Tu'a Gendang, dan Tu'a Teno. Kepala bagian orang Manggarai menyebutnya Tu'a Panga yang oleh kalangan tertentu disebut Kepala Suku.
Sistem Trias Politica yang kebanyakan dikembangkan oleh Negara Republik telah membagi periodesasi kepimimpinan 4-5 tahun masa kepemimpinan bahkan ada yang mungkin hanya tiap dua tahun. Namun, dalam konteks budaya Manggarai sistimnya seumur hidup dengan sistim pengangkatan berdemokratis-partisipatif-dialogis yang oleh orang Manggarai menyebutnya lonto leok - duduk melingkar. Struktur pemerintahan adat orang Manggarai sama dengan Trias Politica dalam demokrasinya, sedangkan kekuasaannya seumur hidup sebagaimana dikembangkan dalam masa kepemimpinan hirarki dalam Gereja Katolik Roma, mulai dari Paus hingga Uskup termasuk sistim pengangkatan Paus sama dengan sistim pemilihan pemerintahan adat orang Manggarai.
Khusus untuk cekengn tetin caun Landuk, ungkapan orang Manggarai tampak dalam kalimat seperti ini:
Toe patun rangkuk, gincu agu gancu tau hae wa'u du tentangn caun Landuk, ai konem woleng cai one mai rowengn'edeh landing ca'ay kali tobokn Wowod.
[Bertengkar itu tidak baik terutama pada saat mengangkat seorang pemimpin karena meski lahir berbeda kandungan, Tuhan kita tetap satu dan sama].
Wa'i baed te lako agu lime baed te wejong kali dite, nuk agu bengkes cewen kole so'ot tura lete bari ata nggoeng de Poetn Mose Caoca.
[Kita hanya bisa melangkahkan kaki dan mengayunkan tangan, sebab apa yang ditunjukkan setiap hari kepada kita adalah semata-mata kehendak Sang Ilahi].
Mbewes de lite kere lele, neka cehas weda, asi pohangs ongga, neka tadus kaut racuk cewen mesen ga one 'mburuk' neteng: katu ata patun kali, tua ata betuan diang cesua kut nggelok ka'eng beod, nera neteng bendard kali, culu nukd gerak rangad agu baca tarad sangged lawa one 'natas' labar camad.
[Kita seyogianya mengusir saling membunuh, jangan menyembunyikan kesalahan, jangan tidak mengakui jika kita telah menjatuhkan orang begitupun saat kita menampar orang terutama sekali saat mengangkat pemimpin: hendaklah menampakkan yang baik, mengharapkan dan melaksanakan apa yang baik ke depannya di mana kita berpijak, hendaklah menjadi terang tiap rumah tangga, lilin pembawa terang dengan raut muka yang senantiasa ceria di mana kita bertempat tinggal, bercocok tanam dan saling bersandagurau tanpa ada ada beban selama kita tengah berziarah di bumi].
Selanjutnya.....
Ekspresi himbauan moral di atas memang tidak sinkron dengan politik praktis zaman ini. Pada masa lampau saja, pemilihan pasangan suami seorang Tuan Putri Raja dilakukan dengan cara sayembara besar-besaran bahkan termasuk pemilihan seorang Patih Raja melalui adu kekuatan fisik, psikis dan intelek. Namun, tulisan ini tetang 'cekeng' yang hal itu memang tidak terhindarkan.
Seorang penggarap kebun pada masa 'cekeng' akan mengorbankan segalanya apa yang ada di dalam tanah. Selalu saja membawa dampak buruk bagi makhluk lain. Meski hal itu menjadi keharusan, ada satu proses yang disebut rekonsiliasi yang dalam bahasa Manggarai disebut ngelong. Konsep ngelong ini sudah terbuka lebar, tidak hanya pada tataran pada konteks karena berhadapan dengan perbuatan merusak tetumbuhan dan makluk lain misalnya oleh petani tetapi juga ada istilah NGELONG TETI ADAK sebagai bentuk rekonsiliasi namun hal itu jarang dilakukan dalam kancah politik praktis. Ngelong teti Adak hanya dilakukan pada saat hendak mau memilih tetapi ngelong pasca pemilihan jarang bahkan tidak pernah dilakukan karena sudah terlanjur sakit hati karena caci maki.
Hal itu memang sulit untuk dilakukan karena terbentur dengan kepentingan politik. Lembaga masyarakat adat butuh diangkat untuk menjadi laro ngelong - jembatan rekonsiliasi. Jika dalam satu wilayah demokrasi terbentur dengan kepentingan politik, hendaklah bisa mencari Tetua Adat yang dianggap mampu untuk melakukan rekonsiliasi. Ini sulit dilakukan namun bisa dilakukan. Tujuannya: nggelok agu rewo kin ka'eng beo - tetap bersih dan ramainya tinggal dalam satu wilayah sebagaimana diekspresikan di atas.
Ini adalah ungkapan orang Manggarai, Flores, NTT untuk menyebut prinsip persatuan sebagai manusia dengan semangat persaudaraan dan persaudarian yang tetap saling menghargai 'du cain cekeng' - suatu masa kedatangan terjadi taen teti Landuk - mengangkat seorang pemimpin misalnya dalam kebersamaan.
Du cain cekeng memang merupakan ungkapan umum. Misalnya, cekeng tetin Landuk - mengangkat seorang pemimpin; cekeng weri - saat menanam bersama berupa padi jagung, kacang tanah, dsbnya; cekeng tae laki - kaum muda dan mudi yang melepas masa lajang; cekeng penti - syukuran panenan; cekeng ako - musim tuai; cekeng tawi - saat penyiangan; dan cekeng kelang - musim penanaman kedua.
[Du cain cekeng dijelaskan secara perinci, begini: du artinya pada; cain kedatangan itu, kedatangannya, saatnya dilakukan; cekeng artinya musim].
Cekeng Tentangn Caun Landuk.
Halnya periodesasi kepemimpinan modern di bawah konsep Trias Politica yang dicetuskan oleh Montesquieu yang kemudian dikembangkan oleh John Locke tentang sistem sebuah kepemerintahan: Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif dengan tentu menghilangkan prinsip L'etat, Cest Moi - negara adalah saya, sebagaimana prinsip dasar Raja Louis XIV di Perancis termasuk cara berpikir Raja Babilon Nebukadnezar yang mengganggap dirinya sebagai Tuhan dalam Kitab Perjanjian Lama oleh orang Nuca Lale sebenarnya sudah jauh-jauh hari telah melaksanakan itu dengan sistem pemerintahan adatnya yang terbagi dalam struktur: Tu'a Golo, Tu'a Gendang, dan Tu'a Teno. Kepala bagian orang Manggarai menyebutnya Tu'a Panga yang oleh kalangan tertentu disebut Kepala Suku.
Sistem Trias Politica yang kebanyakan dikembangkan oleh Negara Republik telah membagi periodesasi kepimimpinan 4-5 tahun masa kepemimpinan bahkan ada yang mungkin hanya tiap dua tahun. Namun, dalam konteks budaya Manggarai sistimnya seumur hidup dengan sistim pengangkatan berdemokratis-partisipatif-dialogis yang oleh orang Manggarai menyebutnya lonto leok - duduk melingkar. Struktur pemerintahan adat orang Manggarai sama dengan Trias Politica dalam demokrasinya, sedangkan kekuasaannya seumur hidup sebagaimana dikembangkan dalam masa kepemimpinan hirarki dalam Gereja Katolik Roma, mulai dari Paus hingga Uskup termasuk sistim pengangkatan Paus sama dengan sistim pemilihan pemerintahan adat orang Manggarai.
Khusus untuk cekengn tetin caun Landuk, ungkapan orang Manggarai tampak dalam kalimat seperti ini:
Toe patun rangkuk, gincu agu gancu tau hae wa'u du tentangn caun Landuk, ai konem woleng cai one mai rowengn'edeh landing ca'ay kali tobokn Wowod.
[Bertengkar itu tidak baik terutama pada saat mengangkat seorang pemimpin karena meski lahir berbeda kandungan, Tuhan kita tetap satu dan sama].
Wa'i baed te lako agu lime baed te wejong kali dite, nuk agu bengkes cewen kole so'ot tura lete bari ata nggoeng de Poetn Mose Caoca.
[Kita hanya bisa melangkahkan kaki dan mengayunkan tangan, sebab apa yang ditunjukkan setiap hari kepada kita adalah semata-mata kehendak Sang Ilahi].
Mbewes de lite kere lele, neka cehas weda, asi pohangs ongga, neka tadus kaut racuk cewen mesen ga one 'mburuk' neteng: katu ata patun kali, tua ata betuan diang cesua kut nggelok ka'eng beod, nera neteng bendard kali, culu nukd gerak rangad agu baca tarad sangged lawa one 'natas' labar camad.
[Kita seyogianya mengusir saling membunuh, jangan menyembunyikan kesalahan, jangan tidak mengakui jika kita telah menjatuhkan orang begitupun saat kita menampar orang terutama sekali saat mengangkat pemimpin: hendaklah menampakkan yang baik, mengharapkan dan melaksanakan apa yang baik ke depannya di mana kita berpijak, hendaklah menjadi terang tiap rumah tangga, lilin pembawa terang dengan raut muka yang senantiasa ceria di mana kita bertempat tinggal, bercocok tanam dan saling bersandagurau tanpa ada ada beban selama kita tengah berziarah di bumi].
Selanjutnya.....
Ekspresi himbauan moral di atas memang tidak sinkron dengan politik praktis zaman ini. Pada masa lampau saja, pemilihan pasangan suami seorang Tuan Putri Raja dilakukan dengan cara sayembara besar-besaran bahkan termasuk pemilihan seorang Patih Raja melalui adu kekuatan fisik, psikis dan intelek. Namun, tulisan ini tetang 'cekeng' yang hal itu memang tidak terhindarkan.
Seorang penggarap kebun pada masa 'cekeng' akan mengorbankan segalanya apa yang ada di dalam tanah. Selalu saja membawa dampak buruk bagi makhluk lain. Meski hal itu menjadi keharusan, ada satu proses yang disebut rekonsiliasi yang dalam bahasa Manggarai disebut ngelong. Konsep ngelong ini sudah terbuka lebar, tidak hanya pada tataran pada konteks karena berhadapan dengan perbuatan merusak tetumbuhan dan makluk lain misalnya oleh petani tetapi juga ada istilah NGELONG TETI ADAK sebagai bentuk rekonsiliasi namun hal itu jarang dilakukan dalam kancah politik praktis. Ngelong teti Adak hanya dilakukan pada saat hendak mau memilih tetapi ngelong pasca pemilihan jarang bahkan tidak pernah dilakukan karena sudah terlanjur sakit hati karena caci maki.
Hal itu memang sulit untuk dilakukan karena terbentur dengan kepentingan politik. Lembaga masyarakat adat butuh diangkat untuk menjadi laro ngelong - jembatan rekonsiliasi. Jika dalam satu wilayah demokrasi terbentur dengan kepentingan politik, hendaklah bisa mencari Tetua Adat yang dianggap mampu untuk melakukan rekonsiliasi. Ini sulit dilakukan namun bisa dilakukan. Tujuannya: nggelok agu rewo kin ka'eng beo - tetap bersih dan ramainya tinggal dalam satu wilayah sebagaimana diekspresikan di atas.
04/06/17
Goro.
Ini warga Goro-Ruteng, Jln. Glodiol B, Kelurahan Pau, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Gambar diabadikan oleh: Melky Pantur, Senin, 4 Juni 2016.
02/06/17
Adrianus Nompidura.
Bapak Adrianus Nompidura, S.Ag dan Ibu Yosefina Edil, S.Ag.
Gambar diambil saat Rapimda Golkar Kabupaten Msnggarai, Jumat (2/6/2017) di GOR Ruteng.
Merdeka!!!
Ditulis oleh: Melky Pantur, Sabtu (3/6/2017).
Merdeka!!!!!!!! Seruan ini adalah spirit ROH KEHIDUPAN, ROH SEMESTA. Mengapa demikian? Merdeka adalah diri yang bebas dari kungkungan, dari kuk-kuk, dari beban-beban, dari rasa takut, dari segala bentuk penindasan, dari kemiskinan, dari musibah dan bencana.
Pekikan salam perjuangan merrrrrdeka!!! adalah penyemangat di kala: lesu, kendur, tidak ada asa, kesendirian, tidak punya apa-apa, dan ngantuk bahkan dari kematian. Merrrrrrdeka berasal dari Roh Kehidupan atau Tuhan.
Merrrrrrrrrdeka itu adalah bisa berarti bebas dari kekurangan sandang, pangan dan papan, kenikmatan duniawi, bebas dari kematian, bebas dari cara berpikir yang keliru, bebas dari kungkungan ilmu pengetahuan, bebas dari ketidaktahuan, bebas dari sakit dan penyakit, bebas dari kekeliruan, bebas dari ketidakberpendidikan. Merrrrrdeka itu tidak hanya bebas dari penjajah.
Itulah makna dari seruan merrrrrrrrdekaaaaass!!! bagi generasi masa sekarang dan masa depan.
Sekali lagi....merrrrrrrrrrrrrdeka!!!!!!!
Merdeka!!!!!!!! Seruan ini adalah spirit ROH KEHIDUPAN, ROH SEMESTA. Mengapa demikian? Merdeka adalah diri yang bebas dari kungkungan, dari kuk-kuk, dari beban-beban, dari rasa takut, dari segala bentuk penindasan, dari kemiskinan, dari musibah dan bencana.
Pekikan salam perjuangan merrrrrdeka!!! adalah penyemangat di kala: lesu, kendur, tidak ada asa, kesendirian, tidak punya apa-apa, dan ngantuk bahkan dari kematian. Merrrrrrdeka berasal dari Roh Kehidupan atau Tuhan.
Merrrrrrrrrdeka itu adalah bisa berarti bebas dari kekurangan sandang, pangan dan papan, kenikmatan duniawi, bebas dari kematian, bebas dari cara berpikir yang keliru, bebas dari kungkungan ilmu pengetahuan, bebas dari ketidaktahuan, bebas dari sakit dan penyakit, bebas dari kekeliruan, bebas dari ketidakberpendidikan. Merrrrrdeka itu tidak hanya bebas dari penjajah.
Itulah makna dari seruan merrrrrrrrdekaaaaass!!! bagi generasi masa sekarang dan masa depan.
Pancasila.
Ditulis oleh: Melky Pantur***, Kamis (16/2/2017).
Dalam konteks Manggarai, Pancasila akan tergambar dalam ungkapan:
1. Ca Kanang Kali Mori Keraeng.
2. Toto Molor, Bicar Hiang Hae Riang.
3. Kope Oles Todo Kongkol.
4. Mu'u Tungku Lema Emas Laro Jaong Ro'eng Do.
5. Pati Arit, Wingke Iret.
Sila kesatu, Ca Kanang Kali Mori Keraeng. Hal itu tampak dalam ungkapan: Mori pu'un caoca; Jari agu Dedek tanan wa awangn eta, parn awo kolepn sale; Mori yata kukut wuwung, caka berambang. Di sini neka iyo pina naeng; neka tura agu wulang, segol agu leso, sawal agu ntala, condo agu poco.
[Morin pu'un caoca - Tuhan itu asal dari segala asal. Jari agu Dedek tanan wa awangn eta - Penjadi dan Pencipta langit dan bumi. Parn Awo Kolepn Sale - mulai dari fajar hingga terbenamnya. Mori yata kukut wuwung - Tuhan melindungi mulai dari ubun-ubun kepala. Caka berambang - Tuhan itu perisai dada. Hal yang perlu dilarang di sini: Neka iyo pina naeng - jangan menyembah berhala. Neka tura agu wulang - jangan berdoa kepada bulan. Segol agu leso - jangan meminta kepada matahari. Sawal agu ntala - jangan memohon kepada bintang, dan condo agu poco - berpasrah kepada gunung dan bukit-bukit].
Sila kedua, Toto Molor, Bicar Hiang Hae Riang. Hal itu tampak dalam ungkapan toto yata molor cama golo, bincar hiang pande pinga hae riang, hiang cama tau. Di sini neka daku ngong data; neka kope nggorong welak; neka mbangi leleng ular, ular leleng mbangi, jepek-jepek, sesa nai ite, cancar paka.
[Toto yata molor cama golo - memperlihatkan yang baik kepada sesama warga kampung. Bincar hiang pande pinga hae riang - Terperciknya rasa saling menghargai dan saling pengertian antar sesama yang berkelana di bumi. Hiang cama tau - menghormati satu sama lain. Hal yang tidak boleh dilakukan: Neka daku ngong data - Jangan menjadikan milik orang lain yang diakui sebagai milik sendiri. Neka kope nggorong welak - Jangan mengadu domba. Neka mbangi leleng ular, ular leleng mbangi - Jangan memanfaatkan orang lain untuk mencari keuntungan diri sendiri, misalnya menjadikan kelompok sendiri sebagai perusuh lalu hadir sang penyelamat yang ternyata masih satu kelompok dengan mereka. Jepek-jepek - hidup itu harus rata net atau ca wa main ca ite main yang berarti dalam bertindak, bertutur kata harus tepat, benar, pasti dan jujur. Sesa nai ite - berbesar hati. Cancar paka - hidup jangan menjadi jurang bagi orang lain atau adil].
Sila ketiga, Kope Oles Todo Kongkol. Hal itu tampak dalam ungkapan nai ca yanggit tuka ca leleng; impung ce tiwud neka woleng wintukd, ka'eng ce waed neka woleng taed, kope oles todo kongkol. Di sini neka kope harat bali; neka behas neho kena, koas neho kota, nggesol one kembo, cecuk duhu redu, nggernggatangs du ngampang; pola gomal, embes beta, kapu pa'u, ceres kekep, inggos siong.
[Nai ca yanggit tuka ca leleng - satu hati dan tujuan. Impung ce tiwud neka woleng wintukd, ka'eng ce waed neka woleng taed - tinggal dalam satu telaga jangan berbeda tindak tanduk, tinggal dalam satu kolam jangan berbeda kata. Kope oles todo kongkol - Saling mengikat dan tumbuh bersama. Di sini yang dilarang adalah neka kope harat bali - jangan mencuci tangan atas persoalan yang dihadapi. Neka behas neho kena, neka koas neho kota, nggesol one kembo, cecuk duhu redu, nggernggatangs du ngampang - jangan terlepas seperti pagar, terbongkar seperti tembok batu, terperosok ke lubang, terjatuh ke kemiringan, dan jangan jatuh terguling-guling di jurang yang dalam. Neka pola gomal, embes bete, kapu pa'u, ceres kekep - jangan jatuh saat dipikul, robek saat digendong, jatuh saat digendong, meraung-raung saat digendong di dalam ketiak. Dan, inggos siong - datangnya meriang sebagai angin kematian].
Sila keempat, Mu'u Tungku, Lema Emas Laro Jaong Ro'eng Do. Hal itu tampak dalam ungkapan mu'u tungku laro jaong, wancing nggaring we'ang gerak, nai ngalis tuka ngengga, mu'u luju lema emas. Di sini neka pangga pa'ang, doal dongkar, mohas momang, pa'u naun, pa'un patun, timpok inggos, recutn nggewur, ramen nggael, roas ponggal, raups semambu, ncihings nggiling, kokets kope, raups racuk, komus korung, kokats wokat, campangn raha, cain rani, tuan kembeluak, jern mbewe, celas teka, lentangs weda, karongs sangkol.
[Mu'u tungku laro jaong - menjadi penyambung lidah. Wancing nggaring we'ang gerak - menerima dengan senang hati permintaan orang lain dan pembuka atau penunjuk sebagai terang. Nai ngalis tuka ngengga - bersedia, berbuka dan berbesar hati. Mu'u luju lema emas - berbicara yang sopan, lembut dan sejuk, disukai orang, menjadi panutan atau contoh. Yang dilarang di sini neka pangga pa'ang - jangan menjadi penghalang di gerbang. Doal dongkar - murka dari muka bumi karena tidak memiliki standar norma hidup, harapan hidup. Mohas momang - hilangnya rasa cinta. Pa'u naun - hilangnya citra diri, kepercayaan diri, hilang muka. Pa'un patun - hilangnya identitas sebagai tokoh model, tokoh panutan. Timpok inggos - tersandung saat melangkah maju kecil nan sopan. Recutn nggewur - terjadinya pertawuran. Ramen nggael - saling memotong nasib. Roas ponggal - munculnya rasa ingin menghukum orang dengan cara dipukul batang kayu. Raups semambu - saling bertemu dan bertarungnya pentung. Ncihings nggiling - berbunyi kerasnya perisai. Kokets kope - menangkis sembari menyingkirkan parang. Raups racuk - bertemunya jotosan, terjadinya saling jotos. Komus korung - terlepasnya lembing sebagai senjata ancaman, bertarung dengan menggunakan tombak. Kokats wokat - memegang lembing, semacam lembing tambat. Campangn raha - terjadinya penyebab perang tanding. Cain rani - datangnya perkelahian. Tuan kembeluak - munculnya sikap pembangkangan dan masa bodoh. Jern mbewe - lahirnya penolakan. Celas teka - timbulnya penendangan. Lentangs weda - saling tendang dan terlempar. Karongs sangkol - munculnya saling memusuhi, perbuatan menjatuhkan].
Sila kelima, Pati Arit Wingke Iret. Hal itu tampak dalam ungkapan pati gici arit, wingke gici iret. Di sini neka gege goa; neka cowel mo'eng de ro'eng; neka mohas agu cowak bora neho ola; neka nanang cangas hang data baling racap; neka wedi repi de ceki wu'al agu wura.
[Pati gici arit wingke gici iret - berbagi sama rata dan adil. Hal itu kendati sedikit semua harus merasakannya. Yang dilarang di sini adalah neka gege goa - jangan berat sebelah. Ceka cowel mo'eng de ro'eng - jangan mengambil sekalipun sedikit milik rakyat. Neka mohas agu cowak bora neho ola - jangan menghilangkan atau mengambil harta kekayaan bersama seperti menggayung telaga hingga tidak ada satupun yang tersisa makhluk hidup di situ seperti ikan, belut atapun udang di telaga yang digayung itu. Neka nanang cangas hang data baling racap - jangan mengambil dan membawa lari seperti seekor anjing yang membawa lari makanan dari teman dekat sekalipun. Dan, neka wedi repi de ceki wu'al agu wura - jangan melanggar perjanjian atau aturan yang ditetapkan Tuhan lagipula bersoal tegang dan tidak mau mengikuti adat yang baik yang lazim dari nenek moyang].
Dalam konteks Manggarai, Pancasila akan tergambar dalam ungkapan:
1. Ca Kanang Kali Mori Keraeng.
2. Toto Molor, Bicar Hiang Hae Riang.
3. Kope Oles Todo Kongkol.
4. Mu'u Tungku Lema Emas Laro Jaong Ro'eng Do.
5. Pati Arit, Wingke Iret.
Sila kesatu, Ca Kanang Kali Mori Keraeng. Hal itu tampak dalam ungkapan: Mori pu'un caoca; Jari agu Dedek tanan wa awangn eta, parn awo kolepn sale; Mori yata kukut wuwung, caka berambang. Di sini neka iyo pina naeng; neka tura agu wulang, segol agu leso, sawal agu ntala, condo agu poco.
[Morin pu'un caoca - Tuhan itu asal dari segala asal. Jari agu Dedek tanan wa awangn eta - Penjadi dan Pencipta langit dan bumi. Parn Awo Kolepn Sale - mulai dari fajar hingga terbenamnya. Mori yata kukut wuwung - Tuhan melindungi mulai dari ubun-ubun kepala. Caka berambang - Tuhan itu perisai dada. Hal yang perlu dilarang di sini: Neka iyo pina naeng - jangan menyembah berhala. Neka tura agu wulang - jangan berdoa kepada bulan. Segol agu leso - jangan meminta kepada matahari. Sawal agu ntala - jangan memohon kepada bintang, dan condo agu poco - berpasrah kepada gunung dan bukit-bukit].
Sila kedua, Toto Molor, Bicar Hiang Hae Riang. Hal itu tampak dalam ungkapan toto yata molor cama golo, bincar hiang pande pinga hae riang, hiang cama tau. Di sini neka daku ngong data; neka kope nggorong welak; neka mbangi leleng ular, ular leleng mbangi, jepek-jepek, sesa nai ite, cancar paka.
[Toto yata molor cama golo - memperlihatkan yang baik kepada sesama warga kampung. Bincar hiang pande pinga hae riang - Terperciknya rasa saling menghargai dan saling pengertian antar sesama yang berkelana di bumi. Hiang cama tau - menghormati satu sama lain. Hal yang tidak boleh dilakukan: Neka daku ngong data - Jangan menjadikan milik orang lain yang diakui sebagai milik sendiri. Neka kope nggorong welak - Jangan mengadu domba. Neka mbangi leleng ular, ular leleng mbangi - Jangan memanfaatkan orang lain untuk mencari keuntungan diri sendiri, misalnya menjadikan kelompok sendiri sebagai perusuh lalu hadir sang penyelamat yang ternyata masih satu kelompok dengan mereka. Jepek-jepek - hidup itu harus rata net atau ca wa main ca ite main yang berarti dalam bertindak, bertutur kata harus tepat, benar, pasti dan jujur. Sesa nai ite - berbesar hati. Cancar paka - hidup jangan menjadi jurang bagi orang lain atau adil].
Sila ketiga, Kope Oles Todo Kongkol. Hal itu tampak dalam ungkapan nai ca yanggit tuka ca leleng; impung ce tiwud neka woleng wintukd, ka'eng ce waed neka woleng taed, kope oles todo kongkol. Di sini neka kope harat bali; neka behas neho kena, koas neho kota, nggesol one kembo, cecuk duhu redu, nggernggatangs du ngampang; pola gomal, embes beta, kapu pa'u, ceres kekep, inggos siong.
[Nai ca yanggit tuka ca leleng - satu hati dan tujuan. Impung ce tiwud neka woleng wintukd, ka'eng ce waed neka woleng taed - tinggal dalam satu telaga jangan berbeda tindak tanduk, tinggal dalam satu kolam jangan berbeda kata. Kope oles todo kongkol - Saling mengikat dan tumbuh bersama. Di sini yang dilarang adalah neka kope harat bali - jangan mencuci tangan atas persoalan yang dihadapi. Neka behas neho kena, neka koas neho kota, nggesol one kembo, cecuk duhu redu, nggernggatangs du ngampang - jangan terlepas seperti pagar, terbongkar seperti tembok batu, terperosok ke lubang, terjatuh ke kemiringan, dan jangan jatuh terguling-guling di jurang yang dalam. Neka pola gomal, embes bete, kapu pa'u, ceres kekep - jangan jatuh saat dipikul, robek saat digendong, jatuh saat digendong, meraung-raung saat digendong di dalam ketiak. Dan, inggos siong - datangnya meriang sebagai angin kematian].
Sila keempat, Mu'u Tungku, Lema Emas Laro Jaong Ro'eng Do. Hal itu tampak dalam ungkapan mu'u tungku laro jaong, wancing nggaring we'ang gerak, nai ngalis tuka ngengga, mu'u luju lema emas. Di sini neka pangga pa'ang, doal dongkar, mohas momang, pa'u naun, pa'un patun, timpok inggos, recutn nggewur, ramen nggael, roas ponggal, raups semambu, ncihings nggiling, kokets kope, raups racuk, komus korung, kokats wokat, campangn raha, cain rani, tuan kembeluak, jern mbewe, celas teka, lentangs weda, karongs sangkol.
[Mu'u tungku laro jaong - menjadi penyambung lidah. Wancing nggaring we'ang gerak - menerima dengan senang hati permintaan orang lain dan pembuka atau penunjuk sebagai terang. Nai ngalis tuka ngengga - bersedia, berbuka dan berbesar hati. Mu'u luju lema emas - berbicara yang sopan, lembut dan sejuk, disukai orang, menjadi panutan atau contoh. Yang dilarang di sini neka pangga pa'ang - jangan menjadi penghalang di gerbang. Doal dongkar - murka dari muka bumi karena tidak memiliki standar norma hidup, harapan hidup. Mohas momang - hilangnya rasa cinta. Pa'u naun - hilangnya citra diri, kepercayaan diri, hilang muka. Pa'un patun - hilangnya identitas sebagai tokoh model, tokoh panutan. Timpok inggos - tersandung saat melangkah maju kecil nan sopan. Recutn nggewur - terjadinya pertawuran. Ramen nggael - saling memotong nasib. Roas ponggal - munculnya rasa ingin menghukum orang dengan cara dipukul batang kayu. Raups semambu - saling bertemu dan bertarungnya pentung. Ncihings nggiling - berbunyi kerasnya perisai. Kokets kope - menangkis sembari menyingkirkan parang. Raups racuk - bertemunya jotosan, terjadinya saling jotos. Komus korung - terlepasnya lembing sebagai senjata ancaman, bertarung dengan menggunakan tombak. Kokats wokat - memegang lembing, semacam lembing tambat. Campangn raha - terjadinya penyebab perang tanding. Cain rani - datangnya perkelahian. Tuan kembeluak - munculnya sikap pembangkangan dan masa bodoh. Jern mbewe - lahirnya penolakan. Celas teka - timbulnya penendangan. Lentangs weda - saling tendang dan terlempar. Karongs sangkol - munculnya saling memusuhi, perbuatan menjatuhkan].
Sila kelima, Pati Arit Wingke Iret. Hal itu tampak dalam ungkapan pati gici arit, wingke gici iret. Di sini neka gege goa; neka cowel mo'eng de ro'eng; neka mohas agu cowak bora neho ola; neka nanang cangas hang data baling racap; neka wedi repi de ceki wu'al agu wura.
[Pati gici arit wingke gici iret - berbagi sama rata dan adil. Hal itu kendati sedikit semua harus merasakannya. Yang dilarang di sini adalah neka gege goa - jangan berat sebelah. Ceka cowel mo'eng de ro'eng - jangan mengambil sekalipun sedikit milik rakyat. Neka mohas agu cowak bora neho ola - jangan menghilangkan atau mengambil harta kekayaan bersama seperti menggayung telaga hingga tidak ada satupun yang tersisa makhluk hidup di situ seperti ikan, belut atapun udang di telaga yang digayung itu. Neka nanang cangas hang data baling racap - jangan mengambil dan membawa lari seperti seekor anjing yang membawa lari makanan dari teman dekat sekalipun. Dan, neka wedi repi de ceki wu'al agu wura - jangan melanggar perjanjian atau aturan yang ditetapkan Tuhan lagipula bersoal tegang dan tidak mau mengikuti adat yang baik yang lazim dari nenek moyang].
Langganan:
Postingan (Atom)