Ditulis oleh: Melky Pantur***).
Dirangkum lagi pada
Selasa, 22 Maret 2019.
BUDAYA DAN SEJARAH MANGGARAI DALAM PERSPEKTIF
DAFTAR ISI
Membaca Tanda-tanda Alam
Orang Nuca Lale
Tipu Daya Isteri Lalo
Koe Menyelamatkan Keperempuanannya
Nampo Ruha Teknik
Mengenal Identitas Soal
Ngelong Wujud Relasi
Harmoni Orang Nuca Lale dengan Roh Alam
Tuak Medium Komunikasi
Perjumpaan Budaya dan Persahabatan Orang Manggarai
Enam Ciri Actus
Spiritualisme Orang Manggarai
Menengok
Kisah Manusia Pertama di Nuca Lale Versi Golomori
Gendang Dibongkar,
Bunyi Gong dan Genderang Wujud Ekspresi Kegembiraan
Roko Molas Poco dan
Kisah 7 Gadis dari Alam Lain di Golomori
Goresan pada Batu
Tanda Kabar Dukacita bagi Orang Cumpe
Filosofi Bentuk Bulan Orang
Manggarai
Asal Mula Nama Lokasi
Wisata Alam Tengku Siwa di Reok Barat
Manusia Pertama di
Nuca Lale, Sebuah Kisah Kejadian
1). Membaca Tanda-tanda Alam Orang Nuca Lale
Orang
Nuca Lale sangat akrab dengan alam, baik ilmu alam akan datangnya hujan,
meminta hujan, keesokannya tidak akan turun hujan, petir, kemarau, tanda
kematian, situasi atau keadaan tertentu, anti petir, gempa bumi maupun ilmu
perbintangan sebagai sebuah tanda dan lain sebagainya.
Pertama, hujan. Jika keesokan hari akan hujan, orang Nuca
Lale akan mengetahuinya lewat sebuah keadaan alam persekitaran berupa hawa yang
panas pada malam hari, langit yang tampak tidak cerah seperti berkabut yang
menghasilkan hawa panas di malam hari, keadaan yang tenang dan bunyi 'tok
tok tok' dari seekor binatang liar bernama pake ngkek pasat taran
ta'ak (sejenis katak yang hidup di atas pohon berwarna hijau) di malam
hari ataupun di senja hari usai hujan. Tanda-tanda tersebut akan secara pasti
esok hari akan turun hujan dan berkabut disertai petir. [Pake ngkek pasat ta'ak.
Jika dia berbunyi di petang hari usai hujan, maka besok akan hujan dan jika
berbunyi sepanjang malam tok tok tok maka besok hari akan
hujan disertai petir. Penulis sudah menelitinya sejak Juni 2018 bahkan
sebelumnya karena ia berbunyi pada saat itu. Sekarang bulan November 2018, dia
mulai berbunyi lagi. Tanda kehadirannya akan menimbulkan hujan dan petir.
Penulis pada Minggu sore Pukul 05.00 WITA sore, 4 November 2018 kemudian
memantaunya. Ternyata binatang yang berbunyi tok tok tok ini
bersembunyi di atas rimbunan dedaunan mangga tepatnya di pohon mangga di atas
TK. St. Gabriel Ruteng. Penulis kemudian membututinya lalu menaiki pohon mangga
itu secara berhati-hati. Ia pun melompat dari daun ke daun lalu melompat ke
tanah. Memang butuh beberapa bulan untuk
mengamatinya yang pada akhirnya berhasil
mengabadikan suaranya dan bentuknya. Ia adalah sejenis katak dalam bahasa lokal
disebut pake ngkek pasat. Pasat artinya petir.
Setelah me-record suaranya dan untuk mencarinya tinggal membuka rekaman, dia
akan memberi tanda keberadaannya. Ini pengalaman yang luar biasa]. Manakala seekor
burung berwarna agak cokelat (dalam sebutan lokal orang Manggarai lazim disebut
sebagai ngkor) sebesar burung tekukur mengeluarkan suara maka hujan
akan segera turun. Dan manakala tokek berbunyi di siang hari secara panjang,
maka hujan akan turun tanpa disertai petir dan akan terjadi leso nderes (terik
matahari menjelang terbenam berwarna merah lazimnya disertai dengan gerimis dan
pelangi). Ketika mbareng pake pasat agu ntung, dipastikan hujan
sebentar lagi turun. Ketika hujan usai pake agu ntung berbunyi
itulah tandanya, ntung pun berbunyi menjelang petang mengintip
malam.
Kedua, meminta hujan. Tradisi meminta hujan sangat
beragam aksinya. Hal itu tergantung kelaziman tiap-tiap kampung. Hal itu dengan
maksud mempengaruhi Dewa agar mengatur posisi awan tebal di
langit. Masyarakat Taga di Ruteng, Flores, akan menggelar aksi ritual
khusus ke Tiwu Riung dekat bekas wae barong, ada sebuah danau kecil
dengan mana warga perempuan mengenakan gaun laki-laki begitupun sebaliknya.
Berdasarkan pengalaman, demikian Rofinus Tasing, warga asal Taga, hujan akan
turun usai digelarnya ritual. Begitupun aksi memalu air di galang (sebuah
tempat untuk memberi makanan babi yang terbuat dari sebuah pohon dalam bahasa
lokal disebut sebagai haju sita)
tersebut, aku Lambertus Dapur, warga asal Tambor Ruteng Runtu, dengan mana
ritual tersebut akan diiringi dengan beberapa nyanyian khusus. Sedangkan, haju sita yang
oleh Suku Paku Mundung yang berasal dari Kasong Ndoso yang sekarang berkembang
pesat di Golo Borong, Cibal Timur, kata
Maksimus Gandur, warga asal Cibal, sebagai tempat digantungnya kuni
ngong putes atau puser. Usai tali plasenta dipotong, puser tersebut
digantung di luarnya harus dibalut dengan ijuk enau (wunut dalam
bahasa lokal). Ritual
meminta hujan sangat bervariasi tergantung kebiasaan dari sebuah kampung
tersebut - hal itu tengah ditelusuri Penulis.
Ketiga, esok hari hujan batal turun. Ada dua
kemungkinan sebagai tanda alam keesokan hari tidak akan turun hujan melalui
pertanda di mana pada malam hari akan terasa dingin, angin sepoi-sepoi, langit
pada malam hari cerah. Bintang kelihatan terang dan tampak hening.
Keempat, kemarau pendek dan panjang. Jika dalam beberapa pekan
tidak akan turun hujan besar, maka tiupan angin pada pagi, siang, sore hari
tidak cukup kencang, itu pertanda dalam dua hingga tiga hari tidak akan turun
hujan. Jika, anginnya kencang (dalam bahasa lokal disebut buru warat)
bahkan bisa menumbangkan pohon, artinya bisa dalam tiga pekan tidak akan turun
hujan besar meski hanya rintik saja. Selain tanda hadirnya angin, tanda lain
adalah suara yang dihasilkan oleh njieng (semi). Jika hanya
satu saja njieng yang berbunyi maka kemarau sifatnya sesaat
tetapi jika berbunyi dalam gerombolan
besar maka secara pasti kemarau akan panjang. Selain itu, dalam ilmu
perbintangan, kemarau juga ditandai dengan hadirnya bintang timur (dalam bahasa
Manggarai disebut ntala gewang) di pagi hari yang cerah. Bintang
tersebut seakan bersabda dengan alam ciptaan. Ketika cais salo one mai
tana itu adalah tandanya bahwa musim kemarau akan segera tiba dan sebelumnya
diawali dengan musim dureng.
Kelima, petir. Petir muncul akan ditandai dengan
suara dari seekor binatang liar sejenis katak yang berbunyi tok
tok tok, maka keesokan hari akan petir, mendung dan hujan. Jika, bunyinya pendek
maka petirnya pendek, jika berbunyi tok tok tok secara terus
menerus maka petir (pasat) akan berkepanjangan. Dominikus Babu, warga
Coal menuturkan, kehadiran binatang liar yang berbunyi tok tok tok menandakan
petir akan datang pada keesokan harinya-Penulis kemudian mengecek kebenaran
tersebut, ternyata itu adalah pake ngkek pasat ta'ak. Meski petir hadir dengan tanda khusus, bagi
orang Manggarai, memahami dengan baik apa antinya. Antinya adalah remang wangkung, wako dan haju
nao. Orang Manggarai menanam wangkung dan nao di lingko dengan
maksud menangkal petir. Ketika disambar petir, maka obatnya adalah
bermandikan lumpur kerbau (purang de kaba). Sehingga, masa lampau orang
Manggarai sangat akrab memelihara kerbau.
Keenam, tanda kematian. Tanda kematian bagi orang
Manggarai ditandai dengan hadirnya londe, api ja dan mata
mbere. Selain itu, hadirnya binatang liar seperti tokor hocu, rangang,
bau menyengat di dalam rumah seperti bau bangkai, ayam berkokok hanya sekali
saja dan disahut oleh ayam lain hanya sekali juga seekor katak memasuki rumah
Anda, itu adalah kabar dukacita. Caranya agar terhindar, jangan dimarahi, bila
binatang mesti di-wada (ungkapan perjanjian dengan roh alam, jiwa
agar tanda tersebut tidak akan terjadi) dan ditaruh pada tempat semestinya Apabila
dua ekor muit (sejenis burung rajawali) berpasangan berbunyi
di udara secara terus menerus, itu adalah tanda. Dan bilamana hanya seekor atau
banyak anjing menggonggong panjang di malam hari itu adalah sebuah tanda tidak
baik. Jika ada sejenis ular walok berwarna
hijau memagut tiang tonggor rumah Anda, itu pertanda petaka
akan datang. Cukup ber-wada dan biarkan ia pergi, tidak boleh
dilukai. Bila po (burung hantu) berbunyi pada malam hari
hanya tiga kali, itu adalah tanda sebagai kabar kematian. Jika lebih dari tiga
kali maka ia tengah mencari tikus. Dan manakala, berbarengan dengan rok maka
di sana terdapat niki. Rok (sejenis burung hantu endemik
Flores) dipercaya sebagai pengkabar dan pemanggil niki (kalong).
Bila pula mendengar dan melihat bunyi burung yang aneh, tampak bingung,
sendirian terus menerus berbunyi dan cukup lama sebaiknya meminta agar jauh
dari malapetaka. Dalam ilmu perbintangan, jika melihat sebuah bintang bersinar
terang dan agak besar pada malam hari dan bintang itu bergerak atau berjalan
tidak seperti bintang lainnya yang hanya seperti berada di tempatnya, itu
adalah tanda ada pemimpin besar yang ke akhirat. Jika Anda melihat seorang
perempuan berpakaian serba putih, naik di atas sebuah pohon dan memanggil binatang
piaran seperti seekor atau banyak babi maka itu adalah tanda kehilangan
keluarga. Semisal melihat api unggun di malam hari dalam sekejab lalu
menghilang, ketahuilah itu adalah tanda yang tidak bagus. Berdoalah agar
dijauhi dari petakanya. Bila njieng poso (semi hutan) yang
berukuran kecil biasanya ada yang berwarna hijau, cokelat berbunyi pada malam
hari di rumah Anda sebagai tanda pengkabaran yang tidak baik. Pada saat hendak
menguburkan orang mati peti jenazah terasa berat padahal seharusnya tidak berat
kemudian pada saat menggali kubur saat diukur dengan corpus tepat
tetapi pada saat hendak dimakamkan tidak pas, maka itu pertanda tidak baik. Hal
lain adalah melihat tubuh orang lain secara nyata, bukan bayangan. Itu adalah
tanda tidak baik.
Ketujuh, air laut naik. Bila pada malam hari air
laut naik, ayam akan berkokok secara bersahutan lebih dari satu
kali bahkan lebih dari tiga kali. Biasanya, hal itu diketahui oleh
orang gunung. Dan bilamana seekor anjing atau banyaknya ekor anjing
menggonggong ke arah laut, maka tanda bombang wae tacik ga (tsunami
akan datang). Bila demikian, segeralah menghindar
ke tempat yang lebih nyaman.
Kedelapan, keberuntungan. Jika pada malam hari melihat
batu meteor jatuh dan berkilat yang kemudian menghasilkan ta’i ntala (benalu)
maka keberuntungan bagi orang bersangkutan. Dan bila saja melihat sebuah
bintang di langit tampak bersinar cerah dan seolah-olah memperhatikan Anda, itu
sebagai tanda akan ada sukacita yang besar bagi orang itu.
Kesembilan, gempa bumi. Jika Anda melihat seorang Yang
Lanjut Usianya turun dari langit, maka gempa bumi akan segera terjadi dan
bencana besar akan segera menimpa bumi. Bila melihat orang Yang Lanjut Usianya
keluar dari kawah gunung berapi maka gempa bumi tidak akan terjadi. Gunung
berapi itupun tidak akan aktif dalam waktu yang ditentukan.
Kesepuluh, negeri yang adem. Bila Anda melihat seorang
perempuan cantik nan elok di angkasa berpakaian indah, maka negeri itu akan
diberkati tetapi syaratnya harus berdoa. Bilamana di atas tempat tersebut
banyak keserakahan dan tidak ada ucapan syukur secara pasti di bawah tempat
kehadirannya akan terbakar dan panen akan gagal, penyakit tanaman akan menimpa.
Dan andai saja, di atas compang, Anda melihat turun dua orang yang
berpakaian terang bak sinar bercahaya, putih seperti salju maka negeri itu
diberkati Yang Kuasa.
Kesebelas, lautan yang tenang. Bila Anda melihat
seorang puteri cantik muncul dari laut menuju ke permukaan berpakaian hijau, di
kepalanya terdapat mahkota ratu dengan berbagai hiasan indah di tubuhnya, maka
air laut dan samudera akan tenang. Dan manakala ada seorang lelaki berenang di samping
kapal Anda, keselamatan menuntun Anda. Bila Anda melihat seorang pria berjubah putih, berambut ikal
panjang, berparas tampan maka perjalanan Anda di lautan akan teduh dan
tenang.
Keduabelas,
hasil panen melimpah. Manakala dari langit turun hujan disertai es batu sebesar
biji jagung (usang bua) di daerah tropis seperti di Nuca Lale, maka akan
terjadi hasil panen yang melimpah. Dan jika Anda melihat dua ekor ular di
persawahan padi Anda yang tengah menguning atau ular biasa bukan ular hijau
atau berbisa, berbahagialah Anda karena panen Anda akan berlimpah. Ambillah
ular tersebut dan bawalah ke tempat yang nyaman dan biarkanlah mereka hidup. Semisal
Anda melihat sejenis ular hitam berukuran seperti jari kelingking dan panjang
sekitar 30 cm di sebuah pohon yang berbuah, bergembiralah karena pohon itu akan
menghasilkan buah yang berlimpah. Biarlah ular itu pergi, janganlah dilindasi
ataupun dipukuli. Jika ada sebuah burung kokak berbunyi,
dengarlah bunyinya maka itulah yang Anda dapatkan. Bila dia melarang, sebaiknya
diikuti. Kokak memberi tanda khusus yang lazim terucap dalam
bentuk bunyi ungkapan: lando woja koka koak, lando woja koka koak,
lando latung koka koak lando latung koka koak. Itu tandanya padi dan
jagung Anda tengah berbunga sekalipun Anda tidak pernah melihatnya. Tak hanya
demikian, bila ada tanda seperti weris ruha one woja, manga joreng puar
one woja, sawot ruha de pake. Itu semua adalah tanda-tanda yang baik. Ketika menjelang musim panen, banyak terlihat burung tekukur maka itu
adalah pertanda kedamaian dan kegembiraan dan panen yang berlimpah. Burung
tekukur sebaiknya jangan diburu dan ditembak oleh senapan dan ketapel. Hal mana
ketika ada banyak burung nuri (ngkeling) yang berbunyi di musim pohon
ampupu berbunga itu adalah tanda kemerdekaan, kedamaian dan kesejahteraan dari
masyarakat persekitaran. Bila pada saat padi Anda tengah berat (bunting)
mau berbunga lalu ditiup angin yang lumayan kencang sehingga padi Anda
melambai-lambai, maka panenan Anda akan berkelimpahan namun manakala hujan
datang pada saat padi Anda tengah berbunga dan mengeluarkan bulir, panenan Anda
akan gagal.
Ketigabelas,
tanda kesialan. Bila Anda pergi ke suatu tempat dengan tujuan khusus, ada
ular yang melintang di jalan setelah ditabrak orang, maka janganlah berharap
penuh sebab cita-cita akan gagal. Syaratnya untuk urusan pribadi, jangan
dihiraukan berusahalah jika itu urusan penting sebaiknya berdoalah. Jika Anda
tak melihatnya, berbahagialah Anda. Bila Anda bersin (wenang) atau orang
lain bersin tanpa ada penyakit influenza, maka berhentilah barang sejenak dan
merokoklah atau berdoalah agar tidak terjadi kecelakaan saat Anda hendak
bepergian. Jika Anda terantuk pada sebuah batu (timpok) ketika pergi ke
suatu tempat dengan tujuan yang penting, berusahalah untuk mengurungkan niat
itu karena perjalanan tersebut akan sia-sia. Seumpama mendengar bisikan
Roh Ilahi untuk jangan bergegas, sebaiknya niat itu dibatalkan karena cita-cita
tidak tergapai. Manakala, telapak tangan kanan Anda merasa gatal maka Anda akan
memberi sesuatu kepada orang lain. Bila ular hijau menggigit jari telunjuk Anda
dan jari lain sementara Anda tidak apa-apa, maka segeralah dibuat rekonsiliasi karena kesialan menimpa Anda. Anda akan kehilangan
nyawa di kemdian dalam beberapa tahun. Harus digelar ngelong. Jika
Anda melihat sejenis ular dalam bahasa lokal disebut mbawa rani, yaitu
ular tingkat ketiga dari metamorfosis ular hijau, janganlah membunuhnya tetapi
berusahalah untuk ngelong (rekonsiliasi) secara adat begitupun bila
melihat manungge. Bila pula Anda melihat kaka ireng mu'u
bali (ular kecil berkepala sebelah menyebelah) perlu digelarlah wada karena
itu tanda kesialan. Kalau Anda memotong balok pada saat membuat rumah, saat
diukur pas tetapi begitu dipasang menjadi pendek dan itu berulang – ulang, maka
itu pertanda sial dan malapetaka. Kemudian ketika Anda melihat seorang tukang
memasang balok secara terbalik dan salah satu balok melintang tepat di atas tengah
pintu masuk segeralah diperbaiki. Dan bila ada sebuah pohon yang hendak
dijadikan sebagai balok atau papan saat menebangnya Anda berusaha menghindari
lintasan sebuah kali namun angin bertiup hingga melintang di atas sungai atau
mata air, sebaiknya jangan dipakai cukup dijadikan sebagai kayu bakar saja
meski kualitasnya baik. Bila ada seseorang yang menabrak seekor kucing di
jalan, itu adalah pertanda tidak baik. Lazimnya, jika demikian harus membungkus
dagingnya dengan baju yang kita pakai sebagai sungke lalu
dikuburkan dengan baik-baik. Begitupula, ketika mendengar suara bunyi genderang
dari mata air pada malam hari di sebuah kampung adat sementara semua orang
dalam kampung tersebut sudah tidak terjaga, maka kampung tersebut akan dilanda
musibah. Segeralah menggelar rekonsiliasi berupa takung naga golo (memberi
makan roh penjaga kampung). Sebuah ritual adat sifatnya sangat sakral tetapi
akan menjadi sial manakala saat kerbau congko lokap disembelih,
tanduknya menghadap ke pintu rumah adat (Gendang) dan bila saja toto urat tidak baik termasuk toe bombong pesu berarti
permintaan kepada wura agu ceki belum diamini. Bila seekor
anjing piaraan, bermain di depan lalap di mana orang-orang
tengah mengetam padi, itu pertanda tidak baik. Lalap adalah
jalur yang ditentukan sejak awal sebelum dimulainya mengetam dengan ritual
khusus dan padi yang tengah dingetam tersebut dipanggil ker woja.
Keempatbelas,
tanda keberuntungan. Jika saja, Anda salah memakai baju secara terbalik dengan
gerak refleks maka Anda akan kerezekian. Seandainya, Anda memakai terbalik
celana dalam maka ada seseorang yang pernah Anda cintai merindukan Anda
biasanya lawan jenis. Jika telapak tangan kiri Anda merasa gatal, maka Anda
akan menerima rezeki berlimpah terpegantung lamanya gatalan sebaliknya telapak
tangan kanan, Anda akan
memberi. Bila Anda tengah melihat daun bergoyang
sendiri, nischaya rezeki menghampiri tetapi janganlah memotongnya karena itu
adalah batas pintu menuju alam bidadari.
Selain itu, pada saat Anda memasuki rumah orang dan mereka tengah makan,
maka berbahagialah Anda. Anda melihat dua ular hijau tengah bercinta, maka Anda
akan mendapat rezeki. Janganlah dibunuh,
tetapi dibiarkan saja.Pada saat dibuatnya ritual adat, ayam kurban berkokok
tiga kali dan itu kerap terjadi pada kesempatan yang berbeda dapat dipercaya
sebagai anggan bahwa perjuangan itu disinyalir akan sukses,
direstui oleh Morin, Wura agu Ceki. Bila pada saat memotong pohon
untuk kepentingan pembangunan rumah sendiri dilakukan pada saat bulan purnama (penong
wulang) dan tidak ada halangan (dipotong siang hari), maka rencana Anda akan sukses.
Kelimabelas, diperbincangkan orang. Jika gendang
telinga Anda berdengung (neong), maka ada yang menceritakan nama Anda.
Kalau bagian kanan (bicang) berarti cerita baik, jika kiri cerita buruk.
Semisal, jari kaki telunjuk Anda seperti ada yang menggigit maka ada orang
tengah menceritakan nama Anda, kalau bagian kanan baik, jika kiri berarti pocu (cerita
buruk). Jika, sulit menelan makanan dan cekes(batuk kering saat
makan ataupun meminun air atau deleng) sebagai tanda ada orang yang
menceritakan nama Anda.
Keenambelas, kedatangan tamu. Bila Anda persis lagi mengangkat sendok
pertama dan hendak mencicipi makanan dan saat itu Anda bersin (wenang)
maka akan menyambut tamu yang datang menjumpai Anda. Bila pada saat Anda
menyalakan api di dapur dengan kayu bukan dengan bambu terjadi seret
lancing(menyala seperti ada gas), maka Anda akan kedatangan tamu. Ketujuhbelas,
mata air yang sakral. Jika Anda melihat ada beluk besar pendek (tuna tompok)
di mata air, ada pula hidup hanya seekor ular di situ, terdapat ikan yang tidak
dipelihara hidup sendiri lalu terdapat katak, maka mata air itu adalah air
kesembuhan dan sangat sakral dan juga dipenuhi tokor hocu. Bila air itu dingin
sekali mengandung gula (mecik), itu adalah air yang menyehatkan. Bila
terdapat kepiting yang hidup di mata air tersebut, air itu hanya air minum
biasa bukan sakral dan tidak berkasiat hanya saja ada kandungan aneh di
dalamnya. Dan bila mata airnya lemba, long maka air itu lazim
digunakan sebagai pemandian untuk pembersihan kulit.
2). Tipu Daya Isteri Lalo Koe Menyelamatkan Keperempuanannya
Kewibawaan seorang
perempuan bukan terletak pada pengetahuannya, bukan pula pada kekayaan yang
melekat padanya, bukan pula kekuasan yang disematkan padanya, bukan pula pada
kecantikannya tetapi kewibawaan seorang perempuan terletak pada bagaimana ia
mempertahankan keperempuanannnya, kemahkotaannya tetap utuh dan monogam. Ia
tidak memberikannya pada tombak yang lain. Ia terikat pada satu tombak. Ia
menjadi sarung tombak yang tanpa karat, terbuat dari emas 24 karat, tanpa
ternoda dan rusak, tidak berpindah tombak. Keberadaannya yang monogam dan
takterceraikan menyatu abadi tanpa sekat dan cela celah. Hal itu sarat dengan sikap tidak toleran dan
menghindari skandal berat perempuan sejati "Nderu Ta'a" sebagai
keberasalan asli isteri Lalo Koe. Betapa tidak, ia memanfaatkan kecerdasannya
untuk menghindari stigma hitam "lage
loce" atau bersenggama selingkuh. Nderu Ta'a, julukannya mau
mempertahankan kesucian cintanya dengan cara apa pun. Nyawa sekalipun menjadi
taruhannya. Ia melihat, keperempuanannya yang suci menjadi tolok ukur intimitas
dan harmoni keluarga inti. Ia tidak mau tersandung dalam prinsip ada kesempatan
dalam kesempitan sehingga kesempitan menjadi tameng pembenaran diri di depan
moral dan etika. Ia melihat, ia harus menghargai etika yaitu mencintai suaminya
dengan segenap hatinya, jiwanya dan kekuatannya dan berkewajiban
mempertahankannya tanpa pamrih sebesar apa pun godaan datang menghantui
sekalipun hayat di kandung badan menjadi taruhannya Kiat dan niat akan
harmoninya kehidupan bersama suaminya terbukti dan membuahkan hasil.
Kenischayaan menghiasi hari-harinya yang penuh bahagia bersama empunya
pelempiasan hasrat cinta erotik.
Simak ceritanya:
Sejarah Lalo Koe dan Wengke Wua di Todo.
Tulisan ini merupakan copas dari tulisan saya tentang
Golo Nderu di Kecamatan Ruteng (2017) agar bisa mempermudah akses Pembaca
Budiman].
Kilasan Cerita Lalo Koe.
Pada zaman dahulu, ada kakak beradik tinggal di Todo.
Nama mereka Wengke Wua dan Lalo Koe.
Wengke Wua sebagai seorang kakak, sedangkan Lalo Koe seorang adik.
Awal Kisah.
Mereka berdua masih bujang atau belum mempunyai isteri.
Di Todo Pu'u, ada satu pohon nderu yang buahnya hanya dua. Tidak ada pohon nderu lain di situ. Si Wengke Wua
memilih nderu atau jeruk yang lebih
tua (borot dalam bahasa Manggarai), sedangkan adiknya memilih yang masih muda.
Hal itu karena si Wengke Wua memaksa adiknya untuk memetik yang belum matang.
Si adik pun mengamini saja, maka mereka pun memetiknya.
Keajaiban.
Siapa sangka, sebelum mereka memakan dua buah jeruk
tersebut, kedua jeruk tersebut berubah menjadi dua orang perempuan. Jeruk yang
belum matang berubah menjadi seorang gadis belia nan cantik rupawan, sementara
jeruk yang sudah ranum menglangsat berubah menjadi perempuan yang agak tua.
Iri dan Cemburu.
Betapa terkejutnya si Wengke Wua karena Lalo Koe mendapat
gadis belia sementara dirinya mendapat perempuan tua. Mereka pun bersitegang
dengan mana si Wengke Wua bersikeras memaksa adiknya untuk menjadikan gadis
belia itu sebagai isterinya. Keduanya pun saling cemburu merebut gadis belia
itu.
Tipu Daya Wengke Wua.
Suatu hari, Wengke Wua mengajak Lalo Koe berburu babi
hutan. Bukannya babi hutan yang mereka lihat malahan rutung (babi landak). Mereka membawa serta anjing mereka. Tiba di nua rutung (lubang masuk babi landak),
anjing mereka mengikuti rutung tersebut ke dalam lubang. Lalo Koe turut ikut
masuk ke dalam. Kesempatan emas itu pun dimanfaatkan oleh Wengke Wua untuk
menutup lubang masuk itu dengan batu. Lalo Koe pun tertinggal di dalam.
Laporan Palsu.
Tiba di kediaman dengan isak tangis, Wengke Wua
melaporkan kepada isterinya dan isteri adiknya bahwa adiknya Lalo Koe telah
tiada, diserang babi hutan. Isteri Lalo Koe sempat merasa kehilangan namun ia
sama sekali tidak percaya begitu saja.
Perjanjian Ceki.
Menurut Sobina Sidung - seorang Nenek dari Penulis yang
menuturkan sejarah itu saat Penulis masih SD), di dalam gua yang gelap itu
terdapat ruangan yang besar dan banyak babi landak di situ. Ruangan bagian
dalam yang gelap itupun berubah menjadi terang. Betapa kagetnya si Lalo Koe,
bukannya rutung
yang dia lihat tetapi para manusia. Dibuatlah perjanjian
dengan Lalo Koe di mana pihaknya siap menolong Lalong Koe asalkan saja mereka
jangan memangsa keturunan mereka termasuk keturunan Lalo Koe di kemudian hari.
Perjanjian itupun dilakukan. Para manusia babi landak tersebut pun menggali
lubang keluar dan sambil bernyanyi para siluman tersebut pun berhasil
mengeluarkan Lalo Koe dengan selamat.
Upaya Perselingkuhan.
Niat bersenggama Wengke Wua kian menjadi-jadi. Dia sering
menawarkan isteri Lalo Koe untuk bercinta erotik. Pelbagai cara dilakukan
Wengke Wua untuk mendapatkan mahkota kecantikan isteri adiknya, namun selalu
mendapat jalan buntu. Memang sesuai asa awalnya, dorongan untuk menggapai
'pengalaman puncak' - dalam Teori Motivasi terutama berkaitan dengan cinta
erotik Abraham Maslow), dengan isteri adiknya dari detik-detik kian memuncak,
sayangnya kiat narsis libidonya itu senantiasa terhalang rasionalisasi isteri
adiknya yang cerdik itu.
Haju Uwu Penyelamat.
Tiap kali Wengke Wua hendak menawarkan persetubuhan,
isteri Lalo Koe selalu menunjukkan benda merah di tangannya. "Ayolah
sayang, kita bercinta", demikian Wengke Wua. Dengan cerdiknya perempuan
itu menunjukkan warna merah di tangannya dan berkata: " Aku lagi datang
bulan. Lihat saja darah di tanganku ini!". Wengke
Wua merayu lagi. "Ayo sayang, saatnya tiba!", bujuknya. "Maaf
aku tengah datang bulan," kata Nderu Ta'a
kepada Wengke Wua. "Biar, tidak apa-apa!," jawab Wengke Wua.
"Sebaiknya jangan dulu, nanti apamu kemerahan dan kotor!," sanggah
Nderu Ta'a menolak.
Wengke Wua percaya begitu saja tanpa investigatif.
Ternyata, isteri Lalo Koe ini mengambil kulit haju uwu - kaer loken, dan melumaskan ke tangannya agar pada saat
Wengke Wua berhasrat tinggi, niatnya luntur karena melihat haid di tangan
isteri adiknya. Upaya isteri Lalo Koe pun berhasil.
Permainan Caci.
Baduk kemudian menuturkan tidak lama berselang, persis
ada caci di dekat Todo waktu itu. Lalo Koe yang belum kembali ke rumahnya
mengikuti caci. Lalo Koe ini pandai bernyanyi. Isterinya pun mendengar nenggo
dan landu dari suaminya. Ia memperhatikan betul tarikan suara dari suaminya
itu. Kemudian, ia menonton caci dan memperhatikan serius suaminya. Sontak ia
mulai kegirangan kendati masih sangsi.
Dendam yang Terbalas.
Kejengkelan hati Lalo Koe terobati. Pada saat itu, Wengke
Wua mengikuti caci. Mereka pun par cama tau - baku lawan adik kakak. Amarah
Lalo Koe pun memuncak, ia memecuti Wengke Wua hingga rowa - tewas di arena caci. Lalo Koe pun tak dipersalahkan dan
sejak saat itu, ia kembali bersatu dengan isterinya di Todo, sementara isteri
Wengke Wua menghilang entah pergi ke mana.
Keturunan Lalo Koe.
Lalo Koe memperanakkan Ndampa, Ndampa memperanakkan Sola,
Sola memperanakkan Kondo, Kondo memperanakkan Baduk atau dikenal dengan Podok,
Baduk memperanakkan Kapu, Kapu memperanakkan Nggoro dan Nggoro Memperanakkan David Jampur. Anaknya Baduk atau Podok
tidak hanya Kapu tetapi juga Tontang, Nggai dan Pempo.
Masuknya Orang Asing.
Orang asing dari luar membawa atas nama Raja kemudian
memasuki Todo. Ndampa pun berpindah dari Todo Pu'u ke Todo Koe atas perintah
mereka.
Tapak Ndampa.
Ndampa bersama Sola diperintahkan oleh Todo untuk purak wajo kampong atau memerangi Limba
dan Ndueng. Limba dan Ndueng pun lari porak poranda, sehingga atas keberhasilan
tersebut Raja pun menyerahkan Lingko Rengga di Papang dengan batas timur Wae
Mantar, batas selatan Cunga Ulu Ngali, batas barat Wae Kaman dan batas utara
Wae Ros.
Orang Kepe Asli Melarikan Diri ke Poco Leok.
Orang Kepe asli pun ketakutan bila Ndampa dan Sola akan
menyerang. Agar tidak menerima resiko, mereka pun bertolak ke Poco Leok. Ndampa
pun tinggal di bangka Kepe di Limbung dari Todo Koe.
Penjara.
Dulu ada namanya rampas
- perang yang tersembunyi tanpa ada pemberitahuan ke pihak sebelah atau purak. Mereka purak ke Narang. Mereka
menjarah semua padi yang sudah dingetam atas perintah Todo. Keturunan Ndampe
dan Sola tersebut mengambil juga lepo dari orang Narang. Lepo tersebut terbuat dari anyaman
pandan yang dibuat dalam
bentuk karung. Ternyata, orang di Narang menaruh rapu atau mayat di dalam lepo tersebut. Kapu bersama tentaranya
membawa serta mayat di dalam lepo tersebut. Semua orang purak tersebut pun disel dan kemudian mereka ditarik untuk tinggal
di Pongkor bahkan karena kecerdasan mereka, mereka malahan dijadikan sebagai
jubir Pongkor.
Persebaran Keturunan Podok atau Baduk.
Beka agu buar semakin berbuah bagi keturunan Baduk,
generasi Lalo Koe. Keturunan Baduk pun sudah tersebar di Timbun, Ruwat,
Mbelaing, Lida, Beo Kina, Kotok dan Nderu.
Kusu Kisah Lampau.
Keturunan Baduk awalnya bersama Suku Mbaru Asi datang
dari arah Selatan di Satar Mese untuk tinggal di Ngkor tetapi Suku Mbaru Asi tidak
mau. Suku Mbaru Asi hanya menguasai Kusu dan Gendang Kusu awalnya milik Suku
Mbaru Asi. Namun, kemudian mereka tidak mau lalu memilih untuk menetap di
Cumbi, sehingga di Cumbi banyak Suku Mbaru Asi sekarang ini.
Ekspedisi Hijrah.
Setelah lama di Pongkor, keturunan Ndampa, Sola sampai
pada Tantu pada garis keturunan berikutnya bertugas menjaga Lingko Nua dekat
Wae Rani, dari Lingko Nua mereka kemudian bertolak ke Lolang dari Lolang ke
Mantek Poncung kemudian ke Lao dan Ngkor. Keturunan tersebut pun ada yang
tinggal di Likeng, Kotok dan beberapa kampung lainnya sekarang ini.
3). Nampo Ruha Teknik Mengenal Identitas Soal
Ngelong Ruha.
Ada pelbagai cara mengenal identitas soal ala Manggarai. Ada
tertulis: Tidak ada segala sesuatu yang tersembunyi yang tidak terungkap.
Segala sesuatu yang tersembunyi di bawah kolong langit pasti akan bisa
terungkap. Bagi orang Manggarai, Flores, hal itu dapat diketahui melalui nampo ruha. Memang, tidak hanya nampo ruha,
teka latung dapat juga menjadi teknik lainnya yang tepat. Dalam ilmu
kedokteran, visum et repertum, tes
DNA menjadi teknik ampuh mengenal identitas suatu soal. Meski teknologi canggih
dewasa ini kian menguat namun cara lain ala Manggarai begitu sederhana, cukup
menyiapkan beberapa biji jagung dan telur ayam kampung saja, suatu soal dapat
dipecahkan bahkan mampu mengetahui umur seseorang ketika misalnya terkena atau
sedang sakit.
Teknik nampo ruha
dapat dilakukan manakala seseorang tengah sakit. Apakah seseorang dapat
diselamatkan atau tidak, kita bisa menanyakan di telur. Telur akan menjawab
kegelisahan Anda. Lalu, bagaimana caranya? Nah, ambilkan sebutir telur ayam
kampung. Pecahkan bagian sisi yang agak datar. Setelah dipecahkan, mulailah
berbicara dengan telur itu. Jika telur itu tumpah atau pecah ketika Anda
melempar dari telapak tangan yang satu ke yang lainnya, maka apa yang Anda
harapkan menjadi sia-sia. Bila seseorang tengah sakit, janganlah membawanya ke
dokter sebab itu sia-sia karena orang itu akan meninggal.
Nampo ruha juga dapat diberlakukan pada soal-soal lainnya, misalnya
menanyakan siapa pelaku dari suatu soal. Telur itu akan menjawab Anda. Telur
itu tidak akan menipu Anda. Memang hasilnya antara dua, menggembirakan atau
justru membuat Anda semakin gelisah.
Kemudian, mengapa harus menggunakan telur? Jawabannya
telur adalah makhluk hidup yang tidak dapat melihat, tidak mempunyai kaki.
Telur belum mengenal dunianya. Dalam agama-agama tertentu, telur dipercaya
sebagai asal dari Dewa tetapi dalam kehidupan orang Manggarai, isi telur adalah
representasi dari awal kehidupan?
Lho, mengapa tidak menggunakan telur yang lain? Nah, ayam
kampung adalah binatang pengkabar. Ayam adalah binatang yang mengenal waktu
yang dekat dengan manusia. Kemudian, bagaimana dengan teka latung? Sistim teka
latung menggunakan hitungan genap dan ganjil. Teknik ini digunakan sejak
lama one nenek moyang orang Manggarai, Flores. Mengapa tidak menggunakan biji
padi? Beberapa pertimbangan, jagung adalah tetumbuhan musiman yang hidup di
darat. Jagung dapat tumbuh di mana saja selain itu jagung memiliki biji yang
cukup besar ketimbang padi.
Mengapa tidak menggunakan kacang panjang? Soal itu jagung
dipilih karena adalah simbol persekutuan dan hidup dalam komunitas. Jagung
lambang kekuatan dan kejujuran. Jagung tidak sama dengan tetumbuhan lain
sebagai lambang kesopanan. Jagung tegak lurus dan bersekutu satu sama lain.
Jagung berbuah mengarah ke langit.
4). Ngelong Wujud Relasi Harmoni Orang Nuca Lale dengan Roh Alam
Hendrikus Sonto dan
Sebastiana Lahut saat melakukan ngelong
di dekat Wae Kunce. Ngelong itu
dilakukan karena pematang sawah yang berbatasan dengan kali Wae Kunce ditutup
oleh longsor. Akibat longsor itu, roh alam menjadi geram. Kehidupan orang Nuca
Lale dengan alam sejak baheula tampak begitu dekat. Relasi yang dibangun bukan
hanya relasi pertemanan biasa tetapi bahkan menjalin relasi intim yang begitu
kental hingga menghasilkan keturunan. Bagi orang Manggarai, relasi manusia
dengan roh alam (darat atau bidadari) hanya dibatasi oleh saung ri'i ta'ak
(daun ilalang hijau).
Ketika seseorang dapat
membuka rahasia pembatas itu, perkawinan mulai dibangun. Ada banyak generasi
masa kini yang merupakan hasil dari relasi perkawinan dengan roh-roh alam.
Selain darat yang hanya dibatasi saung ri'i ta'ak juga mereka dipercaya hidup
di dalam tanah. Rumah tinggal mereka
berada di dalam tanah. Maka, ketika tempat tinggal mereka dihancurkan oleh
manusia, entah sengaja atau tidak, mereka kemudian membangun relasi jarak.
Mereka kemudian membangun permusuhan dengan wakar (jiwa manusia). Bahkan, roh
manusia (ase ka'e weki) yang
melindungi harus bertarung dengan roh-roh alam. Bagi yang tidak kuat, setelah
wakar diambil, maka tubuh pun turut diambil.
Berita
tentang retaknya relasi, lazimnya diinformasikan melalui alam mimpi. Mimpi
memberi petunjuk kepada rekonsiliasi dan sebab musabab dari sakit bahkan
kematian.
Karena petunjuk
mimpi, dibuatlah rekonsiliasi atau ngelong
di tempat di mana penyebab terjadinya sakit dan penyakit. Selain mimpi, ngelong dapat diketahui melalui toto one ata pecing, ko ata jangka, ko ata
wae nggereng (paranormal). Terkadang, dapat juga melalui toto kopi (melihat aluran ampas kopi di
dalam gelas). Semua itu merupakan petunjuk dari Yang Kuasa melalui benda-benda.
Lazimnya setelah dilakukannya rekonsiliasi, relasi terbangun kembali. Dan, bagi
keluarga yang mengalami musibah akan diberi rezeki dan kesehatan.
Ngelong sangat berbeda dengan lancung. Lancung biasanya meminta perlindungan dari mata air di hutan,
meminta perlindungan dari roh-roh yang ada di pohon bahkan meminta kekuatan
ajian untuk mendapat ilmu sakti. Ngelong
dilakukan manakala seseorang telah membunuh binatang liar namun tidak mati. Ngelong dilakukan manakala menebang
pohon dan menyebabkan benda lain menderita. Ngelong
bukan memuja roh-roh alam tetapi memohon maaf karena telah melakukan kesalahan
besar. Dalam perkara tanah (perdata), ngelong
bentuk lain dari hambor
(berdamai).
Orang Manggarai percaya, Tuhan Pencipta Semesta Alam
tidak hanya menciptakan manusia, tetumbuhan, hewan dan binatang tetapi juga
roh-roh alam. Relasi dengan roh alam harus dibangun agar harmoni tercipta dari
waktu ke waktu karena apa pun yang ada di bawah kolong langit akan berseru dan
menjerit ke Tuhan yang satu dan sama ketika ditimpa kemalangan. Karena itulah,
ngelong medium yang paling pas untuk meminta maaf.
5). Tuak Medium Komunikasi Perjumpaan Budaya dan Persahabatan Orang Manggarai
Raping adalah sebutan umum di Manggarai, Flores, Nusa Tenggara
Timur (NTT) yang menunjukkan pohon enau. Sedangkan, hasil sadapannya disebut tuak. Raping jika diindonesiakan menjadi
pohon enau. Theodorus Tamat menjelaskan, beberapa komponen raping menurut Bahasa Manggarai, di antaranya:
Pertama, owak. Owak
berada di bagian dalam raping. Owak
ini mirip dengan kambium. Manfaatnya sebagai bahan makanan.
Kedua, wunut. Wunut
atau ijuk memiliki banyak manfaat, sebut saja untuk atap rumah, sapu ijuk,
tali, saringan tuak yang biasanya diletakkan di mulut robo (kendi).
Ketiga, leka. Leka atau daun enau memiliki banyak
manfaat, baik untuk dinding kemah maupun untuk atap gubuk. Manfaat lainnya
sebagai keranjang darurat sebagai penjinjing ayam, babi kecil. Biasanya juga
dipakai sebagai nggiling atau perisai
melatih anak-anak bermain caci. Saat
berlatih main caci waktu kecil,
perisai dari anyaman daun enau, koret-nya
dari cabang bambu, sedangkan cambuknya dari wase
lincor (sejenis cincau dan cuing),
wase ntawang, wase sara. Wase lincor
lebih berbahaya dari cambuk asli yang terbuat dari kulit kerbau atau lempa.
Keempat, suik. Suik atau lidi bermanfaat untuk sapu lidi, tusuk gigi, tusuk sate,
alat hitung mirip sempoa. Suik secara
paranormal dapat mengusir pengaruh-pengaruh roh jahat dengan
perhitungan-perhitungan tertentu yang lazimnya mengunakan angka ganjil 5 dan 7
yang diikatkan satu sama lain lalu diayunkan pada malam hari. Orang Manggarai
lazim memanfaatkannya sebagai anti krenda
(guna-guna).
Kelima, lombong. Lombong atau pucuk enau memiliki
beberapa manfaat terutama untuk perhiasan dekorasi, cupat (ketupat), langkar
(keranjang jinjing yang berbentuk sedemikian rupa untuk membawa ayam ke anak rona, tali ukat, umbul-umbul. Suik lombong bisa juga digunakan sebagai
tali pengikat kayu bakar.
Keenam, longko. Longko
atau buah raping. Ada tiga jenis longko, yaitu longko rana, longko ndara dan
longko tu'a. Longko rana biasanya buah yang masih muda sekali yang belum
bisa diproduksi menjadi tuak raja
tetapi khusus sebagai bahan untuk kolang-kaling. Sedangkan, longko ndara (biasanya setengah matang
dan agak sedikit kemerahan) berguna untuk menghasilkan tuak melalui tewa
(memukul dengan palu kayu). Longko ndara
juga berfunsi untuk membuat gula dan sopi. Sedangkan, longko tu'a untuk pembibitan. Longko
yang sudah tua biasanya terasa gatal jika dipegang. Disarankan anak-anak jangan
bermain dengan longko tu'a tersebut
karena akan terkena alergi.
Ketujuh, soko. Soko
ini berupa batang longko untuk tewa, pante tuak (sadap). Saat tewa itulah, maka dibuatnyalah deren nenggo (nyanyian menghibur pohon
tuak karena enau disimbolkan sebagai perempuan). Kayu pemukul namanya pasi,
sejenis wenggu. Kayu pemukul diambil
dari uwu, lente, ngantol, dan ara lalok. Kalau ndara-nya merah, maka
kayunya ngantol, uwu. Kalau mbolong (bulat) harus ara lalok, lente. Saat tekang
(pahat) usai tewa (pukul) di sana
(mimpi tidur dengan perempuan pertanda air niranya
banyak). Bila sawing dan pasi cocok, maka airnya banyak. Untuk
menutup lubang pante (pahat) atau
kalau mau ditutup dengan saung rangat
(lidah ular, Inggrisnya snake plant,
Latinnya hedyotis difussa wild ), silamata (korejat, dalam Inggrisnya milkwort, Latinnya polygala paniculata), tongkak
(pegagan, Inggrisnya Buabok, Latinnya
centella asiatica) dan ngelong (semanggi, Inggrisnya clover leaf, Latinnya marsilea crenata). Beberapa fungsi
daun-daun tersebut bertujuan untuk mengundang wae raping (te jak main wae
raping). Sebelum dipanen, air nira dibungkus dengan wunut agu leka agar gogong
(bumbung) tidak terkena hujan. Awalnya mince (nira) lalu dirubah menjadi tuak
karena dicampur haju ngancar (untuk
sopi), puser (tuak untuk minum). Untuk buat gula maka haju pak (pohon selatri) yang dicampur di teong/gogong (bumbung, Inggrisnya roof). Agar pahit harus memakai pohon haju loi, wora (woing
atau legundi) untuk rekang tuak
(sebagai perasa pahit tuak). Tuak juga bisa dicampur dengan bambu tua.
Raping rupanya
memiliki keharaman tersendiri (pemali), memiliki pemali tersendiri. Pesadap
akan sangat jarang kulit tubuhnya bersentuhan dengan sabun kimia. Sering mandi
menggunakan sabun kimia, enau sepertinya ngambek tidak mau memberikan niranya
ke bumbung. Kerap memang, pesadap ada istilah sawing. Sawing toko agu inewai membilas tubuh mereka dengan sabun
alami, yaitu dengan menggunakan daun kembang sepatu dan menggunakan serat kulit
waek rona (sengon jantan lokal). Daun
kembang sepatu dan serat loke waek rona
adalah sabun tradisi orang Manggarai. Busa serat kulit waek rona sangat wangi dan melembutkan rambut. Serat kulit waek rona juga bagus
untuk kecermalangan kulit wajah.
Tuak Medium Komunikasi
Perjumpaan Budaya dan Persahabatan Orang Manggarai.
Halnya mince
sebagai bahan dasar pembuatan gola malang
(gula enau) melalui proses kokor mince
(memasak nira), tuak pun demikian selain sebagai bahan dasar untuk pembuatan
sopi nomor satu yang kalau dibakar menyala juga sebagai sarana curu (jemput) dan sila (menjamu) tamu. Namun, lazimnya yang ditaruh di robo (kendi) harus tuak, tidak boleh
sopi. Di bawah pohon enau, pesadap lazimnya menjamu temannya dengan bila (topi yang terbuat dari buah maja).
Sedangkan, untuk penerimaan tamu-tamu penting yang dilakukan di pa'ang (gerbang kampung) dan di dalam
rumah adat menggunakan robo (sejenis
labu botol atau labu kendi). Saat ri'o
rengka (pamit) juga menggunakan robo.
Tuak bagian dari materi dasar pengisi budaya orang Manggarai.
Jadi, sopi tidak boleh digunakan saat curu (menerima dan menjemput
tamu) kecuali tuak. Sopi bukan bagian dari budaya Manggarai. Dalam acara
adat apa pun, sopi tidak dipakai. Yang dipakai adalah tuak Manggarai, tuak
raja. Sopi hanyalah minuman hiburan, sama seperti bir. Sopi bukan
minuman budaya tetapi hanya sarana pertemanan belaka.
6). Enam Ciri Actus Spiritualisme Orang Manggarai
Orang Nuca Lale, Flores merupakan masyarakat totemisme,
masyarakat mentis plantae (anima
vegetatif) masyarakat deus ebique est (deus universal), masyarakat aji gening atau aji senyawa, masyarakat animam
viventem dan masyarakat spiritus sui. Mengapa
disebut demikian?
Pertama, totemisme. Masyarakat Manggarai sangat kental dengan
totemisme (ceki). Ceki dalam bahasa Manggarai, yang
merupakan akibat dari suatu peristiwa tertentu, baik dengan hewan, binatang
maupun tetumbuhan tertentu yang mengikat perjanjian-perjanjian tertentu. Ada
banyak hal terjadinya ceki. Masa
kini, totemisme masih bertumbuh subur, diceritakan dari mulut ke mulut dan masih
berlaku hingga sekarang di masyarakat bagi yang mengetahui.
Kedua, mentis plantae. Orang Manggarai menyakini, setiap
tetumbuhan ada jiwanya. Hal itu dibuktikan dengan ritual ngelong (hambor agu caoca).
Dalam teori Aristoteles menyebut itu sebagai anima vegetatif. Jiwa tetumbuhan (mentis plantae) yang menderita akan menyebabkan manusia menderita.
Ketiga,
deus ebique est. Allah bagi orang Manggarai disebut Morin agu Ngaran, Jari agu Dedek (Pencipta Semesta Alam). Pencipta
semesta alam itu hadir dalam bentuk seperti naga
de golo, naga de mbaru (penjaga kampung dan penjaga rumah). Mereka
menyakini dues ebique est (Allah ada
atau hadir di mana-mana), bisa di gunung, di mata air dan tempat-tempat
tertentu dalam bentuk manifestasi yang lain. Mereka melihat Allah itu dekat dan
membumi (deus imanen). Hal yang kerap
mereka utarakan, seperti ba tara (berubah wujud, bermalirupa). Wujud yang paling nyata
berupa ritual barong wae, takung naga
golo, takung naga mbaru.
Keempat, aji senyawa. Orang Nuca Lale adalah masyarakat et animalia plantis possit loqui
(masyarakat yang dapat berbicara dengan tetumbuhan dan binatang). Dalam bahasa
lain disebut aji gening. Aji gening
ini merupakan cikal bakal totemisme.
Kelima, animam viventem. Masyarakat Manggarai yang menyakini
jiwa itu hidup meski telah mati (animam viventem).
Hal itu tampak dalam ritual teing hang
wura agu ceki (memberi makan roh leluhur dan Tuhan representatif). Memang,
roh leluhur itu sungguh hidup bagi orang Manggarai.
Keenam, spiritus sui. Orang Manggarai juga yakin akan spiritus sui (roh diri sendiri). Dalam
Kejawen disebut sadulur papat lima pancer
atau dalam sebutan orang Manggarai dikenal apa yang disebut sebagai ase ka'e weki. Wujud ritualnya berupa hambor ase ka'e weki.
7).Menengok Kisah Manusia Pertama di Nuca Lale Versi Golomori
Begini Kisahnya.
Mela (71), warga Tao, Desa Golomori, Kecamatan Komodo,
Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Jumat (22/2/2013) berdasarkan
cerita lisan dari nenek moyang secara turun temurun menuturkan, pada awalnya di
Golomori dan sekitarnya tidak ada manusia.
Persis, di Lo’ok ada sebuah sungai (ngalor), telaga dan pohon beringin (langke dalam bahasa Manggarai). Konon, di suatu pagi, turunlah 7
gadis cantik dan hendak mandi di sebuah telaga, tepatnya di ngalor Lo’ok. Nama ketujuh gadis itu
(sebut saja-red), Pitu (7), Enem (6) Lima (5), Pat (empat), Telu (3), Sua
(dua), Ca (1).
Anehnya, cerita Mela, si Ca (1) menjadi manusia laki-laki
tetapi mulutnya kecil seperti ikan ipun (ipung). Enam gadis yang lainya kembali
ke asal mereka. Kemudian, keesokan harinya muncul lagi 7 orang gadis turun di
sungai yang sama. Waktu itu airnya jernih, bening dan bersih, sangat alami. Si
Ca (1) tidak berubah, ia tetap menjadi seorang perempuan. Enam gadis lainnya
kembali ke asal mereka. Tampaknya ke tempat tertentu yang tidak diketahui dari
mana mereka berasal.
Dari hari ke hari mereka semakin dewasa. Mereka tinggal
di gua dan karena begitu dekat mereka pun kemudian merajut kasih asmara. Dari
hasil perkawinan lahirlah seorang anak.
Setelah melahirkan anak mereka pun memutuskan untuk
berpindah tempat. Mereka menetap di Lencung. Tempat mereka menimba air bernama
Ngila tidak jauh dari Lencung.
Setelah mempunyai anak pertama, tidak mendapat informasi
seperti anak kedua dan bagaimana ziarah mereka. Setelah itu memang sejarah itu
tidak diketahui bagaimana kelanjutannya meski cerita di atas mirip dongeng
tetapi demikianlah sejarahnya dituturkan dari generasi ke generasi di Golomori.
Kisah Weri Ata dalam Bingkai Penciptaan Manusia
Pertama di Nuca Lale
Bene Baduk, warga Golo Nderu menceritakan, pada zaman
dahulu kala di Desu, hiduplah dua orang suami-isteri. Mereka hanya dua orang
saja. Tidak diketahui mereka berasal dari mana. Suatu ketika, entah kenapa
mereka mengcincang tubuh anak mereka yang satu-satunya itu. Tubuh anak itu
mereka wecak - ditaburkan di atas tanah.
Tak lama kemudian, darah, daging dan tulang anak itu
menghasilkan benih seperti padi, jagung dan berapa barang makanan lainnya
kecuali ubi kayu.Itulah makanya, nama kampung yang sekarang dinamakan sebagai weri ata. Dinamakan demikian karena
mereka menanam anak kandung mereka sendiri dengan cara dicincang-cincang. Weri artinya menanam, sedangkan ata artinya orang.
Cerita Bene Baduk sama seperti kisah kejadian sebagaimana
ditulis oleh P. Bernard Raho, SVD di atas tepat seperti kisah weri ata di Desu, Manggarai, Flores yang
dituturkan oleh Bene.
8). Gendang Dibongkar, Bunyi Gong dan Genderang Wujud Ekspresi Kegembiraan
Membunyikan gong dan genderang di rumah adat (Mbaru Gendang) memberi tanda khusus.
Beberapa tanda itu, berupa menerima tamu terhormat, acara wagal dan mbata yang
dilakukan pada malam hari sebagai hiburan. Tentu tidak hanya itu, gong dan
genderang ditabuh jika akan melakukan perang tanding dan membongkar sebuah rumah
adat yang akan dibangun baru.
Ada tiga kemungkinan gong dan genderang ditabuh. Pertama, perang tanding dan caci. Jika dibunyikan saat perang
tanding dan caci, maka bunyi alat
musik tradisional tersebut sebagai bentuk penyemangat agar semangat para petarung
berkobar-kobar dan kelak membuahkan kemenangan. Kedua, mbata, terima tamu
dan membongkar rumah adat. Ekpresi kedua merupakan wujud ekspresi kegembiraan. Ketiga, ritual-ritual tertentu berupa
perkawinan. Hal itu dapat dilakukan pada saat wagal (acara syukuran puncak di mana semua belis dibayar lunas oleh
pihak suami atau anak wina).
Gong dan genderang memang tidak dibunyikan sembarangan di
dalam rumah adat ataupun di alun-alun dan untuk menabuhnya terlebih dahulu
dilakukan tesi (meminta izin). Hal
itu juga selain acaranya lancar juga alat musik itu tidak tembeb (menghasilkan bunyi yang kurang baik yang mematahkan
semangat). Untuk diketahui, jika hanya gong yang berbunyi maka ada dua
kemungkinan, bisa untuk memanggil warga untuk berkumpul, tanda bahaya atau
mencari orang yang hilang karena dibawa lari oleh bidadari (wendo le darat).
9). Roko Molas Poco dan Kisah 7 Gadis dari Alam Lain di Golomori
Ngelong Konkretisasi
Intimitas Relasi.
Salah satu wujud konkret
terbangunnya relasi yang harmonis dan akrab orang Manggarai dengan alam melalui
prosesi ritual roko molas poco.
Ritual awal yang dilakukan berupa ngelong
(meminta). Ngelong di sini bukan ngelong pemaafan tetapi ngelong perizinan. Ritual ngelong pemaafan manakala seseorang
telah melakukan kesalahan terhadap suatu makhluk hidup, misalnya mengikatkan
kedua buah benda hidup seperti pohon atau menusuk-nusuk dengan menggunakan
sebuah batang kayu ke dalam lubang yang ternyata merusak mata seekor ular yang
tinggal di dalamnya. Atau ketika seaeorang memotong saja sebuah pohon di mata
air atau di mana saja yang ternyata itu tindakan yang fatal menurut alam.
Akibat dari perbuatan
tersebut, terjadilah rudak. Untuk
mengetahui rudak, nangki (terkena marah) dan beti (sakit) melalui proses mencari di ata wae nggereng/ata pecing (paranormal
sakti mandraguna). Ketika dibawa ke paranormal, itang (mendapat petunjuk) diperoleh dengan maksud untuk melakukan hambor (rekonsiliasi). Kemungkinan lain
yang dilakukan adalah nampo ruha agu
nampo latung, nampo kope, nampo kuse dan
tilir agu tilik wada.
Dalam konteks perkawinan, ritual ngelong seperti ini hampir sama dengan ela naring lembak (memberikan seekor babi diserahkan ke anak
rona atau pihak perempuan karena telah dengan sengaja membawa lari anak
gadis mereka tanpa proses weda rewa tuke
mbaru atau proses yang seharusnya sesuai kode etik melamar gadis orang
Manggarai).
Sedangkan, ritual ngelong
perizinan manakala seseorang jika hendak memotong sebuah pohon, baik untuk
keperluan bahan balok rumah atau memang pohon itu dianggap sangat mengganggu
pemandangan. Jika tengah mengerjakan kebun, juga harus diawali dengan ngelong (meminta izin). Ngelong perizinan dan pemaafan bendanya
mengunakan ruha (telur ayam kampung).
Rotong Siri Bongkok, Mewajibkan Perempuan Cantik dan
Perawan.
Sebuah balok yang diarak-arak warga ke kampung yang di
atasnya terdapat seorang gadis perawan yang belum disentuh pria dari pihak anak rona itu disebut siri bongkok. Kebiasaan yang dilakukan
orang tua dulu, gadis yang menaiki siri
bongkok tersebut sebaiknya segera disuamikan oleh pihak anak wina berupa tungku karena itu juga
bagian dari toto molas. Hal itu
generasi kini lebih pada sebagai praktek simbolis padahal seorang pria harus
dipersiapkan dan itu merupakan suatu keharusan.
Siri bongkok ketika telah menjadi titik tengah rumah adat akan
menjadi tempat di mana Tu'a Golo bersandar. Ketika ada soal di dalam lingkup gendang tersebut pun, segala persoalan
diselesaikan secara adat hambor
(pendamaian) di dalam rumah adat.
Di sini, roko molas
poco merupakan titik simpul filosofi orang Manggarai predikat hutan sebagai
Anak Rona. Dalam hinduisme, siri bongkok
merupakan sebuah 'lingga' besar yang
tidak bisa diukur yang merupakan rahasia tersembunyi yang sulit
diungkapkan dalam Siwaisme.
Kisah 7 Gadis Asing dan Ceki.
Dalam konteks cerita tentang munculnya 7 orang gadis di sebuah
sungai di Golomori yang kemudian menjadi manusia tidak diketahui berasal dari
mana. Mungkinkah menurut orang Manggarai dari hutan sebagai sumber mata air?
Juga cerita Rampasasa, ayah non biologis dari Loke Nggerang menurut
cerita-cerita yang tersebar di masyarakat Ndoso? Rampasasa adalah bidadari (darat).
Berdasarkan catatan tersebut bisa diidentikkan relasi
antara manusia dan kehutanan sangat intim dan merdeka. Apakah ada relasinya
dengan ceki? Yah, orang Manggarai
zaman lampau sangat mengenal apa yang disebut dengan ceki (totem). Ceki dapat
terjadi berawal dari komunikasi dengan makhluk lain, misalnya berbicara dengan
binatang-binatang (kisah ceki cik
orang Sita, kisah ceki lawo orang
Cibal, kisah Yuliana Jemen yang berbicara dengan belut di Wae Teku Pau Ruteng)
dan sebagainya. Totem tersebut terjadi berawal dari hasil komunikasi
interpersonalinstingstik antara binatang dengan manusia secara nyata. Bila
dapat berbicara dengan binatang itu sudah dipastikan merupakan ciri dari aji gening (dapat berbicara dengan
binatang di mana tokoh terkenalnya Angling Dharma). Jika demikian, apakah orang
Manggarai juga dapat berbicara dengan pepohonan?
Nah, ata
wae nggereng di Manggarai zaman lampau juga dapat berbicara dengan pohon
secara langsung. Mereka memahami bahasa-bahasa pohon. Terkadang juga diketahui
melalui mimpi-mimpi. Petunjuk dalam mimpi menjadi jalan
stapak tersingkapnya suatu tabir ketidaktahuan. Setelah petunjuk diperoleh maka
dilakukanlah ngelong baru karena
sesuai dengan tema tulisan ini dikakukanlah roko
molas poco. Sering dipotongnya kayu-kayu di hutan sebagai tanda akan
sulitnya orang Manggarai mengambil pohon di hutan sebagai molas poco. Molas poco
bergeser ke kebun warga karena pohon-pohon yang terjaga dengan baik hanya ada
di kebun-kebun pribadi. Sangat sulit mencarinya di hutan.
Apakah diperlukannya nampo
ruha (menjadikan telur ayam kampung sebagai hakim tertinggi menentukan
suatu soal yang sulit dipecahkan). Dalam hal ini, nampo ruha sangat boleh dilakukan untuk mendapat petunjuk dari Yang
Kuasa apakah pohon yang layak tersebut berada di utara, selatan, timur atau
barat? Petunjuk nampo akan
mempermudah selain juga petunjuk mimpi memperoleh pohon yang baik yang bakal
membawa keberutungan dan kemakmuran bagi warga kampung. Generasi masa kini
telah meninggalkan semuanya itu tanpa mempertahankan keaslian. Sebelum
digelarnya pencarian agar lebih mudah, harus diawali dengan ritual teing hang wura agu ceki agar melalui
petunjuk roh leluhur dan Tuhan, pencarian itu mudah dan jika berada di hutan, regis-nya (seremnya) tempat itu seakan
menjadi akrab (jepek renceng)
begitupun manakala tumbuh di kebun warga harganya pas sesuai dengan apa yang
direncanakan. Tidak kurang tidak lebih, pas, tepat (jepek).
Kembali ke pokok pertanyaan di atas soal 7 gadis dari alam lain.
Tentu bisa dianalogikan, 7 gadis tersebut sebagai penghuni hutan, yang bertugas
mengawasi daerah hutan, wilayah hutan. Mereka dekat dengan alam hutan. Yang
melindungi keutuhan ciptaan hutan, melindungi mata air dan memberikan
ketenangan bagi sabana, flora dan fauna. Ada pula pandangan, berasal dari
kayangan namun pandangan itu jauh dari pemikiran orang Manggarai karena orang
Manggarai tidak mau mengandai-andai dan pokoknya. Berdasarkan cerita-cerita di Manggarai, roh
alam tidak jauh dari manusia tetapi dekat dengan manusia hal itu tampak dalam
ritual teing hang wura agu ceki orang
Manggarai. Relasi manusia Manggarai dengan alam sangat akrab. Hal itu bukan
kayalan belaka tetapi merupakan relasi akrab konkret yang dapat dibuktikan
dengan menyaksikan berbagai ritus-ritus adat orang Manggarai. Keberasalan
seorang manusia dari air mani dan ovum
membentuk seorang manusia lalu dikendurikan (kelas) sebagai bentuk perpisahan agar ia yang tengah dan telah
berada di alam sana juga berbahagia. Ia tidak memakan pemberian sesajian dari
orang lain.
Tujuan ngelong roko molas poco dilakukan dengan
empat tujuan yaitu menghargai Pencipta Pohon; menghargai pelindung dan penjaga
pohon yaitu roh-roh yang melindungi pepohanan; menghargai pemberi kesuburan
yang berasal dari tanah sebagai dewa bumi; dan menghargai jiwa dari pohon
bersangkutan (energi yang membuat pohon tersebut dapat bertumbuh dan
berkembangbiak). Atau kerap didengar anima vegetatif.
.....…...Kamu yang menggarap, menanam, menyiangi,
menyirami, menuainya tetapi kamu tidak tahu bagaimana proses bertumbuhnya. Lha,
karena tidak mengetahui proses bertumbuhnya, ada elemen-penyebab maka
dilakukanlah ngelong. Maksudnya,
terciptanya rekonsiliasi, relasi yang harmonis sehingga keutuhan ciptaan dapat
terwujud.
10). Goresan pada Batu Tanda Kabar Dukacita bagi Orang Cumpe
Masyarakat Gendang Cumpe, Desa Golo, Kecamatan Cibal,
Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki tanda khusus
ketika warga Gendang akan meninggal. Tanda itu ditunjukkan melalui goresan pada
batu tepatnya di Gendang Cumpe.
Jika goresan itu muncul dan dilihat oleh warga Gendang,
maka dalam waktu sepekan saja ada warga dari Cumpe, Wune dan Mawe pasti akan
meninggal dunia. Gendang Cumpe terdiri atas tiga kampung itu, dengan Tu'a
Golonya (Kepala Pemerintahan Adat) bernama Lorens Pamput.
Tanda itu diberi sejak Kampung Cumpe muncul pertama kali
dan persis berada di depan sebuah rumah warga. Kampung Cumpe dibangun di atas
sebuah batu lempeng yang sangat besar.
Penutur.
Valentina Inut (50), warga asli dari Wereng, Dese Tengku
Lawar, Kecamatan Lambaleda dari keturunan Suku Lenang, puteri sulung dari Bapak
Hendrikus Otas yang telah menempati Cumpe kurang lebih 30 tahun karena
bersuamikan Damianus Jehanat asal Cumpe, Kamis (17/1/2019) di Ruteng menuturkan
hal itu. Inut seorang penenun kain songket Manggarai (dedang) sekaligus penjual hasil tenunannya sendiri.
Cerita tentang kemistisan batu itu, sudah pernah juga
diperoleh Penulis dari beberapa orang, seperti dituturkan oleh Theodorus Taram.
Mereka menyampaikan hal yang sama. Penulis memang belum menginjakkan kaki di
kampung itu. Menurut Inut, bentuk tulisannya seperti huruf khusus agaknya berbentuk
spiral dan zigma. Jika di atas batu itu terdapat goresan demikian, maka tinggal
menunggu saja sudah pasti ada warga Gendang yang akan meninggal dunia.
Bandingkan.
Pada umumnya, di Nuca Lale (Manggarai), kabar kematian
akan ditandai dengan munculnya londe
(api yang berbentuk seperti bola dan seperti ular sendok melintas di langit
tidak jauh dari bumi, jika seperti bola maka itu perempuan, bila berbentuk
seperti ular maka itu laki-laki). Terkadang juga dengan hadirnya api ja (api seperti obor yang berwarna
biru di malam hari). Tanda lainnya, seperti mata
mbere (bola mata kecil seperti kelereng berwarna hijau tetapi hanya satu
biji, bisa juga dua biji).
Pernah suatu ketika di Ranggi, Kecamatan Wae Ri'i,
Kabupaten Manggarai, Penulis mendapati seorang perempuan tua yang mengaku
melihat mata mbere dua biji pada
malam hari seakan-akan melototinya. Ia sempat tak sadarkan diri, pingsan (boat da'at keta). Tanda lain seperti, ayam
berkokok di malam hari hanya satu ekor sekali kokok saja (kakor leca) bunyi burung hantu di
dekat rumah hanya sekali saja, tokor hocu
(belalang sembab yang kurus kering) memasuki rumah, noang lewe de acu (gonggongan anjing yang panjang).
Simbol lainnya, seperti
nyala api dari sebuah batu yang terletak di Goro, Kelurahan Pau, Kecamatan
Langke Rembong di lingko Gendang
Lempe, Ruteng (tuturan Yoakim Pajang karena persis berada di samping
rumahnya di Ruteng sekaligus tanda noang
de acu di tempat itu), bunyi seekor katak pohon berwarna hijau (pake ngkek ta'ak) sebagai tanda
kematian, kematian yang disebabkan oleh sambaran petir dan banyak lagi
tanda-tanda yang lainnya. Tanda tersebut pun dianulir dengan cara sungken (semacam pengcaharnya,
penangkis).
Kembali ke Cumpe.
Penulis belum menggali betul, apakah ada tanda-tanda lain
yang ditunjukkan ke warga Gendang Cumpe, seperti halnya tanda-tanda pada
umumnya di atas.
11). Filosofi Bentuk Bulan Orang Manggarai
Orang Nuca
Lale (Manggarai, Flores) memberi nama bentuk bulan (wulang) sebagaimana
juga di daerah-daerah lainnya di dunia. Ada tiga bentuk bulan, yaitu: 1. Wulang
Taga. 2. Wulang Rawet. 3. Wulang Mata.
Keraeng Antonius Ugak*, warga Lamba
Leda (keturunan Manang, generasi dari Riwu), Rabu (28/11/2018) tepatnya di
Kupang menuturkan, berdasarkan apa yang didengarnya dari orang-orang tua di
kampung semasa masih kecil dan masih muda, orang Manggarai membagi nama bulan
dalam bentuk tadi.
Pertama, Wulang Taga.
Wulang taga untuk
menyebut bulan purnama. Menurutnya, wulang mongko yang disebut
oleh Keraeng Ivan Nestorman* untuk menggambarkan bulan purnama
karena tidak ada nama wulang mongko dalam pembagian bentuk
bulan orang Manggarai. Yang dimaksudkan adalah bulan purnama, bulan yang
terang. Tetapi hemat Penulis, wulang mongko yang dimaksudkan
oleh Keraeng Ivan Nestorman dapat menggambarkan ketampangan dari
"kemahkotawanitaan" seorang perempuan. Artinya, lebih pada ekspresi
representatif dari mahkota perempuan di mana seorang manusia dilahirkan. Dapat
pula menggambarkan ekspresi raut wajah seorang perempuan yang elok rupanya,
menawan, cantik nan jelita, genit dan seksi bak bidadari.
Terkadang, demikian dia, wulang penong,
wulang necak, penong wulang merupakan ekspresi lain dari wulang
taga. Intinya, bulan
purnama artinya wulang taga. Hal
demikian, sama seperti disampaikan oleh beberapa orang tua yang ditemukan oleh
Penulis sebelumnya.
Arti kata taga. Untuk diketahui, kata taga kalau
ditulis secara terpisah ta ga diartikan sebuah kalimat
perintah untuk menyuruh. Dalam bahasa Inggris diartikan sebagai let us
go! Jika kita mengkaji secara lebih mendalam, ta ga sangat
relevan dengan aktivitas alam berarti berjalan, bergegas. Soal ini akan
ditelusuri lagi oleh Penulis, baik mengenai menangkap ikan, memotong kayu di
hutan, dan aktivitas lainnya.
Kedua, wulang
rawet.
Wulang rawet, kata
beliau, menunjuk pada bulan sabit. Disebut rawet karena bulan
tersebut hanya terang di salah satu bagian saja. Ada dua kemungkinan wulang
rawet, menuju ke purnama atau mati sama sekali.
Ketiga, wulang
mata.
Wulang mata berarti
bulan mati. Dalam hal ini berarti bulan tidak bersinar lagi. Orang Manggarai
menyebutnya mata wulang.
----------Bagi orang Manggarai perputaran bulan
menjadi salah satu tolok perhitungan waktu (siklus waktu).
12). Asal Mula Nama Lokasi Wisata Alam Tengku Siwa di Reok Barat
Siwa Idaman Para Gadis.
Tengku Siwa sebagai tempat
wisata di Reok Barat, namanya berawal dari sebuah kisah cinta. Konon, dulu ada
seorang pemuda di kampung di dekat tengku tersebut. Nama pemuda itu Siwa. Siwa
itu tumbuh remaja. Saat remaja tampangnya yang ganteng membuat banyak gadis
luluh hati padanya. Ingin rasanya, para gadis itu segera meraih keperkasaannya.
Banyak salaman para pemuda di sana yang hidup bersama ditolak oleh para gadis.
Para gadis di sana hanya mau menerima cinta dan meniduri Siwa. Maka timbullah
kecemburuan teman-teman pria yang lain.
Rencana Pembunuhan.
Dia adalah pria idaman.
Banyak gadis yang menginginkannya karena ketampanannya. Sayangnya, Siwa tidak
meluluskan niat asmara bius dari para gadis. Artinya, Siwa malah menolak
tawaran para gadis untuk bercinta dengannya.
Percobaan Pembunuhan Pertama.
Suatu ketika, Siwa diajak oleh teman prianya untuk
memanjat pohon pinang. Awalnya, Siwa tidak mengindahkan permintaan
teman-temannya. Karena keikhlasannya, ia pun mengamini. Siwa kemudian memanjat
pohon pinang yang tengah berbuah matang itu. Ketika Siwa hendak memetik buah
pinang yang sudah matang, teman-temannya memotong pohon tersebut.
Setelah dipotong, mereka yakin Siwa akan mati sembari
meninggalkannya begitu saja. Meski tumbang bersama Siwa, Siwa sedikitpun tidak
mengalami cedera.
Percobaan Pembunuhan Kedua.
Siwa tidak mempunyai sikap balas dendam. Ia hanya melihat
itu sebagai kenakalan. Namun, tak disangka pada waktu yang lain, teman-teman
remaja prianya mengajak Siwa mencari kayu api di dekat tengku (jurang yang dalam). Setelah mendekati tengku, teman
laki-lakinya mendorong Siwa ke jurang hingga Siwa pun jatuh terperosok di
tengku pertama.
Hati Sang Ibu Cemas.
Hari sudah mulai senja, ibunya kian cemas dan berusaha
untuk mencari Siwa. Dia berusaha mencari ke mana-mana namun tidak ditemukan.
Sang Ibu bertanya kepada teman-temannya namun semua kawan-kawannya mengelak.
Mereka tidak mengaku. Ibu Siwa kemudian marah dan bernazar: "Kalau kalian
tidak memberitahu di nama anakku, aku akan mengutuk kalian semua dan
menenggelamkan kampung ini!". Meski mengutuk, teman-temannya tetap tidak
mengaku.
Menemukan Siwa.
Setelah mencari selama tiga hari di berbagai tempat
sambil memanggil nama Siwa, Siwa kemudian menjawab panggilan Ibunya dari bawah
jurang. Betapa kaget hati sang Ibu melihatnya anaknya terperosok di tangga
jurang. Siwa kemudian berkata: Ibu aku lapar!
Ketika Ibunya bertanya mengapa terperosok, Siwa mengaku
didorong oleh teman-temannya. Ibunya pun mengambil makanan di rumah. Ketika
tiba di tengku tersebut, Ibunya mengikatkannya pada sebuah tali. Ibunya
berhasil meraihkan makanan itu ke Siwa.
Menarik Siwa.
Ibunya berusaha mencari tali agar bisa menarik Siwa dari
jurang di tangga pertama. Dengan perasaan berharap, Ibunya berusaha keras
menariknya dengan tali hutan.
Siwa Terperosok ke Dasar Jurang.
Upaya dari sang Ibu untuk menarik Siwa dari tangga jurang
pertama tidak membuahkan hasil. Talinya malah terputus membuat Siwa jatuh lebih
dalam. Melihat itu, Ibunya menangis dengan keras dan menyebut namanya:
Siwa....!!! Siwa tidak tertolong lagi, nyawanya menjadi milik Yang Kuasa. Ia
melihat dari atas jurang, anaknya sudah tidak bernyawa lagi.
Kutukan.
Karena tidak mampu meraih jurang, sang bunda ke kampung.
Ia berteriak ke semua warga kampung dan mengatakan jika tidak memberitahu siapa
yang mendorong Siwa ke jurang, maka ia akan menenggelamkan kampung itu.
"Jika kalian tidak jujur memberitahunya, maka aku akan menenggelamkan
kampung ini tanpa satupun generasi yang tersisa," demikian Ibunda Siwa
mengancam. Walau diberitahu beberapa kali, sahutan sang Bunda Siwa malah
dicibir. Mereka semua tidak menghiraukannya.
Kampung Tenggelam, Semua
Nyawa Tewas.
Menjelang gelapnya malam,
semua warga tertidur pulas sementara Ibunda Siwa terus menangis dalam
kesendirian. Tidak ada yang peduli dengannya. (Tidak diketahui, ayah Siwa
bernama siapa dan berasal dari mana dan dapat diduga hasil relasi intim dengan
bidadari atau anak yang lahir tanpa berhubungan badan. Siwa memang seorang
putera tunggal. Ia tidak memiliki saudara dan saudari yang lain).
Malam yang Kelam
Menakutkan.
Persis di tengah malam,
seluruh kampung mulai terkoyak. Tangisan dan jeritan meminta tolong memecah
heningnya kegelapan malam itu. Apa daya, nasi telah menjadi bubur. Semua warga
kampung tidak ada yang selamat. Teman-teman remajanya yang telah menghukum Siwa
ditelan bumi.
Maka terjadilah! Tidak ada
satupun nyawa yang kemudian tertolong karena alam telah terkoyak-koyak oleh
angkara murka sang Bunda Siwa.
Hingga sekarang, kampung
di mana Siwa dulu tinggal tinggal puing-puing karena telah ditenggelamkan.
Beberapa bekas bahan konstruksi rumah masih terlihat sampai sekarang. Hampir
seluruh warga tidak ada yang selamat dari bencana terkoyaknya tanah tersebut.
Sejak itulah, tengku itu namanya Tengku Siwa. Tengku artinya jurang.
13). Manusia Pertama di Nuca Lale, Sebuah Kisah Kejadian
Manusia Pertama, Sebuah Kisah Kejadian. Menurut P.
Bernard Raho, SVD, dalam Majalah Manggarai, edisi 15 Maret-15 April 2005, hal
24-26 menulis kisah tentang Awal Mula Kehidupan Orang Manggarai terutama
tentang mitologi asal-usul manusia pertama, mengisahkan bahwa dunia pada
awalnya kosong dan tidak memiliki apa-apa sehingga disebut tana lino. Tana berarti tanah atau bumi, sedangkan lino berarti kosong. Tana lino berarti tanah atau bumi yang
kosong (empty earth).
Kehidupan dari orang Manggarai berasal dari perkawinan Ame-Ema Eta di langit dan Ine-Ende Wa di bumi. Menurut mitologi
tersebut, tulis Pater Bernard, manusia Manggarai pertama berasal dari sinar
matahari yang terpancar dari langit. Sinar itu terpancar pada satu rumpun bambu
di sebuah gunung yang tinggi dan dari dalam rumpun bambu itu keluarlah dua
orang manusia, yakni pria dan wanita.
Pada mulanya, kedua manusia itu memakan tumbuh-tumbuhan
dan daun-daunan sebagai makanan pokok. Mereka membuat api dari bambu dengan
cara digesek-gesek kedua bambu yang kering. Pakaian mereka terbuat dari kulit
kayu lale. Kedua manusia itu kawin
dan melahirkan seorang anak laki-laki. Namun, pada saat anak itu berusia 5
tahun, ayahnya bermimpi. Dalam mimpi itu ia bertemu dengan Morin agu Ngaran – Jari agu Dedek (Allah Pencipta Semesta-red), yang memerintahkan dia untuk mengambil
beberapa kayu teno dan batu. Orang
itu disuruh membakar kayu-kayu tersebut sehingga asapnya menyebar.
Kemudian, Morin agu Ngaran – Jari agu Dedek
memerintahkannya untuk menggunakan batu-batu memotong pohon-pohon dan membuka
kebun baru yang disebut lingko.
Lalu, ia diperintahkan
untuk membunuh anaknya yang tunggal serta mengcincang daging anak itu dan
menanamnya pada kebun yang sudah disediakan. Mimpi itu ditanggapi lurus-lurus
oleh manusia tadi. Mula-mula ia membuka lahan untuk berkebun. Setelah kebun
dikerjakan, maka orang itu mengirim istrinya mengirim anak tunggalnya pergi ke
kebun membawa makanan. Ketika anak itu tiba, orang itu melakukan seperti yang
telah diperintahkan kepadanya lewat mimpi, yakni membunuh anak itu dan mengcincang
dagingnya lalu menyiram ke seluruh kebun. Ketika kembali ke rumah, sang suami
melapor kepada istrinya bahwa anak mereka tidak sampai di kebun. Kemungkinan
besar ia diculik oleh roh-roh jahat. Sang istri percaya pada cerita itu dan
kedua orang tua itu meratapi ‘kematian’ anak tunggal itu.
Lebih lanjut, Pater Bernard menulis, sesudah tiga hari,
tanaman di kebun mulai tumbuh. Orang itu selalu memperhatikan pertumbuhan
tanaman-tanamannya. Setelah cukup lama, tanaman-tanaman itu mulai menghasilkan
bermacam-macam buah seperti padi, jagung, kestela, papaya dan mentimun. Tatkala
sang ayah coba memetik buah-buah itu, ia terperanjat karena ternyata buah-buah
tersebut bisa berbicara: “Ema, aku ho’o
ce’e (Bapa, saya ada di sini). Orang itu menyadari bahwa buah-buahan itu
adalah anak yang telah dibunuh, dicincang, yang daging serta darahnya
disiramkan ke segenap penjuru kebun.
Pada malam harinya, orang itu bermimpi lagi. Morin agu Ngaran – Jari agu Dedek berkata
kepadanya: “Buah-buah yang tidak berteriak ketika engkau memetiknya adalah
buah-buah yang sudah matang dan bisa dimakan. Sedangkan, buah-buah yang
berteriak adalah buah-buah yang tidak matang dan janganlah engkau memetiknya.
Orang itu pun melakukan seperti apa yang dikatakan dalam mimpi. Kemudian dia
membawa buah-buahan itu kepada isterinya. Sang isteri menanyakan asal-usul buah-buahan
itu. Orang itu tidak langsung menjawab pertanyaan isterinya, melainkan menyuruh
sang isteri ke kebun. Setiba di kebun, ia mengalami seperti apa yang dialami
oleh suaminya saat memetik buah-buah di kebun itu. Ia terkejut ketika buah-buah
itu berteriak: “Ende, aku ho’o ce’e”.
(Mama, saya di sini).
Sang
isteri menanyakan suaminya tentang arti dari semua itu. Lalu sang suami
menjelaskan dengan panjang lebar tentang segala sesuatu yang telah terjadi.
Pada mulanya sang isteri menangis karena mengetahui bahwa anaknya dibunuh.
Tetapi pada akhirnya dia bergembira juga karena anak yang telah dibunuh itu
telah menjelma menjadi makanan yang bisa memberikan kehidupan kepada mereka.
Sesudah itu, mereka melahirkan anak-anak lagi, dan hidup sejahtera.
Baca juga: sejarah nuca lale
Antara
Golomori, Lo'ok dan Desu tidak terlalu jauh. Lo'ok berada di Golomori dekat
Pulau Rinca, Kabupaten Manggarai Barat, sedangkan Desu berada di Satar Mese
Barat, Kabupaten Manggarai.