28/04/18

Teing Hang Wura agu Ceki Ekspresi Konkret Iman Orang Manggarai

Ditulis oleh: Melky Pantur***,
Minggu (1/4/2018)

Orang Nuca Lale (nuca artinya pulau, lale
artinya pohon sukun atau ular sawah) atau yang juga dikenal sebagai
ata Manggarai amat kental dengan pemberian makan terhadap leluhur dan
Tuhan. Pemberian makan terhadap leluhur dan Tuhan tersebut diungkapkan
melalui ekspresi teing hang wura agu ceki.

Disebut wura agu ceki karena orang Manggarai percaya, kehidupan
generasi sekarang dan masa depan tidak terlepas dari upaya dan kiat
dari wura agu ceki itu sendiri di masa lampau dan mereka sendiri ada
dekat bersama generasi masa kini. Untuk menghormati wura agu ceki,
dibuatlah ritual memberi makan – wura artinya leluhur, sedangkan ceki
adalah representasi dari Tuhan yang diwujudkan melalui benda atau
makhluk tertentu karena sebagaimana dalam kehidupan daerah lainnya di
dunia atau sesuatu yang menjadi petunjuk atau penolong, orang
Manggarai masa lampau kental dengan ajian senyawa atau aji gening di
mana mereka dapat berkomunikasi dengan binatang dan tetumbuhan).

Memberi makan roh leluhur dan Tuhan tersebut tidak mengenal waktu,
bisa setiap tahun atau lebih tergantung apa yang mau diritualkan.
Misalnya, teing hang ata tu’a pa’ang be le (memberi makan roh orang
tua yang sudah meninggal) dilakukan karena telah dan tengah mengalami
sakit dan penyakit di dalam keluarga inti (suami, isteri dan anak-anak
kandung). Sebagai bentuk rekonsiliasi (hambor atau pendamaian),
dibuatlah pemberian makan agar sakit dan penyakit dipulihkan.

Teing hang wura agu ceki juga dapat dilakukan misalnya menjelang pergi
ke sekolah, di waktu mau merantau, saat acara politik, saat mendirikan
bangunan, pada saat panen, penti dan sebagainya. Itu penting dilakukan
karena apa yang dimiliki generasi masa kini merupakan pemberian,
hadiah dari nenek moyang dan merupakan berkat Tuhan melalui
perantaraan ceki (Tuhan representasi, kehadiran Tuhan yang menjelma
dalam bentuk benda dan binatang).

Disebut teing hang wura agu ceki sebagai ekspresi konkret iman orang
Manggarai karena orang Manggarai berpandangan, orang tua adalah wujud
Tuhan lagipula konsep ame rinding mane, ine rinding wie sebagai
penyebutan untuk Yang Kudus. Artinya, Ibu dan Ayah itu adalah wujud
dari Tuhan itu sendiri, Allah yang kelihatan. Selain itu, orang
Manggarai mengenal konsep Parn Awo Kolepn Sale, Awangn Eta Tanan Wa
sebagai penyebutan Sang Pencipta itu sendiri maka untuk menyembah Yang
Suci tersebut mereka pun menggelar teing hang atau takung – memberi
makan atau sesajian kepada leluhur dan Pemberi Kehidupan.

Teing hang wura agu ceki lazim juga dilakukan sebelum digelarnya teing
hang ase ka’e weki de ru dan ase ka’e weki de wina rona. Itu dikenal
dengan sebutan hambor ase ka’e weki (rekonsiliasi dengan saudara badan
atau diri atau mendamaikan saudara badan dari suami dan isteri yang
oleh orang Manggarai menyebutnya mbau de ru). Orang Manggarai percaya,
mirip sadulur papat lima pancer dalam Kejawen, orang Manggarai
menyakini, tiap-tiap orang memiliki saudara kembarnya yang dikenal
dengan ase ka’e weki tadi. Maka, sebelum digelarnya ritual hambor ase
ka’e weki dilakukan terlebih dahulu teing hang wura agu ceki. Ase ka’e
weki berbeda dengan wura agu ceki karena ase ka’e weki menyangkut
saudara masing-masing dari tiap-tiap orang. Tujuan digelarnya teing
hang ase ka’e weki agar terjadinya kerjasama dan sama-sama kerja dari
saudara pelindung dari rumah tangga tertentu untuk membangun tali
persaudaraan, rezeki, jauh dari malapetaka dan diberi keturunan.

Konsep orang Manggarai, menyakini terjadinya percecokan di dalam rumah
tangga karena rintuk taud ase ka’e weki de wina rona (saudara
pelindung dari suami dan isteri belum direkonsiliasi) maka dicarilah
jalan untuk dibuatkannya hambor atau pendamaian. Ase ka’e weki adalah
wujud lain dari yang Ilahi yang menuntun dan menentukan tiap langkah
manusia setiap harinya. Itulah konsep orang Manggarai tentang
identitas mereka.

Lih......!!!

http://www.suaraflores.net/teing-hang-wura-agu-ceki-ekspresi-konkret-kepercayaan-orang-manggarai/
http://www.suaraflores.net/si-putih-jago-berkokok-tiga-kali-saat-aset-gelar-ritual-selek-di-wae-korok-kisol/

Lirik Lagu Ce'er Go!


Ditulis oleh: Melky Pantur***,
Sabtu (28/4/2018)

[Penulis]

Ce’er go, ce’er go
Mbere lele ce’er go
Ho’o tite ga ce’er de go

Ce’er go, ce’er go
Mbere lele ce’er go
Ho’o tite ga ce’er de go
Rantang yata ce’er go

Ce’er go, ce’er go
Mbere lele ce’er go
Ho’o tite ce’er de go
Holes kole’edeh ce’er go

Lako koley hi nana lupi nanga
Ngo raes teku wae‘deh
Betong ce’er go ce’er go

Nisangn’egah, nisangn’egah
Yita kole yendek go, yemak go
Betong ce’er go, ce’er go

Nisangn’egah, nisangn’egah
Yita kole yendek go, yemak go
Betong ce’er go, ce’er go

Nada lagu ini mirip lagu Beng de goh, hanya digubah lagi oleh Penulis bahwa meski sudah pergi namun berhasil pulang dan bahkan tidak jadi dirampas orang menjadi pengganti jarahan pajak dan upeti di negeri orang.  

Lagu ini sebagai bentuk perlawanan dan bahwa harus berjuang untuk pulang dari taki mendi dengan selamat dengan cara apapun dan karenanya harus dilawan demi manusia dan kemanusiaan. Dalam kehidupan keseharian, kita juga jangan menjadi budak di tanah orang atau kuli dan diinjak-injak karena kuli dengan tidak dijaminnya kesejahteraan di negeri orang saat merantau sama dengan taki mendi zaman now

27/04/18

Ceki Relasinya dengan Aji Gening dalam Teks Kitab Kejadian

Ditulis oleh: 
Melky Pantur***),
Ruteng.
Sabtu (28/4/2018).



[Penulis]

Sebagaimana kita ketahui, aji gening adalah bagian dari ilmu kebatinan yang dapat berbicara dengan berbagai jenis binatang. Aji gening atau aji senyawa dimiliki oleh Raja Malwapati Angling Dharma. Hal itu juga dimiliki oleh ibu kandung, Drs. Christian Rotok, Mantan Bupati Manggarai (Lih. Aji Gening dari Wae Teku Pau Ruteng; Kisah Mistis Pau Ngawe Ruteng; dan Kisah Ceki Cik Orang Sita).

Pada masa lampau di Nuca Lale, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), Indonesia orang tua dulu sangat akrab dengan ceki (totem) mereka. Ada pelbagai ceki yang dimiliki. Hal itu juga ditulis dalam Kitab Suci Perjanjian Lama khususnya dalam Kej 3:1-24 tentang Manusia Jatuh ke Dalam Dosa. Ada berbagai sejarah tentang cikal bakalnya ceki tersebut tergantung pengalaman dari masing-masing nenek moyang di suku-suku tertentu (Lih. Ceki Wujud Halalisme Orang Manggarai).

Mengapa manusia melakukan ritual ngelongLih. di sini Ngelong Wujud Konkret Rekonsiliasi; Mengapa Orang Manggarai Menggunakan). 

Makna Lirik Lagu Béng de Go!


Ditulis oleh: 
Melky Pantur***,
Ruteng.
Jumat (27/4/2018).


[Penulis]

Béng de go, béng de go
Mbéré lélé béng de go
Ho’o tité ga, béng de go
Rampas lata'deh, béng de go

Lako ko toé hi nana lupi nanga
Ngo raés téku waé
Betong béng de go, béng de go

Rasungn ga, rasungn ga
Toe yita yendé go, yema go
Betong béng de go, béng de go

Rasungn ga, rasungn ga
Toe yita yendé go, yema go
Betong, béng de go, béng de go

Mbéré lélê béng de go
Ho’o tité ga, béng de go
Rampas lata’deh, béng de go

Lako ko toé hi nana lupi nanga
Ngo raés téku wae 
Betong béng de go, béng de go

Rasungn ga, rasungn ga
Toé yita yendé go, yema go
Betong béng de go, béng de go

Rasungn ga, rasungn ga
Toé yita yendé go, yema go
Betong, béng de go, béng de go


Bila diterjemahkan kurang lebih begini:

Béng de go, béng de go
(Kita berpisah sudah, kita berpisah sudah)
Mbéré lélé béng de go
(Saling memeluk lengan)
Ho’o tité ga, béng de go
(Sekarang, kita sudah berpisah)
Rampas lata’deh, béng de go
(Diculik orang, kita berpisah sudah)

Lako ko toé hi nana lupi nanga
(Berjalankah atau tidak putera kalian di dekat muara)
Ngo raés téku waé
(Pergi menemani saat menimba air)
Betong, béng de go, béng de go
(Bumbung, kita pisah, kita pisah).

Rasungn ga, rasungn ga
(Sayangnya, sayangnya)
Toe yita yendé go, yema go
(Aku tidak bisa melihat Ibu dan Bapaku lagi)
Betong, béng de go, béng de go
(Bumbung, kita berpisah sudah, kita berpisah sudah!)

Rasungn ga, rasungn ga
(Sayangnya, sayangnya)
Toe yita yendé go, yema go
(Aku tidak bisa melihat Ibu dan Bapaku lagi)
Betong, béng de go, béng de go
(Bumbung, kita berpisah sudah, kita berpisah sudah!)

Bila diterjemahkan secara lurus maka liriknya

Pisah, pisah
Saling berlengangan, pisah
Sekarang kita pisah
Orang culik, pisah
Jalan atau tidak putera kalian di dekat muara
Pergi temani timba air
Kita pisah

Sayangnya, sayangnya
Tidak lihat Bapaku, Mamaku
Kita pisah, pisah!

Sayangnya, sayangnya
Tidak lihat Bapaku, Mamaku
Kita pisah, pisah!


Lirik lagu di atas adalah sebuah ekspresi kesedihan dari perpisahan dengan orang tertentu pada episode taki mendi di negeri Nuca Lalé masa lampau. Ketika seorang anak atau putera dijadikan sebagai taki mendi (budak), maka ia pun bersedih dan melantunkan lagu perpisahan dengan kedua orang tuanya. Kesedihan itupun amat sangat. Pria itu pergi dengan sedihnya. Ia pun memeluk erat lengan saudara yang lain yang berjalan bersamanya karena memenuhi kewajiban sebagai mendi rampas lata – budak yang dijadikan jarahan. Tidak hanya manusia yang dijadikan bahkan anjing yang bagian ekor belakangnya ‘menancap ke atas’ menjadi barang sebagai imbalan lain dari perjanjian taki mendi. Ketika upeti, pajak tidak bisa dibayar, maka manusia dan anjing (acu tontés iko) yang menjadi imbalan.

Béng de go, béng de go
Mbéré lélé béng de go
Ho’o tité ga, béng de go
Rampas lata’deh, béng de go

Lako ko toé hi nana lupi nanga
Ngo raés téku waé
Betong, béng de go, béng de go

(Di sini, seorang putera merasa bersedih kepada kedua orang tuanya karena ia kerap menimba air di masa-masa bersama keluarganya. Dengan rasa prihatin, ia bersedih dan berkata bahwa ketika kedua orang tuanya tidak ditemani saat menimba air di muara diharapkan tidak bersedih lagi karena waktunya telah terjadi sebab mereka telah tengah berpisah menjadi orang jarahan. Sedih memang!).

Rasungn ga, rasungn ga
Toe yita yendé go, yema go
Betong, béng de go, béng de go

Rasungn ga, rasungn ga
Toe yita yendé go, yema go
Betong, béng de go, béng de go

(Dengan merasa sedih, pria muda itu berseru, sayangnya dia sudah tidak bisa melihat kedua orangnya lagi dan sudah meninggalkan bumbungnya (gogong diha téku waé diha) karena sudah menjadi barang pengganti jarahan orang).

Mbéré lélé maksudnya saling memeluk lengan dengan  yang lain. Sedangkan, betong sebenarnya yang dimaksudkan adalah gogong (bumbung) yang biasanya tempat untuk menimba dan menyimpan air dan menadah air nira dari tuak. 

Makna Lirik Lagu Sangkulerong.

Ditulis oleh: Melky Pantur***, 
Jumat (27/4/2018).

[Foto di Pantai Nanga Wae Maras, Satar Mese Barat, Nuca Lale, Flores, NTT]


Sangkulerong, sangkulerong lawe lenggong
Tǝbang sunding, tǝbang sunding mane tana'edeh
Cala retang tǝnang naram ta weta
Neka weong ta weta
Mai cama dere'edǝh, mai cama naka'edǝh
Tǝ mamur pa'it'etye kasiyasi'edeh

Cai bombang beli, wa nanga'engah
Wa nanga tuke talas'esed'tegah
Denge dere mane tana
Tau yembong yanak'en lembu nain'en 2x

Sangkulerong, sangkulerong lawe lenggong
Tǝbang sunding tǝbang sunding mane tana'edeh
Cala retang tǝnang naram ta weta
Neka weong ta weta
Mai cama dered'ǝh, mai cama nakad'ǝh
Tǝ mamur pa'it'etye kasiyasi'edeh




Kita perlu mengkaji lagu ini agar sedikit mendapat pencerahan dan sebagai bahan dasar pertimbangan diskusi. 


1.1 Sangkulerong, Sangkulerong Lawe Lenggong.

1.1.1 Sangkulerong.

Sangkulerong adalah bahasa kiasan sebagai pengganti diri dari seorang isteri. Sangkulerong terdiri dari dua kata, yaitu sangku dan lerong.

1.1.1.1 Sangku.

Sangku adalah sebuah wadah untuk menyimpan sesuatu berupa kapur sirih, dapat juga diartikan sebagai sebuah wadah untuk menumbuk sirih pinang dan termasuk menyimpan pante berupa pahat untuk mengiris batang buah dari enau muda dengan maksud mengambil niranya. Lihatlah bagaimana peran isteri memeras isi air di dalam pelir yang disalurkan melalui penis sang suami sehingga alhasil keturunan pun berkeriapan.

1.1.1.2 Lerong.

Lerong artinya membawa serta, ikutdisertakan, mengikut serta, turut dibawa. Misalnya, membawa tas, membawa ajudan, membawa sesuatu yang bakal dibawa. Contoh kalimat: Lerong agu kope eme ngo yone uma le gula (tolong bawa serta dengan parang/belewang ketika hendak pergi ke kebun di pagi hari). Ibarat lawe (benang) yang senantiasa mengikuti arah jarum jahit. Ketika ada jarum maka pasti dibawa serta dengan benangnya.

1.1.2 Lawe Lenggong.

Lawe artinya benang, sedangkan lenggong artinya cara jalan dari seorang puteri, perempuan yang cantik,  anggun, indah, elok, menawan, menarik perhatian sehingga membawa orang melihatnya melotot-melotot tidak pernah puas-puasnya dan maunya dimanjain. Lawe lenggong adalah bahasa kiasan yang memuji keelokan perempuan, keanggunan tubuhnya, meliak-liuk, elok, manis, rambutnya terurai panjang indah dan berparas cantik.


1.1.3 Maknanya.

Sangkulerong, sangkulerong lawe lenggong, artinya seorang isteri yang cantik menawan, rambutnya panjang terurai seperti elastisnya benang. Jalannya indah dan parasnya teramat menggoda.

1.2 Tǝbang Sunding, Tǝbang Sunding Mane Tana.

1.2.1 Tebang Sunding.

Tebang artinya meniup, sunding artinya seruling. Lazimnya, seruling di tiup pada senja hari untuk melipur lara sekaligus mengusir sepi yang tengah mengusik jiwa yang sepi.

1.2.2 Mane Tana.

Mane artinya senja, sedangkan tana artinya bumi. Mane tana artinya senja hari, petang hari. Mane tana adalah simbol kesejukan dan kemerdekaan. Mane tana juga simbol kepulasan, simbol ketentraman bahwa segala sesuatu ada batasnya, seperti Kidung Agung menulis: Segala sesuatu ada waktunya! Malam hari adalah waktu istrahat membebaskan dari upaya kerja keras mulai fajar menyingsing hingga sang surya menengok ciptaan Ilahi dari cakrawala di ufuk barat.

1.2.3 Maknanya.

Makna dari tebang sunding mane tana artinya seorang isteri yang tengah mengendong anaknya, dia begitu rindu pada suaminya. Dia merenung akan kehadiran suami di sisinya saat itu.

1.3 Cala Retang Tǝnang Naram Ta Weta, Neka Weong Ta Weta.

1.3.1 Cala Retang Tǝnang Naram Ta Weta.

Cala (mungkin), retang (menangis), tenang (rindu akan, mengingat sekali), naram (suami tersayang, saudara rusuk), ta weta (Yah saudariku, isteriku?). Dengan demikian, artinya mungkinkah engkau saudari/isteriku tengah merindukan saudara/suamimu saat sekarang ini?

1.3.2 Neka Weong Ta Weta.

Neka (jangan), weong (bersedih, merana). Dengan demikian, janganlah engkau bersedih saudariku/isteri tersayangku!

1.3.3 Maknanya.

Mungkinkah engkau isteri merindukan suaminya hai nona, jangan bersedih hai saudariku!

1.4 Mai Cama Dered'ǝh, Mai Cama Nakad'ǝh, Tǝ Mamur Pa'it Kasiyasi.

1.4.1 Mai Cama Dered'ǝh, Mai Cama Nakad'ǝh

Mai (kemari, ke sini), cama (sama-sama), dered (kita bernyanyi), nakad (menyambut kedatangan dengan gembira dan riang).

1.4.2 Tǝ Mamur Pa'it Kasiyasi.

Te (untuk), mamur (melupakan, menghilangkan rasa), pa’it (pahit, hidup yang pahit), kasiyasi (hidup lara, miskin, merana, melarat).

1.4.3 Maknanya.

Mari kita sama-sama bernyanyi dan menyambut kedatangannya guna menghilangkan rasa sedih di hati]

1.5 Cai Bombang Beli Wa Nanga, Wa Nanga Tuke Talas'egah.

1.5.1 Cai Bombang Beli Wa Nanga.

Cai (datangnya), bombang (air laut yang besar), beli (dapat membawa malapetaka, petaka, musibah), wa (di bawah situ, di bawah sana), nanga (muara, hilir dekat laut).

1.5.2 Wa Nanga Tuke Talas'egah.

Tuke (naik, menaiki, memanjat, panjat), talas (talas berasal dari kata tala atau denda yang juga dapat dimengerti sebagai memberikan sesuatu berupa misalnya belis dalam bentuk uang yang ditaruh di atas tikar yang tengah membentang. Nah, talas artinya menaruh di depan banyak orang di atas bentangan tikar dan talas adalah suatu perintah untuk menyimpan di depan di atas tikar yang telah dibentang di mana-mana orang-orang duduk melingkar seperti lonto leok dengan kaki bersila sopan. Air ombak besar (bombang) yang dapat membawa malapetaka menggulung-gulung ke muara daratan. Ombak besar yang tengah menaik dan menghantam seperti semburan air laut tsunami menuju daratan ke tepi pantai, Itulah yang disebut dengan talas. Bombang artinya gulungan air laut yang besar yang akan membawa malapetaka hingga ke daratan. Di muara ia naik dan menyembur rata ibarat membayar semua hutang-hutang atau tala dalam bahasa Manggarai. Sedangkan, 'egah adalah seruan tambahan sebagai kepastian permintaan.

1.5.3 Maknanya.

Saat ombak besar datang yang bakal menghantam daratan. Ia terurai seperti rambuat yang barusan diikat oleh ikat rambut dan ketika ia terurai, tersembur merata dapat menghantam apa saja di daratan. Maka, timbullah ketakutan dan kecemasan ibarat gulungan ombak tsunami yang menghantam daratan.

1.6 Denge Dere Mane Tana, Tau Yembong Anak Lembu Nain.

1.6.1 Denge Dere Mane Tana.

Denge (mendengar, mendengar cerita – orang), dere (menyanyi) di petang hari. Lazim, orang-orang di Manggarai senang berdendang (landu dan nenggo) di petang hari. Bahkan, mereka bernyanyi saat mengiris batang nira dari enau.

1.6.2 Tau Yembong Anak Lembu Nain.

Tau (bertanya tengah atau sendang), yembong (timang bayi), anak (anak, buah hati), lembu (menghibur), hati (hati, nyawa), nai (n) (hidupnya, nyawanya, hatinya).

1.6.3 Maknanya.

Mendengar lantunan dendangan lagu dari sesuatu ‘isteri’ tersayang dengan irama musik seruling yang indah di petang hari dengan maksud menghibur sang buah hati yang amat disayanginya.

1.7 Kesimpulan.

Dengan begitu, lirik lagu di atas dapat bermaksud sebagai ekspresi rasa cinta dari seorang isteri yang parasnya cantik menawan, rambutnya panjang terurai seperti elastisnya benang. Jalannya pun indah dan parasnya teramat menggoda tengah meniup seruling di petang hari sembari mengendong anaknya. Dia tampak begitu rindu pada suaminya. Dia merenung akan kehadiran suami di sisinya saat itu.

Lalu, ada suara lain yang berkumandang entah dari mana dan bersahut dengan maksud untuk menghibur dan kemudian bertanya mungkinkah engkau hai perempuan merindukan suamimu hai nona, tolonglah janganlah bersedih! Mari kita bernyanyi bersama-sama menyambut kedatangan’nya’ guna menghilangkan rasa sedih di hati. Saat itu, perempuan itu tengah meniup seruling di sore hari sembari menimang-nimang anaknya yang tersayang dan menghibur sang buah hati itunya.

Ketika ombak besar datang yang bakal menghantam daratan – ia terurai seperti rambut yang barusan diikat oleh ikat rambut dan ketika ia terurai, tersembur merata dapat menghantam apa saja di daratan. Maka, timbullah ketakutan dan kecemasan karena gulungan ombak tsunami besar yang menghantam daratan. Talas adalah gulungan ombak yang kemudian terurai merata.

#Sebuah penafsiran.

Lih. https://melky-pantur.blogspot.co.id/2017/10/nocanpermaidikara-dan-prigandikara-teks.html

15/04/18

Sontak.

Inilah sontak yang digunakan untuk menumbuk sirih pinang.

[Sangku sontak]

Tempat untuk menyimpan sirih pinang disebut dengan lopa. Sangku lazim dibuat dari rangga kaba/rangga tagi (tanduk kerbau atau rusa). Sontak tuk-nya dibuat dari kayu yang keras atau dari besi berbentuk tidek