Melky Pantur
Alumni SMPN I Kuwus di Satarara - Golowelu, Kelurahan Nantal, Kecamatan Kuwus di Kabupaten Manggarai Barat lulusan tahun 1997 pasti ingat akan teman-teman angkatan mereka.
Tahun 1997, SMPN I Kuwus masih bergabung dengan Kabupaten Manggarai. Kabupaten Manggarai Barat baru resmi berpisah dari Kabupaten Manggarai pada tanggal 25 Februari 2003.
Alumni angkatan tahun 1997 nama yang mereka paling ingat pertama adalah Kepala Sekolah, Bapak Redriques Efrid. Pak Efrid tinggal di Kota Ruteng. Rumahnya berada di Tebing Tinggi. Pak Efrid biasanya datang dari Ruteng.
Kisah Pilu.
Tahun 1997 pada saat ujian olahraga, Kelas III SMP diminta untuk mengikuti ujian. Siswa-siswi harus mengenakan pakaian olahraga. Ujian olahraga itu adalah ujian terakhir di sekolah.
Entah apa yang mendorong ketiga siswi itu, usai ujian olahraga, mereka tahu-tahunya bergegas ke waduk. Mungkin mereka ingin berenang.
Setibanya di waduk, runutan ceritanya tidak ditangkap pasti oleh Penulis. Cerita yang didengar sepintas waktu itu, seorang teman perempuan berenang ke dalam. Karena tidak bisa berenang, teman lain pun menolong. Saat hendak menolong karena juga tidak bisa berenang aķhirnya ikut tenggelam di waduk itu.
Penulis tidak mencaritahu secara detail sebab musabab peristiwa itu. Apakah ada anak-anak laki-laki yang juga berenang di situ sebelum ketiga siswi itu berenang. Artinya seorang siswi mau ikut berenang tetapi diduga tidak tahu berenang makanya tenggelam ke dasar waduk dan kemudian meninggal. Kedua teman perempuan lainnya pun tidak bisa selamat.
Pantauan Penulis, waduk itu tampak keruh. Waduk itu baru saja diurug tidak lama sebelum peristiwa itu berlangsung. Tampaknya dasar waduk itu penuh lumpur.
Ketiga siswi itu ada yang berasal dari Suka dan ada yang berasal dari Dahang.
Penulis sebagai teman kelas menyaksikan bagaimana mereka berusaha diselamatkan oleh warga dengan menekan dada dan perut untuk mengeluarkan air melalui mulut mereka namun usaha itu sia-sia. Mereka tidak bisa diselamatkan. Upaya pencarian hingga sore hari. Duka pun menyelimuti sekolah itu.
Pasca mereka meninggal, sebagai kenangan, foto dari ketiga siswi itu kemudian dipajang di Kantor Sekolah. Tampaknya sebagai kenang-kenangan.
Posisi Waduk.
Waduk itu berada di sebelah utara dari sekolah itu. Sekolah itu diapiti oleh dua kali yaitu bagian barat dan timur. Waduk itu dibuat untuk menampung air yang mengalir dari kali di bagian timur sekolah itu dan tampaknya air itu untuk mengairi persawahan di sekitar. Air yang mengalir dari SMP itu sebagai sumber air bagi bagi orang Suka terutama sumber bagi persawahan mereka.
Asal Siswa-Siswi.
Penulis tidak ingat baik nama-nama dari teman-teman itu. Mereka berasal dari Satarara, Golowelu, Ranggu, Wela, Porong Tedeng, Lida, Coal, Sama, Lewur, Suka, Teno, Runa, Dahang, Lambur, Raka, Waning. Ada pula yang berasal dari Terang. Penulis berasal dari Coal. Lebih banyak siswa-siswi berasal dari Kecamatan Kuwus. Tahun 1997, Kecamatan Kuwus begitu luas. Tahun 2025, kecamatan itu sudah dimekarkan menjadi beberapa kecamatan.
Nama Siswa.
Penulis mengingat sedikit nama-nama teman alumni 1997. Mereka adalah Servas Ketua, Hery Egot, Vinsen Saur, Maksimus Nongkom, Jonny Datur, Borgias Huma, Paskalis Moa, Marsel, Sales, Selly, Tommy, Yohanes, Vitalis, Herman, Nurti Gadut, Gardis, dan banyak lagi. Bagi yang merasa seangkatan bisa komen di kolom komentar dan masukkan nama. Maksimus Nongkom pernah menjadi Ketua Kelas B. Seksi keamanan adalah seorang kawan dari Wela bernama Sales. Beliau berbadan kekar amat saat SMP.
Profesi Alumni 1997.
Angkatan 1997 sudah banyak yang bekerja. Ada yang menjadi PNS di Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Manggarai dan mungkin kabupaten lainnya. Ada pula yang bekerja di sektor swasta.
Mengurug Tanah.
Alumni 1997 pasti merasakan bagaimana mereka turut mengurug tanah di atas SMP tepatnya di atas jalan di bawah lapangan bola kaki. Tahun 1997, lapangan SMPN 1 Kuwus masih miring. Anak-anak tampak susah bermain bola kaki masa itu.
Di Bawah Gunung.
SMPN 1 Kuwus adalah lokasi yang adem untuk belajar. Hijaunya dedaunan pepohonan menemani siswa-siswi untuk belajar. Suara bising pada saat itu nyaris sedikit terdengar. Paling sedikit melintas bustong Harapan Bersama Ranggu. Kendaraan itu mengangkut penumpang dari Ranggu, Lasang, Ndieng menuju Ruteng. Kondisi jalan aduhai tampak keras. Dari sisi posisi, lokasi sekolah sangat pas dijadikan sebagai lokus belajar.
Tidak Susah Kayu Api.
Hingga tahun 2025, di bagian selatan sekolah itu masih tampak jamrud. Jangan dibilang soal bahan bakar alami, kayu api masih berkelimpahan.
Mencari Kayu Api.
Pada saat SMP, Penulis kerap menelusuri hutan di Satarara dan seputaran Golowelu. Giat yang dilakukan adalah mencari kayu api sepulang sekolah.
Menikmati Siulan Kancilan Flores.
Tahun 1997, siulan kancilan Flores (kaka ngkiong) masih terdengar di persekitaran Wae Cewe dan Satarara. Bila ke Gulang, Pering dan Nati, sepanjang jalan suara merdu ngkiong mengiringi pertapakan. Tahun 2025, mungkin siulan itu jarang terdengar. Bila ke Wae Rebo, siulan kancilan Flores masih terdengar menghibur alam.
Menjadi Catatan Kisah.
Alumni 1997 tentu menjadikan peristiwa pilu itu menjadi bagian tapak sejarah yang tidak bisa dan sulit dilupakan lagipula itu kisah sedih teman kelas semasa SMP.
Bila kisah lain mudah dilupakan tetapi kisah itu sulit dimusnahkan dari kepala khususnya teman sengkatan. Angkatan 1998 dan 1999 juga ingat persis dengan peristiwa itu. Angkatan 1998 dan 1999, saat peristiwa itu mereka tengah di kampung halaman masing-masing karena mereka tengah menikmati liburan ujian kakak Kelas III SMP.
Ditulis oleh:
Melky Pantur
Alumni SMPN I Kuwus
Angkatan 1995-1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar