15/02/22

Waé Barong sebagai Unsur Identitas, Syarat dalam Bingkai Entitas "Kepemimpinan Tiga Serangkai" Keadatan Kampung Adat Orang Manggarai


Orang Manggarai memasukkan mata air (waé baté teku/waé barong) sebagai salah satu unsur identitas dan syarat keadatan yang harus dipenuhi.

Sebuah kampung adat yang di dalamnya memiliki gendang dan tambor sudah pasti memiliki unsur-unsur pendukung lainnya yang kemudian menjadi sebuah filosofi gendang onén lingkon pé'ang. Unsur filosofi itu adalah rumah adat (mbaru gendang), alun-alun (natas), mezbah adat (compang baté dari), kebun ulayat (lingko), dan mata air (waé baté téku). 

Sebuah kampung adat tentu memiliki kelima unsur itu. Kelima unsur itu dinahkodai oleh Adak Telu. Adak Telu atau kepemimpinan tiga serangkai itu, seperti: Tu'a Golo, Tu'a Gendang dan Tu'a Teno. Adak artinya Raja (King), pempimpin, sedangkan telu artinya tiga (three). Adak Telu adalah kepemimpinan tiga serangkai.

Adak Telu berperan penting dalam mengatur keseluruhan kehidupan keadatan. Tu'a Golo adalah penentu kebijakan dan pengatur umum termasuk meminta Tu'a Gendang, Tu'a Teno dan Tu'a Panga untuk mengurus persoalan-persoalan. Tu'a Gendang memimpin rapat-rapat adat, Tu'a Teno mengatur pembagian tanah dan Tu'a Panga mengatur panga-panga (clan) mereka sendiri. Tu'a Gendang akan memanggil Tu'a Teno jika terjadi masalah tanah dan akan memanggil Tu'a Panga apabila terjadi konflik di dalam keluarga dalam satu panga. Apabila ada Tu'a Kilo, maka Tu'a Gendang akan memanggilnya juga bila dalam satu rumpun keluarga besar terjadi persoalan internal. 

Waé Téku dan Compang

Bagi orang Manggarai, mbaru (rumah) terdiri atas: mbaru gendang/mbaru tembong, tambor, niang dan béndar. Mbaru gendang adalah rumah umum, tambor adalah rumah adat dari woé (berupa pemberian kepada anak perempuan jika terjadi kawin masuk), niang (rumah suku), dan bendar (rumah dari anak-anak cucu di sekitaran rumah adat atau rumah-rumah yang ada di wilayah pemekaran). Bagian wilayah Locé di Manggarai bagian utara ada juga yang disebut dengan lumpung

Apabila dalam satu kampung adat berdiri tambor, gendang dan niang bisa saja compang hanya satu termasuk waé barong. Yang berbeda adalah waé cemok. Waé cemok adalah mata air yang dikhususkan untuk suku-suku atau kilo-kilo tertentu. Dalam satu wilayah gendang terdapat kumpulan suku-suku. Jika terjadi perkawinan, maka lahirlah istilah anak rona (pihak perempuan) dan anak wina (pihak laki-laki).

Tu'a Teno dan Lingko

Setiap lingko memiliki Tu'a Teno masing-masing. Ia ditugaskan oleh Tu'a Golo dan Tu'a Gendang untuk membagi lingko-lingko. Tu'a Teno adalah Tu'a yang diambil dari pemilik lingko. Adak Telu adalah pemilik lingko (kebun ulayat). Jika terjadi masalah batas antara moso (elemen tanah/bidang tanah dalam satu lingko), maka Tu'a Teno yang mengurusnya di bawah komando Tu'a Gendang.

Gendang Cahir dan Gendang Widang

Gendang cahir maksudnya gendang yang dibagi ke keturunan dari Tu'a Golo atau Tu'a Gendang, sedangkan gendang widang adalah gendang yang diberikan kepada asé ka'é (berasal dari suku-suku lain atau kepada anak wina yang diserahkan oleh anak rona). Gendang widang berarti gendang yang diserahkan ke anak wina disertakan dengan lingko-lingko

Lumpung

Di wilayah Ruis dan Locé tidak ada gendang cahir atau widang. Pembagian dari gendang disebut sebagai lumpung. Ada pula yang disebut dengan lumpung léca dan lumpung rangko. Lumpung léca maksudnya pembagian dari gendang ke asé ka'é dalam satu wilayah gendang karena mereka mau berdiri sendiri. Sedangkan, lumpung rangko maksudnya ada dua atau tiga gendang duduk bersama lalu memberikan lingko-lingko mereka kepada asé ka'é yang tergabung dalam satu lumpung. Di sini memiliki alasan khusus karena lingko-lingko jauh dari gendang-gendang sementara mereka ingin menggarapnya dan berada dalam satu bingkai rumah adat. Maksudnya, tiga gendang bergabung menjadi satu berbentuk satu lumpung. Pemilik lingko dari gendang berbeda tetapi dalam satu kawasan. Mereka kemudian membentuk lumpung rangko. Lingko-lingko itu berada di wilayah kantong.

Perbedaan Sisi Ritual Adat dari Gendang, Tambor dan Lumpung

Dalam hal ritual adat paki kaba (mempersembahkan hewan kurban berupa seekor kerbau) gendang akan melakukan saé sebelum lilik compang. Kerbau disembelih di tengah natas. Sedangkan, tambor tidak menggelar saé. Saé dilarang apabila meresmikan tambor. Sedangkan, lumpung tidak ada saé juga hewan kurban disembelih di depan lumpung bukan di compang

Jadi, perbedaannnya jelas yaitu lumpung dan tambor tidak menggelar saé (tarian sakral) sementara dalam hal menyembelih hewan kurban, lumpung menyembelih hewan kurban berupa kerbau di depan lumpung bukan di compang dan lilik compang tidak digelar, sedangkan tambor penyembelihan hewan kurbannya dilakukan di alun-alun dekat compang. Sementara gendang menggelar saé dan hewan kurban disembelih dekat compang

Untuk lebih jelasnya:

Lumpung tidak menggelar saé dan lilik compang. Hewan kurban disembelih di depan lumpung.

Tambor tidak menggelar saé tetapi lilik compang dan hewan kurban disembelih di alun-alun. 

Gendang wajib menggelar saé, lilik compang dan hewan kurban disembelih di dekat compang.

Kebeng dan Congko Lokap

Kedua istilah ini dipakai oleh masing-masing wilayah di Manggarai. Bagi orang Cibal, acara puncak pembangunan rumah adat disebut kebeng, sedangkan bagi orang Rahong dan Ruteng, Ndoso dan Kuwus disebut congko lokap (upacara puncak pembangunan rumah adat). 

Waé Barong Léca dan Rangko

Waé barong adalah komponen kelima dalam falsafah gendang, niang, tambor dan lumpung. Ada yang disebut dengan waé barong léca dan waé barong rangko.

Waé barong léca maksudnya, dalam satu kampung adat gendang memiliki hanya satu waé barong, sedangkan waé barong rangko maksudnya dalam satu kampung adat terdapat tiga gendang tetapi satu alun-alun dan satu compang termasuk satu waé barong saja. Misalnya, di kampung adat Barang, Kecamatan Cibal. Dapat juga satu kampung adat terdapat tambor dan gendang di mana natas, compang dan waé barong hanya satu.

Perbedaan Waé Barong, Waé Cemok, Waé Téku

Waé barong adalah mata air sakral dari kampung adat yang bersifat komunal atau milik bersama warga kampung adat. Waé cemok juga disebut mata air sakral yang hanya dimiliki oleh suku atau kilo tertentu. Sedangkan, waé téku sifatnya umum. Meskipun semua mata air disebut waé téku. Waé téku yang bersifat umum tidak bersifat sakral. Yang sakral adalah waé barong dan waé cemok. Baik waé barong, waé cemok maupun waé téku di bawah kekuasaan gendang. Pada saat acara bowo waé biasanya, ketika saat yang pergi abadi itu hendak dikuburkan orang-orang terutama keluarga akan pergi membilas diri ke waé téku

Compang Buatan dan Compang Alami

Compang (atau disebut pula dengan dari) terdiri atas dua jenis. Ada compang yang disusun oleh tangan manusia, ada pula compang yang tersusun secara alami. Compang yang tersusun secara alami tanpa dibuat oleh tangan manusia, contohnya, compang gendang Sampar di Desa Pong Lalé, Kecamatan Ruteng.

Gendang Lancung

Gendang lancung adalah gendang yang memiliki compang tetapi hanya bersifat sementara. Bisa juga disebut sebagai gendang singgahan. Misalnya, salah satu gendang di Golo Nawang yang sudah ditinggalkan oleh nenek moyang yang sifatnya sementara. Generasinya kemudian tersebar ke mana-mana. Gendang itu serta compang-nya ditinggalkan. 

Waé Barong Loang

Waé barong loang adalah waé barong yang ditinggalkan oleh nenek moyang karena memindahkan kampung adat ke lokasi yang lain yang tidak jauh dari kampung adat sebelumnya. Kampung adat yang baru bukan wilayah kantong. Bisa juga waé barong yang memang ditinggalkan sama sekali.

Memindahkan Kampung Adat

Masa lampau, nenek moyang di Manggarai bisa memindahkan gendang dan kampung adat ke lokasi yang lain. Mereka mendirikan rumah adat baru, compang baru dan waé barong baru. Hal itu berdasarkan persetujuan. Waé barong lama disebut juga waé barong mbaté tetapi sudah ditinggalkan karena alasan tertentu. Salah satu contoh adalah waé barong orang Taga, Ruteng yang kemudian ditinggalkan nenek moyang di dekat lingko Lamba persis di aliran sungai Tiwu Riung. Hal itu bisa terjadi karena kesepakatan bersama masa lampau mengingat masa lampau tanah masih luas sementara manusia sedikit.   

Pa'ang Olo Ngaung Musi

Istilah yang kerap dipakai oleh orang Manggarai adalah pa'ang olo ngaung musi. Pa'ang artinya gerbang masuk ke kampung yang berada di depan (olo, be bolo). Ngaung (kolong) artinya bagian bawah rumah karena orang Manggarai kerap membangun rumah adat dengan sistim panggung. Musi artinya belakang. Pa'ang olo ngaung musi dapat diartikan juga sebagai seluruh warga kampung adat termasuk mereka yang berada di perantauan. 

Pangga Pa'ang Nggalu Ngaung

Ini adalah istilah pemerisaian di mana sebuah kampung adat memiliki tameng atau perisai untuk melindungi diri dari serangan apa pun. Istilah ini adalah simbol bahasa persatuan nai ca yanggit, tuka ca léléng (bersatu padu, satu pikiran). 

Beberapa Istilah yang Ada Hubungannya dengan Waé

Waé Nggéreng dan Waé Woang

Waé nggéreng artinya air jernih, bersih. Toém tebur, cino (tidak keruh dan bening). Waé nggéreng adalah sebuah ekspresi simbolik untuk menyebut ata jangka (paranormal). Terkadang waé nggéreng disebut pula ada ata pecing, ata mata gérak, ata mbeko.

Kemudian waé woang adalah mata air asli, alami, yang keluar dari tanah bukan air kali atau waé meti (terkadang tidak muncul) pemberian dari Yang Kuasa secara langsung (Morin Jari Dédék). Bukan dari pipa buatan. Istilah yang kerap dipakai adalah mboas waé woang, kembus waé téku (mata air jernih yang besar berasal dari sumbernya di mana orang-orang menimba). 

Waé Takung dan Takung Waé

Waé barong disebut pula sebagai waé takung, waé téku tédéng. Tetapi waé takung ada dua jenis, yaitu waé barong dan waé cemok. Tetapi takung waé adalah sebuah aktivitas memberi sesajian. Takung waé dalam konteks ritual adalah aktivitas meminta kemurahan kepada penjaga mata air agar selalu terlindungi dari pengaruh jahat. Takung waé dapat juga diartikan sebagai aktivitas atau ritual apabila ada orang-orang yang hendak menjala ikan di kali atau pula ada warga kampung yang melepaskan ikan, udang di kali maka digelarlah ritual takung (sesajian). Ritual takung dilakukan apabila hendak menjala agar tangkapan banyak dan berlimpah. 

Waé Cebong

Waé cebong adalah air yang bersifat umum sekali. Waé cebong tidak harus bersifat sakral karena khusus untuk mandi dan cuci. Kali-kali juga disebut waé cebong

Waé Géok dan Waé Bung

Waé géok adalah mata air yang kecil dan bersih yang terkadang muncul sesaat. Bisa sering datang tetapi kecil (waé lemes dalam sebutan lain akibat dibuatnya waduk atau embung). Sedangkan, waé bung adalah air yang keluar sewaktu-waktu di saat musim hujan saja. Ketika musim kemarau tiba, airnya tidak keluar. Untuk mengatasi waé bung biasanya orang-orang menggelar ritual takung waé dan menanam berbagai jenis pohon di atasnya. 

Barong Waé

Barong waé adalah suatu aktivitas ritual adat di mana tetua adat berkumpul di waé barong sebagai salah satu komponen runutan ritual adat. Barong waé juga digunakan untuk sebutan lain dari suatu aktivitas rutinitas untuk mengalirkan mata air dari parit yang dibangun demi mengairi ladang-ladang. 

Waé barong Gendang Lawir di Ruteng.

Foto: Roy Jehapu

Waé Mata dan Mata Waé

Waé mata adalah mata air, sedangkan mata waé adalah sumber awal di mana air keluar dari mata air. Waé mata dalam sebutan lain juga dterjemahkan sebagai air mata. Misalnya, air mata cinta. 

Waé Timbu dan Timbu Waé 

Waé timbu maksudnya, genangan air yang sengaja dibuat atau ditimbulkan dalam bentuk atau dibuat dalam bentuk kolam kecil untuk menampung air hujan. Sedangkan, timbu waé artinya aktivitas menadah air dengan membuat pematang atau tanggul dengan tujuan menadah air agar bisa dialirkan ke ladang melalui parit.

Timbu waé jika salah dapat menyebabkan rudak misalnya di mata waé. Timbu mata waé jika salah akan direkonsiliasi melalui ritual ngelong (sesajian berupa telur ayam kampung). 

Derek Waé

Derek waé adalah suatu aktivitas ritual adat agar mata waé selalu kémbus (air keluar selalu stabil dari dalam tanah). Ritual ini adalah meminta intervensi Yang Kuasa agar menumbuhkan pohon-pohon dengan caraNya dan juga hujan senantiasa mengguyur wilayah itu. Adapula sebutan derek siri bongkok (aktivitas ritual adat saat mendirikan tiang tengah dari rumah adat). 

Waé Samo dan Waé Wacang

Waé samo maksudnya air bersih yang digunakan untuk mencuci tangan ketika ada acara-acara tertentu terutama saat terjadi kedukaan. Waé wacang juga artinya air bersih untuk membilas diri. Biasa juga kerap disebut waé nawi. Waé nawi biasanya menggunakan air bersih untuk mencuci pakaian ataupun perabot-perabot rumah tangga.

Liang Waé, Waé Liang dan Waé Loang

Liang waé maksudnya air yang keluar dari tebing yang memilik lubang besar. Air yang keluar dari lubang besar. Bisa juga di dalamnya terdapat liang. Lazimnya memiliki bebatuan besar. Waé liang maksudnya mata air yang berbentuk kolam. Tidak mengalir keluar tetapi meresap ke bawah bisa juga habis karena proses penguapan. Sumber air bisa muncul dari tingkap-tingkap bebatuan atau rembesan resapan air hujan yang tertampung dalam sebuah wadah. Biasanya terdapat di gua-gua dan liang-liang tanah akibat longsor. Sedangkan, waé loang adalah mata air yang sebelumnya digunakan orang-orang tetapi warga pindah atau karena tercemar, terkontaminasi maka kemudian ditinggalkan. Terkadang disebut waé téku loang. 

Waé Nécak dan Waé Délem

Waé nécak maksudnya genangan air yang tidak dalam misalnya telaga, kali, kolam, sumur air. Sedangkan, waé délem adalah genangan air berupa telaga, kolam sumur yang cukup dalam.

Waé Néneng dan Néneng Waé

Waé néneng adalah kumpulan air dalam dalam satu wadah kolam, telaga, tacik (laut) yang dalam biasanya berwarna hitam dan jika di laut berwarna biru. Sedangkan, néneng adalah pantulan air akibat terkena cahaya sinar mata hari. 

Waé Bincar dan Bincar Waé

Waé bincar adalah genangan air yang ditimbulkan akibat terbentur dengan benda lain kemudian mengenai sesuatu titik benda atau wadah. Lama kelamaan bisa menjadi danau. Sedangkan bincar waé maksudnya percikan air akibat hujan atau semprotan.

Waé Lemes dan Lemes Waé

Waé lemes adalah air yang kecil yang dtimbulkan akibat misalnya seng atap rumah bocor. Sedangkan, lemes waé adalah air yang mengalir kecil yang membasahi lantai rumah atau alun-alun yang tengah kering karena tersumbatnya parit.

Waé Inung dan Inung Waé

Waé inung adalah air untuk minum. Waé inung juga biasanya untuk menyebut mata air yang khusus ditimba untuk diminum. Sifat airnya tidak tercemar. Sedangkan, inung waé artinya meminum air. 

Waè Cancor dan Cancor Waé

Waé cancor maksudnya air besar yang mengalir dari tebing atau mata air yang dekatnya terdepat rendahan atau tebing kecil. Biasanya orang-orang menggunakan talang agar bisa dimandikan. Waé cancor adalah air terjun bisa mengalir langsung dari mata air sebagai sumbernya bisa juga di kali-kali. Sedangkan, cancor waé maksudnya air yang keluar atau mengalir seperti air terjun yang kemudian bisa bincar dan lemes.

Cunca dan Cunca Waé

Cunca adalah air terjun. Cunca terkadang ada yang tinggi ada yang berukuran satu meter lebih. Biasanya di kali yang agak besar. Sedangkan, cunca waé maksudnya air yang mendidih. Cunca waé lazim juga disebut sebagai sebuah tebing yang ada di kali kering yang pada saat hujan airnya berbentuk seperti air terjun.

Sermuli dan Bemberluak Waé

Sermuli artinya pusaran air. Bemberluak waé maksudnya air yang keluar dari kolam atau parit karena tersumbat. Apabila tanggul jebol di saat musim hujan dapat mengakibatkan ladang-ladang hancur dan air tergenang ke mana-mana. Bemberluak waé dapat pula terjadi karena air yang keluar dari dalam tanah meluncur ke permukaan tanah sehingga membentuk luncuran atau terjun.

Waé Ronco dan Ronco Waé

Waé ronco adalah air yang ditimbulkan karena hujan lebat yang apabila tidak diatur dengan baik akibatnya aliran airnya sembarangan. Sedangkan, ronco waé maksudnya air yang keluar dari waduk disebabkan oleh hujan lebat akibatnya tanggul jebol sehingga air dapat merembes ke mana-mana menghancurkan apa pun.

Waé Sor dan Sor Waé

Waé sor maksudnya mata air cahir biasanya dari asé ka'é ketika membuat gendang baru. Bisa juga mata air pemberian, hadiah, widang dari anak rona ke anak wina. Sedangkan, sor waé adalah aktivitas membagi air, mata air. Sor waé dapat pula diartikan sebagai air yang segaja disemprotkan. Biasanya saat menyiram bunga atau tanaman. 

Waé Sosor dan Sosor Waé

Waé sosor maksudnya mata air untuk mandi dan cuci tetapi mata airnya agak di atas sehingga orang-orang menggunakan bambu untuk talang. Waé sosor ada di mata air bukan waé sosor yang muncul dari atap seng atau ijuk rumah yang dialirkan melalui talang. Sedangkan, sosor waé maksudnya talangan air. 

Waé Génang

Waé genang artinya air telaga. Waé génang juga dapat diartikan air dingin (ces) yang sudah dimasukkan aji-ajian atau mantra-mantra mandraguna untuk menyembuhkan berbagai penyakit bisa juga patah tulang dan sebagainya. 

Waé Kolang dan Kolang Waé

Waé kolang artinya artinya air panas, sedangkan kolang waé artinya memanaskan air. Waé kolang sebutan lain untuk air yang mengandung mantra-mantra mematikan. 

Waé Cehéng dan Mata Waé Regis

Waé cehéng dapat berupa air minum yang sudah dinazar atau memiliki perjanjian khusus yang apabila dilanggar dapat mematikan. Waé cehéng dapat pula disebut sebagai air permurnian sebagai penyuci kekesalan, amarah dan perbuatan-perbuatan tercela. Waé cehéng dapat juga diartikan sebagai mata air yang memiliki unsur-unsur magis atau ada orang yang bernazar tidak akan menganggu karena telah melanggar ketentuan tertentu baik karena masalah antara sesama manusia maupun penghuni air. Sedangkan, mata waé regis maksudnya mata air yang serem. Dalam istilah orang Manggarai dinamakan sebagai pong cengit.

Waé Ru'u dan Ru'u Waé

Waé ru'u maksudnya air yang diisi dengan mantra-mantra khusus. Biasanya air ditaruh di wadah-wadah khusus. Mantra yang dimasukkan berupa ilmu totok (ru'u da'ét), ru'u tako tédéng (mantra yang membuat orang-orang terus mencuri).

Waé Rénéng

Waé réneng maksudnya mata air yang digunakan untuk keperluan memasak tetapi karena tidak dirawat dengan baik jadinya rénéng. Tentu tidak bagus untuk digunakan. Waé rénéng dapat pula disebut air minum yang sudah dimasak tetapi diminum terasa lain karena masaknya belum matang. Rénéng itu sendiri maksudnya aktivitas memasak yang menyebabkan nasi habel dan kar (nasinya lembek dan keras). Itu disebabkan karena apinya kurang stabil. 

Waé Bakok dan Waé Nggélel

Waé bakok bukan bermaksud untuk menyebut air putih karena air itu bening bukan putih. Waé bakok adalah sebutan untuk mincé (nira) bukan tuak karena tuak dicampur dengan berbagai kulit kayu sehingga warnanya tergantung damer (campuran kulit kayu yang digunakan yang diisi di dalam bumbung atau gogong). Jika damer berwarna putih susu, maka menjadi putih. Sedangkan, waé nggélel adalah air yang agak licin, nggelék karena telah tercemar hingga tidak baik untuk diminum. Waé nggélel dapat sebagai mata air yang sudah tercampur dengan katak, ikan dan binatang melata lainnya. Waé nggélel ini menimbulkan waé wau (air yang berubah warna dan busuk). 

Waéng Waé

Waéng waé adalah sebutan kiasan dari suatu aktivitas tertentu. Misalnya, pergi menangkap ikan di kali dengan menggunakan perangkap tertentu. Dapat pula melakukan aktivitas hedong waé. Hedong waé maksudnya mengeluarkan air dari kolam atau memindahkan air dari parit yang dialiri ke ladang agar mengalir ke tempat lain misalnya ke sungai. Maksudnya agar tanaman tidak busuk. Waéng waé dapat pula disebut sebagai aktivitas mencari udang, ikan, katak, kepiting dan belut di sungai. Waéng waé bagi nelayan disebut melaut. Ada ungkapan lainnya waéng tuak. Waéng tuak berarti menyadap nira. Kerap orang Manggarai menyebutnya panté tuak. 

Waé Worang dan Worang Waé

Waé worang adalah sebutan kiasan atau bahasa simbolik dari waé barong yang bening, jernih. Waé worang juga diartikan sebagai air hujan. Dalam ungkapan simbolik lain, waé worang adalah artian untuk generasi atau anak-anak di dalam kampung adat yang merupakan hadiah Yang Kuasa. Berkeriapnya anak-anak disampaikan melalui ekspresi ta'i cala wa'i, borék cala bocél (berkeriapnya anak-anak). Sedangkan, worang waé berarti membagi air atau memandikan anak-anak dengan air. Atau mengambil air dengan gayung lalu disiram ke tanaman.

Waé Rua dan Rua Waé

Waé rua maksudnya air yang sudah dimasak matang dan segar untuk diminum, sedangkan rua waé maksudnya air yang tengah mendidih.

Waé Céncés dan Céncés Waé

Waé céncés adalah air yang sudah dimasuk. Tetapi ini adalah bahasa kiasan untuk menyebut anak orang miskin. Sedangkan, céncés waé artinya memasak air. 

Waé Waké dan Waké Waé

Waé waké artinya akar yang sudah berair, sudah kuat, keras. Waé waké maksud lainnya adalah hidup, vitae, semangat. Sedangkan, waké waé maksudnya airnya mengalir secara terus-menerus. Berkaitan dengan identitas keadatan, waké waé maksudnya generasi yang sukses, makmur. Waé waké adalah ungkapan simbolik untuk keturunan. Hal yang mirip dengan ungkapan waké waé adalah lor waé. Lor waé maksudnya keturunan yang berkeriapan.

Waé Doang

Waé doang adalah air yang telah mengandung mantra-mantra penyembuhan. Waé doang berasal ata jangka, waé nggéreng. Mantra oleh orang Manggarai menyebutnya guru.


Melky Pantur
Ruteng
Selasa, 15 Februari 2022