30/08/19

Wéla Bombong

Melky Pantur***)
Ruteng
Kamis , 29 Agustus 2019).

KATA ini memiliki banyak arti. Bagi orang Manggarai asli saja bisa membingungkan, apalagi bagi orang asing. Agar tidak bertanya-tanya, Penulis coba menjelaskannya.
Sumber www.iniflores.comWela Mata

Arti Kata.
Wéla mata ini adalah dua kata. Jelas. Wela dapat berarti melean, membuka mata, berbunga (pohon, rerumputan). Ada juga nama kampung di Manggarai, namanya di Wéla, yaitu dekat Golowelu dan dekat Compang Cibal. Sedangkan, mata bisa berarti mata (benda yang diciptakan untuk melihat), bisa berarti mati (meninggal). Untuk lebih jelas diuraikan lagi begini: Wela mata bisa berarti menjaga mayat, membuka mata, bunga bermekar tetapi mati.
Konteks.
Kata wéla mata yang dimaksudkan Penulis di sini, memiliki beberapa arti, sebagai berikut: 
Pertama, Gadis.
Simbol keindahan itu bunga. Orang-orang kerap menyebut gadis desa, gadis kota, gadis metropolitan. Jika disebut ayam kampung, maka itu sangat kasar karena bersifat "antagonis" (gadis malam). Gadis secara halus disebut wéla mata, namun banyak orang Manggarai, Flores pun tidak tahu. Terkadang pria zaman now kerap mengatakan: "Pergi cuci mata!". Yah, artinya pergi melihat atau melirik para gadis. Terkadang, wéla mata juga disematkan pada kaum pria muda yang disukai, dilihat para gadis.
Kedua, Kekasih.
Setelah cuci mata, ada hasilnya. Wéla mata juga dapat berarti kekasih hati, pacar, calon belahan jiwa.
Ketiga, Isteri.
Wéla mata juga bisa berarti isteri, sangku lerong. Isteri disebut wéla mata karena ia adalah hasil bunga cinta. Begitupun, suami disebut wéla mata.
Baca yahCongko Lokap Gendang Watang Mena
Keempat, Buah Hati.
Ada sedikit perbedaan. Jika buah hati, mereka disebut wéla de mata (bunga dari mata). De itu berarti dari, milik, kepunyaan.
Kelima, Indra Keenam.
Wéla mata yang paling lazim dipakai adalah arti dari indra keenam, artinya kemampuan untuk melihat roh alam lain. Contoh kalimat: "Wéla matan Keraéng hio! Pria itu memiliki indra keenam!".
Perhalusan.
Para gadis, bagi orang Manggarai sering disebut: Ikéng (Kolang), enu (Rahong), ndu (Cibal), nunuk (Lembor), inuk (Kempo). Yang juga halus, yang bahkan tidak diketahui orang Manggarai sebutan wéla mata. Sebutan wéla mata sangat pas disematkan pada gadis perawan atau para gadis pada umumnya yang belum bersuami. Gadis yang belum berpria sama sekali, yang kerap dipakai dalam ekspresi adat adalah kala rana (daun sirih muda). Untuk gadis sebutan umumnya molas.
Mengapa gadis lalu disebut wéla mata? Seperti disebutkan, wéla artinya bunga, mata yah mata (eyes dalam bahasa lain). Jadi bunga dari mata sebagai ungkapan yang sangat halus itu 'wéla mata'. Sebutan kala rana merupakan bahasa kiasan juga. Meminang gadis di kediamannya kerap diungkapkan dalam kalimat ini: reko kala rana atau disebut pula taéng (ta dan éng, artinya ya mau, ya memau!). Memau apa? Yah, memau minang. Meminang apa, yah meminang untuk sehidup semati dalam satu atap dan ranjang.
Lalu, ketika gadis disebut wéla mata, apa kata perhalusan untuk meminangnya? Tentu Anda tambah bertanya lagi. Nah, kata yang paling pas adalah jangka wéla mata. Ketika orang bertanya begini: "Ngo nia kéta Itét Mori? Tuan mau pergi kemana?". Maka, jawabannya: "Ngo jangka wéla mata Ité! Pergi meminang gadis Tuan!". Memang, menyebut para gadis, berbagai perhalusan bisa berupa kiasan apa saja, misalnya: wéla bombongwéla rana bombongwéla bengkarwéla rangkangkala rana dan wéla mata. Dari semua ekspresi, yang paling halus adalah wéla bombong untuk sebutan seorang gadis. Mengapa? Wéla (bunga), bombong (bermekar dan halus seperti kapas). Predikat lain untuk para gadis: wulang mongkontala géwanglo'o capu gulamata leso (bahasa Ivan Nestorman). Bisa juga disebut wulang taga (bulan purnama)kampas réma (teman perempuan seziarah).

Sebutan lain untuk para gadis lazim diungkapkan juga sebagai wéla lowé. Jika ada yang mengatakan begini: "Wéla bombong de golo kampas taga!". Maksudnya, gadis-gadis yang berasal dan bertumbuh di kampung bersangkutan yang molek dan aduhai. Untuk sebutan anak muda (pria muda), disebut begini: Reba Gendangraci riang. Maksudnya, dalam konteks budaya Manggarai yang patrialis, lelaki muda adalah calon penguasa Gendangraci riang artinya simbol keperkasaan, jantan, pelir, penis, yang melindungi. Sedangkan, raci nai melambangkan keperkasaan pria yang penisnya tidak loyo, selalu hidup (tegang perkasa senantiasa).
Ada istilah raci riang raci nai, maksudnya pria yang pelindung sekaligus penyayang yang senantiasa berada di samping rusuk. Sirih (kala) adalah simbol perempuan, pinang (raci), sedangkan kapur (tahang) simbol perekat atau Tuhan. Sebutan kala raci tahang adalah simbol dari sebuah sistem: isteri, suami dan Dewa (Roh Allah). Dalam istilah meminang, kala raci tahang maksudnya merupakan persiapan persembahan kepada anak rona
Seorang pria, jika menginginkan seorang gadis lazim disebut reko kala. Jika sebaliknya disebut ropo raci, sehingga ada sebutan reko kala ropo raci (meminang gadis dan memutuskan untuk melepaskan masa bujang). Ropo artinya memotong, memutus, berhenti. Di sini bukan berarti memotong penis. Maksudnya, saatnya toe lomes/ombeng kole (berhentinya masa bujang). Ketika telah menjadi suami dan isteri, maka lahirlah istilah roka osangkopé pokaRoka (keranjang, vagina), osang (sangkar, rumah, rahim), kopé (parang, penis), poka (keperkasaan).
Dalam menghidupkan keluarga, istilah orang Manggarainya: éko roto/rokapola banciktoé ngondé holéstoé mejéng heséduat le gulawé'é le mané kut tua hang gulapa'éng hang manéremong hang lesocikeng hang wié (bekerja keras, jangan malas agar hidup berumah tangga bahagia). Jika, disebutkan loda kalapora raci artinya divorce (cerai). Kala loda raci pati, artinya janda dan duda. Apabila disebutkan raci tahing berarti laki-laki/suami sisa perempuan lain. Kalau kala loé berarti perempuan yang bebas ditiduri bersama. Bila kala loé holés kolé artinya mantan isteri yang bersuami lain lalu mau kembali lagi ke suami pertama. Kalau kala loé kolé artinya perempuan yang tidak mau bertobat, maunya berselingkuh (betina kampung). Seandainya dikatakan raci lampa kala berarti suami yang selingkuh. Dan, jika dikatakan raci ni'i, artinya pria yang bertanggung jawab dan setia. Bila dikatakan kala rampasraci naing, artinya suami-isteri yang dipisahkan oleh usia senja. 

25/08/19

Ka Dor

KA DOR?

Kalimat ini membingungkan bila diekspresikan! Kador dapat berarti nakal, bandel, penuh hoax. Bila disebut ka dor! Ka dor? Maka artiannya banyak.

Ka dor!

Ka adalah sejenis burung ka (gagak), sedangkan dor adalah kata yang ditambah dengan dehakamenpresty r dari kata do (banyak). Bila ditambah r menjadi dor berarti banyak sekali. R diterjemakan sebagai sekali, sangat, sungguh. Dengan begitu, ka dor adalah sebuah seruan pernyataan: burung gagak banyak!

Manakala ka dor? Berarti sebuah pertanyaan apakah burung gagak banyak?

Bila disebut kador he maka ada dua kemungkinan artinya nakal atau burung gagak banyaklah.

Lalong, ka dor! Ini sangat membingungkan karena seruan pernyataan itu berarti puteraku banyak burung gagak. Kalau orang asing memahaminya bisa berarti anak muda belia yang nakal.

Melky Pantur***),
Minggu (26/8/2018).

21/08/19

Congko Lokap Gendang Maras Buntu Jene 2019

Foto yang unik saat ritual oke saki di Maras.

Gambar ini diambil di depan Gendang Buntu Jene di Maras, Desa Belangturi, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur, Indonesia, Senin, 5 Agustus 2019.








Rumah Gendang ini merupakan bantuan dari Kementerian


Tampak depan rumah adat tersebut.






Tonton videonya di sini:








Tonton videonya di sini: https://youtu.be/AWsZnCRfLhc


















Lihat videonya di sini:








Tonton videonya di sini: https://youtu.be/iLx6r86C20w




Lihat videonya juga:






NARASI

Salah satu rangkaian ritual adat orang Manggarai sebelum digelarnya congko lokap (mengangkat, membersihkan kotoran, sisa dari pembangunan rumah adat) adalah oke saki (membersihkan, membuang kotoran berupa perbuatan-perbuatan yang pernah dilakukan seseorang) di sebuah sungai atau jurang yang dalam. 

Warga harus berangkat dari Gendang secara bersama-sama lalu berbondong-bondong ke sungai. Yang menuntun jalan adalah anak rona (pihak saudara dari isteri). Anak rona berada di paling depan juga di bagian paling belakang. Saat berjalan, jangan menoleh ke belakang, baik saat pergi maupun saat pulang. Ketiga melihat suatu sungai atau pa'ang misalnya, boleh melihat ke belakang. 

Ritual di Cunga. 

Di cunga, semua yang pergi harus berada di dalam lingkaran rotan (wua) yang sudah dibela tetapi di salah satu ujungnya tidak boleh diputus sebelum hewan kurban berupa ayam jantan berwarna hitam disembelih. Sebelum digelarnya ritual, diawali dengan tesi (permisi) kepada anak rona. Dua orang perwakilan anak rona tersebut, satu orang berada di depan, satu orangnya berada di belakang. Usai hewan kurban disembelih dan dibuang begitu saja ke sungai, warga yang ikut wajib mencuci muka ataupun mandi (membilas badan). Doanya itu mengarah kepada Raja Sungai (Dewa Air) yang memberi air dari hulunya hingga ke hilir dan lautan. 

Acara di Pa'ang.

Setelah mencuci tangan, mandi, warga yang ikut tersebut pergi ke pa'ang (pertigaan jalan) lalu menggelar ritual adat dengan menggunakan seekor ayam jantan (lalong raci). Saat tiba di pa'ang yang telah ditentukan, ayam diarahkan ke cunga. Artinya, pandangan mereka ke arah ke cunga. Saat berangkat dari cunga menuju ke pertigaan, warga tidak boleh menoleh ke belakang kecuali jika tiba di pa'ang. Setelah ayam kurban dibakar, warga melanjutkan perjalanan ke rumah adat. Yang menuntun perjalanan juga anak rona.

Ritual di Mbaru Gendang.

Tiba di Gendang, salah satu juru adat memimpin ritual penyucian dengan hewan kurban berupa ayam jantan putih dan sebutir telur. Telur kemudian dipecahkan lalu ditaruh di dalam sebuah baskom. Pemimpin juru adat kemudian mengusap kakinya tiga kali dengan air itu termasuk tangan dan mukanya. Setelah ritual tersebut, mereka membicarakan persiapan acara syukuran caci yang dipimpin oleh PETRUS GADUT.

Gambar dan naskah,
oleh: Melky Pantur***).

Galleries:




Bersama Pak Enok Tangur, Senin (5/8/2019) di Maras.



Tampak para ibu-ibu menari di alun-alun.