31/01/21

Pater Servulus Ishaak, SVD







Pater Servulus Ishaak, SVD adalah mantan Rektor di STFK Ledalero. Terakhir beliau menjadi Rektor STKIP St. Paulus Ruteng menggantikan Pater Yoseph Masan Toron, SVD.

Setelah menjadi Ketua STKIP St. Paulus Ruteng, dirinya sempat menjadi Provinsial SVD Ruteng. Jabatan itu pernah diduduki oleh Pater Yoseph Masan Toron, SVD. Lalu, tahun 2020, Provinsial SVD Ruteng dipegang oleh P. Paulus Tolo Djogo, SVD. Pater Paulus juga mantan Dosen di STKIP St. Paulus Ruteng yang sekarang menjadi Universitas Katolik Indonesia St. Paulus Ruteng.

Pater Servulus adalah seorang pendidik. Sudah banyak para calon Imam di semua kongregasi yang berhasil dididiknya. Tidak hanya itu, ribuan Katekis yang telah diajarkannya di seantero Manggarai raya. 

Pater Servulus dikenang karena dia adalah Pastor Katolik yang sangat pintar di bidang Teologi terutama eksegese.

Untuk diketahui, Serikat Sabda Allah
(Societas Verbi Divini) atau populer dengan sebutan Soverdi, adalah sebuah kongregasi keagamaan misionaris dalam Gereja Latin, salah satu dari 24 gereja sui iuris yang membentuk Gereja Katolik. Pada tahun 2006, organisasi itu terdiri dari 6102 anggota yang terdiri dari Pastor dan Bruder. Organisasi ini adalah kongregrasi misionaris terbesar di Gereja Katolik. Pemimpin Umum dari SVD sekarang ini adalah Paulus Budi Kleden yang berasal dari Indonesia, Flores.

SVD didirikan di Steyl negeri Belanda pada 1875 oleh Imam Katolik diosesan Arnoldus Janssen, umumnya mereka berasal dari penduduk dan pengikut Gereja di Jerman yang pergi dan berlindung di Belanda selama terjadinya perselisihan Gereja dan Negara yang disebut Kulturkampf. Peristiwa itu menyebabkan banyak ordo agama dan konggregasi diusir serta seminari ditutup.

SVD masuk ke Indonesia pada tahun 1912. Sekarang SVD Indonesia memiliki 4 Provinsi yaitu: Provinsi Ende (IDE), Provinsi Timor (IDT), Provinsi Ruteng (IDR), dan Provinsi Jawa (IDJ).

Pater Paulus Budi Kleden, SVD juga mantan Dosen STFK Ledalero bersama P. Servulus Ishaak, SVD.


Pater Servulus Ishaak, SVD



Sumber gambar: Kosmas Takung

Kenangan yang Tak Terlupakan.

Pater Servulus Ishaak, SVD, mantan Rektor STFK Ledalero dan STKIP St. Paulus Ruteng. Pria ini pernah saya dapat menjadi Dosen di STKIP St.  Paulus Ruteng.

Panjang cerita. Saya sempat off kuliah di STKIP St. Paulus Ruteng karena bertengkar dikit soal nilai dengan Pater Oswaldus Bule, SVD. Yah, salah paham. Saya kemudian mengancam pihak Sekretariat untuk mengambil semua transkrip nilai. Saya pun pergi ke STKIP Madiun dan mendaftar di sana. Tapi sayang, saya tak jadi lanjut. Yah, memang pengaruh saya ke Sarangan lagi dengan Rm. Karolus Jande, Pr. 

Panjang cerita, saya kembali ke Ruteng. Semua transkrip nilai saya ada di STKIP Madiun. Saya tak mengambil kembali. Bung Alfan Manah dan Konstantinus Nompirama memaksa saya kuliah lagi tepatnya di Sekretariat GMNI Cabang Manggarai. Tapi saya bilang begini ke kedua senior besar itu, saya kuliah di STIPAS St. Sirilus Ruteng saja. Saya pun menelpon Pater Dr. Hubert Muda, SVD. Pater meminta saya ke STIPAS dan bertemu di Kantornya, setuju saya kuliah di STIPAS tetapi mana transkripsi nilai. Waktu itu, Pater Hubert minta transkripsi nilai saya. Pater Hubert saat itu menjabat Ketua STIPAS St. Sirilus Ruteng. Ia juga Dosen Teologi Kontekstual di STKIP St. Paulus Ruteng. Jadi, sudah baku kenal.

Saya kemudian ke Sekretariat  STKIP St. Paulus mengambil transkripsi nilai. Persis ketika bertemu dengan P. Os Bule, SVD. Pihak Sekretariat bilang harus menunggu Pater Os. Pater Os bilang, kalau mau lanjut kuliah di sini tidak usah mengambil transkripsi nilai tetapi membayar tunggakan dan registrasi.

Saya pun mengikuti permintaan Pater Os. Kemudian, saya menghadap Pater Servulus. Pater Servulus saat itu menjabat Ketua STKIP St. Paulus Ruteng. Dia bilang, tidak terima kuliah di situ. Hati saya pun senang karena itu yang saya cari. Yah, saya bisa kuliah di STIPAS saja. 

Karena Pater Servulus menolak, saya kemudian menelpon Rm. Karolus Jande, Pr. Romo Karel kemudian menelpon Pater Servulus. Ketika Romo menelpon, Pater Servulus kemudian bilang boleh. Saya kemudian stress karena tak jadi ke STIPAS padahal sudah janjian dengan Pater Hubert Muda. 

Selama Kuliah. 

Pater Servulus Ishaak ini orangnya pintar. Saya melihat diktat kuliahnya rumit. Lumayan nilai mata kuliahnya saya mendapat B. Kalau bertemu dengan saya, ia pasti memanggil saya Bapa. "Bapa!," ia menyapa saya setiap kali berjumpa. Kalau P. Horst Baum, selalu mengancungkan jari jempol. 

Saat saya mendengar mata kuliahnya saya selalu melihat Pater Servulus semangat mengajar mahasiswa/inya. Dalam hati saya berguman: "Iman mereka ini begitu kuat padahal apakah mereka mengenal keaslian seperti apa wajah Allah Yesus yang mereka ajarkan ini!". Memang, imanmu menyelamatkan engkau, pesan dari sebuah perikope Injil.

Ia Tak Marah.

Saat ia mengajar terkadang saya tak gubris, yah masih menelpon orang dari ruangan kuliah. Ia tidak pernah menegur. Pastor ini amat kebapakan. Saya begitu kagum terhadapnya tetapi ia kerap memanggilku Bapa. Dalam hati saya berguman, ah ada-ada saja ini Tuang. Kok panggil saya Bapa. Saya kan umur di bawahnya. Ataukah maksudnya, saya itu bapa bengot. Anehnya, setiap kaki berjumpa, ia pasti tersenyum dan memanggil saya Bapa.

Mendengar ia pergi hati terasa perih. Selamat jalan Pater. Amal ibadahmu selalu terkenang. Dan, saya tak pernah melupakan kenangan bersamamu, saat engkau menolak aku.











Pater Servulus Isaak, SVD adalah sungguh-sungguh Imam.







 

30/01/21

Sebastiana Lahut

                                  Sebastiana Lahut

Sebastiana Lahut puteri dari Gaspar Garung dan Sobina Sidung di Sampar, Desa Pong Lalé. Sebasitiana Lahut ini kemudian menikah orang Wangkung-Langkas bernama Gaspar Garung. Nama lain, Gaspar Génggot.

Putera dan Puteri Pasangan
Gaspar Garung dan Sobina Sidung.

Sebastiasa Lahut bersuamikan Gaspar Garung di Langkas, Romana Pahul bersuamikan Lorénsius Man di Nati; Herman Kiot memperisterikan Rita Magno Ximénés dari Lospalos, Timor Leste; Véronika Danut bersuamikan Théodorus Tamat dari Coal; Wihélmina Bambung bersuamikan Agustinus Ranggut dari Satarara; dan Kristina Naut bersuamikan Pétrus Sikoturu dari Bajawa.

Gaspar Garung


28/01/21

Sekilas tentang Gendang Carep

Gendang Carep sebenarnya berasal dari nama ‘racang cerep’. Kedua kata ini kemudian digabungkan menjadi Carep. Lazimnya, orang dewasa ini memanggil nama gendangnya sebagai Carep saja untuk mempersingkat dan tidak mempersulit penyebutan.

Pertama, racang. Racang itu sendiri dalam bahasa Manggarai lainnya disebut dali, watu dali, watu racang. Watu artinya batu, dali artinya asah. Racang lazimnya batu asah yang berwarna putih berupa karang, sedangkan dali berasal dari bebatuan endapan yang dihasilkan dari endapan magma gunung berapi. Intinya, racang artinya batu asah, batu gerinda.

Kedua, cerep. Cerep memiliki artinya yang sangat banyak, rani (pandai berkelahi, kuat, tajam ibarat parang
setajam silet), harat (amat tajam), mberes (kuat bertarung, bertenaga). Cerep dalam pengertian ritus perkawinan berarti sebuah perjanjian ‘angka’ dalam belis, sebuah kesepakatan untuk mempertajam (racang) hubungan kedua mempelai termasuk keluarga besar.

Dengan demikian, racang cerep berarti mempertajam angka, hubungan persahabatan, hubungan kawin mawin, hubungan pertalian dan hubungan kekerabatan.

Menurut sejarah singkatnya, Carep berasal dari Mandosawu, sebuah gunung sebelah barat Golo Lusang, tepatnya gunung di atas Kampung Leda dan sebelah baratnya lagi Poco Likang yang di bawahnya terbentang Bahong, Cumbi dan Wae Mbeleng. Keturunan Carep ini merupakan keturunan Juawone, titisan dari Kodalam yang yang berasal dari Turki.

Dalam perkembangan sejarahnya, keturunan Juawone tersebut berkembang pesat. Ada yang ke Manggarai Timur menuju Lamba Leda dan ada yang menetap di Carep. Sejarah Carep juga ada hubungan dengan perjanjian Pong Dode di Mano.

Hingga kini sebagai Gendang tertua, Carep memiliki tujuh gendang titisan. Masa Kerajaan dulu di Manggarai, Carep dikenal sebagai Gelarang. Dan Carep termasuk gendang yang menghasilkan cabang terbanyak (pati arit wingke iret—terbagi rata seturut berkembangnya keturunannya) dengan mana di Kabupaten Manggarai, Carep adalah gendang terbesar.

Sejak berdirinya Gendang Carep dari zaman baheula, Gendang ini memiliki catatan sejarah yang panjang. Datum yang dikumpulkan media ini, Gendang Carep sudah beberapa kali menggelar acara congko lokap. Sejarah kepedihan, faktor ketiadaan dana sehingga suatu ketika diperkirakan 20-an tahun lalu Gendang ini pernah dibangun namun pada tahun 2008 baru menggelar congko lokap sementara zing dan papannya rusak dan rapuh.

Berkat Mori agu Ngaran, Jari agu Dedek (Tuhan Pencipta), 7 tahun kemudian yang rupanya mirip dengan 7 anak dari gendang tersebut diperolehlah rahmat itu di mana Kemenpenbud meluncurkan program revitalisasi rumah adat. Gendang Carep pun diplih oleh Disparbud Manggarai. Bak gayung bersambut, Gendang Carep semacam klimaks dari belaskasih Ilahi karena terpilihnya Gendang tersebut karena Gendang lain yang ditunjuk menolak.

Disaksikan media, pergelaran congko lokap Gendang Carep meski segelintir orang yang hadir namun aura ritusnya sungguh luar biasa. Kerbau yang hewan kurban yang disembelih tampak terbaring kaku tanpa diarahkan, tanpa komentar kepalanya bergerak sendiri ke mezbah (compang) setelah itu tidak bergeming lagi. Sungguh peristiwa penyembelihan hewan kurban yang tidak rumit.

Fakta unik lainnya, terpilihnya Gendang Carep sebagai Gendang Representasi penyerahan dan pemarafan prasasti juga pada posisi angka 7, ibarat angka keberuntungan karena Gendang Carep adalah Gendang yang ketujuh yang mendapat bantuan dari pusat untuk revitalisasi, yang sebelumnya Todo dan Wae Rebo kendati Wae Rebo hanya Niang. Wae Rebo pun hanya 7 Niang dengan nenek moyang pertama bernama Maro. Mirip Niang Todo, Carep pun memiliki banyak hasilan Gendang. (Melky Pantur)


Potret Gendang Carep, 28 April 2016. Foto: Melky Pantur.



Kampung Paleng

 





Ini adalah Kampung Paleng, terletak di Desa Benteng Rampas, Kecamatan Lambaleda Timur, Kabupaten Manggarai Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.

Foto Facebook: Titan Irenius.