06/03/25
Kunjungan ke Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Kabupaten Manggarai
05/03/25
04/03/25
06/02/25
When a Photo to be a Memory
Poligami Konteks Manggarai antara Hukum Perceraian dan Hak Warisan
Seorang pria berpoligami dalam konteks budaya Manggarai secara spesifik itu tentu sebuah kelaziman. Tidak ada yang ambil garang. Senjata cukup tajam sudah cukup. Publik tak memusingkannya. Berlawanan dengan ajaran Gereja Katolik, perkawinan sifatnya monogam dan takterceraikan kecuali maut memisahkan.
Sebaliknya, bilamana seorang perempuan berpoliandri dipandang tidak wajar bagi orang Manggarai karena sifat sosialitas budayanya patrilineal. Itu sedikit melawan hukum moral budaya. Tidak etis menurut adat. Kendati poligamis, sifat perkawinan orang Manggarai mengajarkan semua pasangan harus dilindungi, dijaga, tidak boleh diceraikan. Kalau sengaja menceraikan sang isteri harus melakukan saung leba (denda adat). Saung itu daun, leba itu sejenis kacang cincau.
Saung leba dilakukan manakala sang suami yang menceraikan isterinya. Saung leba dalam artian lain sebagai molas kolé. Molas kolé maksudnya, bekas sang isteri bisa mendapatkan suami atau lelaki lain. Itu berarti si perempuan tidak terikat lagi dengan suami pertamanya.
Bagaimana dengan Sida?
Sida biasanya dilakukan oleh pihak isteri terhadap pihak suami. Ketika pihak isteri mempunyai giat-giat, bowo waé (keluarga meninggal), laki (saudara kandung atau sepupu dari sang isteri hendak menikah) maka lazimnya sang suami mendapat sida. Bila pengambilan isteri, semua belis dilunasi dengan dasar cikat kina wagak kaba atau wagal maka indikasinya jelas belis akan dinolkan. Di sana sang isteri sudah menganut ceki (totem) dari sang suami. Dalam pelaksanaannya, konteks Manggarai, kebijaksanaan tetap diprimadonakan mengingat relasi kekerabatan itu sifatnya toé salang tuak landing salang waé (relasi kekerabatan atau woé nelu itu mutlak dan abadi).
Saung Leba.
Saung leba atau molas kolé dilakukan sekalipun sudah wagal, wajib dilakukan. Apabila sang suami mengambil isteri muda, sang isteri tidak setuju maka dirinya mendesak untuk cerai. Pihak sang isteri biasanya menuntut saung leba. Itu berarti relasi perkawinan agak terputus. Masih ada relasi lagi dengan keluarga isteri termasuk sida sekalipun tidak mempunyai warisan apalagi kalau sudah mempunyai anak. Yah, yang diputus itu hanya sang isteri saja bukan keluarganya. Sida tetap tetapi sida itu bukan keharusan. Keputusan merawat anak tergantung keputusan bersama. Apabila itu anak laki-laki dari isteri pertama, maka warisan tetap menjadi hak anak itu karena yang saung leba hanya isteri bukan anak-anak. Hak warisan tetap menjadi hak anak pertama dari isteri pertama. Itu kalau ada warisan. Hak asuh anak tergantung kesepakatan. Saung leba tidak mengabaikan hak anak terutama hak warisan.
Pertanyaannya, bagaimana dengan kewajiban sida? Menjawab sida tergantung sang suami karena di sana tidak ada keharusan. Bagaimana jika sang isteri cerai dengan suami karena selingkuh? Nah, menceraikan sang isteri di sini tidak melalui proses saung leba. Itu karena keinginannya sendiri. Bagaimana dengan sida? Sida tergantung niat baik dari bekas sang suami. Bagaimana kalau sang isteri sudah mempunyai anak kemudian ia selingkuh, bagaimana dengan proses sida? Sida tetap dilakukan karena mengingat masih ada anak-anak. Sang suami masih terikat dengan keluarga dari bekas isterinya karena yang nakal hanya pribadi si isteri bukan keluarganya.
Sida dan Masalah Etika.
Ketika sang isteri memutuskan cerai karena memilih lari dengan pria lain, ada pihak keluarga isteri yang merasa malu meminta sida kepada keluarga suami. Apalagi perceraian itu dipicu oleh sang isteri. Biasanya, kalau sudah saung leba agak keberatan meminta sida. Hal itu karena persoalan etis saja.
Perkawinan.
Dalam konteks Manggarai, jarang sekali menyingung soal keperawanan atau keperjakaan kecuali kalau ledék. Ledék itu misalnya sang isteri masih memiliki kakak perempuan yang belum bersuami maka dibuatlah ritual khusus. Perawan dan perjaka adalah urusan persona kedua mempelai. Pasti mereka sudah saling baku tanya sebelum perangan.
Warisan.
Warisan melekat dengan hak kesulungan, hak kepertamaan. Biasanya, warisan tergantung kebijakan sang suami dan berdasarkan kesepakatan dengan isteri-isteri. Wina cuker atau isteri pertama menuntut hak kepertamaannya. Lebih cerewet dengan suami bila warisan tidak dikasih/diberikan kepada anak laki-laki darinya. Bila dari isteri kedua melahirkan anak-anak perempuan, maka hak kepertamaannya tidak diganggugat. Bila isteri pertama melahirkan anak-anak perempuan, maka isteri yang kedua yang melahirkan anak laki-laki maka warisan diserahkan ke isteri kedua.
Bagaimana kalau, ada seorang wanita memiliki dua suami dan suami pertamanya meninggal lalu menjadi isteri dari pria lain sementara dari suami pertama ia hanya memiliki anak perempuan ke manakah hak warisan dari suaminya itu? Yah, warisan menjadi hak anak-anak perempuan dari suami pertama. Bila dari suami kedua melahirkan anak laki-laki apakah warisan itu diberikan ke anak laki-laki dari suami kedua itu? Yah, tergantung anak-anak perempuan dari suami pertama karena warisan itu hak dari anak-anak suami pertama bukan anak-anak dari suami kedua.
Bagaimana jika, si wanita yang kemudian bercerai lagi dengan suami kedua apakah warisan dari suami pertamanya diberikan kepada anak dari suami keduanya yang sah? Yah, warisan itu tetap menjadi hak dari anak-anak suami pertama.
Bagaiman jika, si wanita dari suami pertama tidak memiliki anak sementara suami pertama meninggalkan warisan lalu warisan itu diberikan kepada siapa? Yah, diberikan kepada anak-anak dari suami kedua. Tidak diserahkan ke anak-anak dari kakak kandung atau adik kandung dari suaminya.
Bila sang wanita memiliki suami kedua, ketiga dan keempat dan dari ketiga suaminya tidak mempunyai anak seperti dari suami pertama kepada siapa ia menyerahkan warisan dari suami pertamanya? Yah, terserah dia menyerahkannya kepada siapa. Bila suami keempat mempunyai anak laki-laki atau perempuan, maka warisannya itu diserahkan ke anak dari suami keempat itu.
Sida dan Wanita Banyak Suami.
Wanita yang banyak suami karena alasan maut tentu bukan corengan bagi keluarga. Bagaimana dengan sida? Lha, saudara dari wanita itu berhak sida kepada kepada keluarga suami-suaminya kecuali karena faktor saung leba. Di sana masih dipengaruhi oleh perasaan tidak enak alias etika relasi woé nelu.
Poligami tetapi Dilarang Bercerai.
Poligami bagi orang Manggarai diperbolehkan tetapi dilarang menceraikan isteri-isterinya. Seorang pria boleh memiliki isteri 1001 orang bahkan lebih asal saja kuat diranjang dan mampu memberi makan. Lili juga boleh atau mengambil adik atau kakak kandung dari sang isteri. Lili itu manakala suami dari kakak atau adik kandung sang isteri telah meninggal, maka wanita itu boleh dikawini. Biasanya, mengambil isteri beradik kakak kandung karena alasan maut.
Cerai.
Ritual perceraian dinamakan sebagai saung leba. Molas kolé bermaksud agar wanita itu tidak enggan atau segan untuk bersuami lagi atau pria lain tidak merasa cemas lagi dengan status wanita itu karena takut dituntut secara adat. Pria lain bebas mengawininya dan malu dicap oleh publik.
Saung Leba dan Rekonsiliasi.
Saung leba sifatnya bukan konstanta. Bisa juga dilakukan rekonsiliasi atau hambor. Apabila hasil lobi pasca saung leba dilakukan memungkinkan bisa bersatu lagi maka bisa hidup bersama lagi.
Meniduri Isteri Orang.
Seorang pria yang masih beristeri apabila meniduri isteri orang yang masih bersuami, dalam budaya Manggarai itu namanya lagé locé toko. Itu dilarang keras. Pria akan didenda secara adat atau tala éla wasé lima. Bila bersepakat dan isteri pertama yang sah dari pria itu menyetujui untuk tinggal bersama atau menyetujui perempuan itu menjadi isteri keduanya, maka hak warisan menjadi hak isteri pertama. Bagaimana dengan status suami dari perempuan yang selingkuh dengan pria lain itu? Bagaimana hak warisan untuk anak-anaknya? Bila mempunyai anak dari suami sebelumnya, maka hak warisan menjadi hak suami sebelumnya. Perempuan itu tidak bisa membawa/memberikan warisan ke suami berikutnya. Kecuali bila sang suami kemudian meninggal dan anak-anak juga meninggal dari suami pertamanya, maka hak warisan diserahkan ke suami keduanya itu.
Ditulis oleh:
Melky Pantur.
Ruteng, 18 November 2024.