Jumat (27/4/2018).
[Foto di Pantai Nanga Wae Maras, Satar Mese Barat, Nuca Lale, Flores, NTT]
Sangkulérong, sangkulérong lawé lénggong
Tebang sunding, tebang sunding mané tana'edeh
Cala rétang tenang naram ta weta
Néka wéong ta weta
Mai cama déré'edeh, mai cama naka'edeh
Te mamur pa'it'etye kasiyasi'edeh
Cai bombang
béli, wa nanga'engah
Wa nanga tuké talas'esed'tegah
Dengé déré mané tana
Tau yémbong yanak'en lèmbu nain'en 2x
Sangkulérong,
sangkulérong lawé lénggong
Tebang sunding
tebang sunding mané tana'edeh
Cala rétang
tenang naram ta weta
Néka wéong ta
weta
Mai cama
déréd'eh, mai cama nakad'eh
Te mamur pa'it'etye kasiyasi'edeh
Kita perlu mengkaji lagu
ini agar sedikit mendapat pencerahan dan sebagai bahan dasar pertimbangan
diskusi.
1.1 Sangkulérong, Sangkulrrong Lawé Lénggong.
1.1.1 Sangkulérong.
Sangkulérong
adalah bahasa kiasan
sebagai pengganti diri dari seorang isteri. Sangkulérong
terdiri dari dua kata, yaitu sangku
dan lérong.
1.1.1.1 Sangku.
Sangku adalah sebuah wadah untuk menyimpan
sesuatu berupa kapur sirih, dapat juga diartikan sebagai sebuah wadah untuk
menumbuk sirih pinang dan termasuk menyimpan panté berupa pahat untuk mengiris batang buah dari enau muda dengan
maksud mengambil niranya. Lihatlah bagaimana peran isteri memeras isi air di
dalam pelir yang disalurkan melalui penis sang suami sehingga alhasil keturunan
pun berkeriapan.
1.1.1.2 Lérong.
Lérong artinya membawa serta, ikutdisertakan,
mengikut serta, turut dibawa. Misalnya, membawa tas, membawa ajudan, membawa
sesuatu yang bakal dibawa. Contoh kalimat: Lérong
agu kopé émé ngo yoné uma le gula (tolong bawa serta dengan parang/belewang
ketika hendak pergi ke kebun di pagi hari). Ibarat lawe (benang) yang senantiasa mengikuti arah jarum jahit. Ketika
ada jarum maka pasti dibawa serta dengan benangnya.
1.1.2 Lawé Lenggong.
Lawé artinya benang, sedangkan lénggong artinya cara jalan dari seorang
puteri, perempuan yang cantik, anggun,
indah, elok, menawan, menarik perhatian sehingga membawa orang melihatnya
melotot-melotot tidak pernah puas-puasnya dan maunya dimanjain. Lawé lénggong adalah bahasa kiasan yang
memuji keelokan perempuan, keanggunan tubuhnya, meliak-liuk, elok, manis, rambutnya
terurai panjang indah dan berparas cantik.
1.1.3 Maknanya.
Sangkulérong,
sangkulérong lawé lénggong, artinya seorang isteri yang cantik menawan, rambutnya panjang
terurai seperti elastisnya benang. Jalannya indah dan parasnya teramat
menggoda. Di sini lebih pula diartikan juga sebagai isteri simpanan.
1.2 Tebang Sunding, Tebang Sunding Mané Tana.
1.2.1 Tebang Sunding.
Tebang artinya meniup, sunding artinya seruling. Lazimnya, seruling ditiup pada senja
hari untuk melipur lara sekaligus mengusir sepi yang tengah mengusik jiwa yang
sepi.
1.2.2 Mané Tana.
Mané artinya senja, sedangkan tana artinya bumi. Mané tana artinya senja hari, petang hari. Mané tana adalah simbol kesejukan dan kemerdekaan. Mané tana juga simbol kepulasan, simbol
ketentraman bahwa segala sesuatu ada batasnya, seperti Kidung Agung menulis:
Segala sesuatu ada waktunya! Malam hari adalah waktu istrahat membebaskan dari
upaya kerja keras mulai fajar menyingsing hingga sang surya menengok ciptaan
Ilahi dari cakrawala di ufuk barat.
1.2.3 Maknanya.
Makna dari tebang sunding mané tana artinya seorang isteri yang tengah
mengendong anaknya, dia begitu rindu pada suaminya. Dia merenung akan kehadiran
suami di sisinya saat itu.
1.3 Cala Rétang Tenang Naram Ta Weta, Néka
Wéong Ta Weta.
1.3.1 Cala Rétang Tenang Naram Ta Weta.
Cala (mungkin), rétang (menangis), tenang
(rindu akan, mengingat sekali), naram
(suami tersayang, saudara rusuk), ta weta
(Yah saudariku, isteriku?). Dengan demikian, artinya mungkinkah engkau
saudari/isteriku tengah merindukan saudara/suamimu saat sekarang ini?
1.3.2 Néka Wéong Ta Weta.
Néka (jangan), wéong (bersedih, merana). Dengan demikian, janganlah engkau
bersedih saudariku/isteri tersayangku!
1.3.3 Maknanya.
Mungkinkah engkau isteri merindukan
suaminya hai nona, jangan bersedih hai saudariku!
1.4 Mai Cama Déréd'eh, Mai Cama Nakad'eh,
Te Mamur Pa'it Kasiyasi.
1.4.1 Mai Cama Déréd'eh, Mai Cama Nakad'eh
Mai (kemari, ke sini), cama (sama-sama), déréd
(kita menyanyi), nakad (menyambut
kedatangan dengan gembira dan riang).
1.4.2 Te Mamur Pa'it Kasiyasi.
Te (untuk), mamur (melupakan, menghilangkan rasa), pa’it (pahit, hidup yang pahit), kasiyasi (hidup lara, miskin, merana, melarat).
1.4.3 Maknanya.
Mari kita sama-sama bernyanyi dan
menyambut kedatangannya guna menghilangkan rasa sedih di hati.
1.5 Cai Bombang
Béli Wa Nanga, Wa Nanga Tuké Talas'egah.
1.5.1 Cai Bombang Béli Wa Nanga.
Cai (datangnya), bombang (air laut
yang besar), béli (dapat membawa malapetaka, petaka, musibah), wa
(di bawah situ, di bawah sana), nanga (muara, hilir dekat laut).
1.5.2 Wa Nanga
Tuké Talas'egah.
Tuké (naik, menaiki, memanjat,
panjat), talas (talas berasal dari kata tala atau denda
yang juga dapat dimengerti sebagai memberikan sesuatu berupa misalnya belis
dalam bentuk uang yang ditaruh di atas tikar yang tengah membentang. Nah, talas
artinya menaruh di depan banyak orang di atas bentangan tikar dan talas
adalah suatu perintah untuk menyimpan di depan di atas tikar yang telah
dibentang di mana-mana orang-orang duduk melingkar seperti lonto léok
dengan kaki bersila sopan. Air ombak besar (bombang) yang dapat membawa
malapetaka menggulung-gulung ke muara daratan. Ombak besar yang tengah menaik
dan menghantam seperti semburan air laut tsunami menuju daratan ke tepi pantai,
Itulah yang disebut dengan talas. Bombang artinya gulungan air
laut yang besar yang akan membawa malapetaka hingga ke daratan. Di muara ia
naik dan menyembur rata ibarat membayar semua hutang-hutang atau tala
dalam bahasa Manggarai. Sedangkan, 'egah adalah seruan tambahan sebagai kepastian permintaan.
1.5.3 Maknanya.
Saat ombak
besar datang yang bakal menghantam daratan. Ia terurai seperti rambuat yang
barusan diikat oleh ikat rambut dan ketika ia terurai, tersembur merata dapat
menghantam apa saja di daratan. Maka, timbullah ketakutan dan kecemasan ibarat
gulungan ombak tsunami yang menghantam daratan.
1.6 Dengé Déré Mané Tana, Tau Yémbong Anak Lembu Nain.
1.6.1 Dengé Déré Mané Tana.
Dengé (mendengar, mendengar cerita – orang),
déré (menyanyi) di petang hari. Lazim, orang-orang di Manggarai senang
berdendang (landu dan nénggo) di petang hari. Bahkan, mereka
bernyanyi saat mengiris batang nira dari enau.
1.6.2 Tau Yémbong Anak Lémbu Nain.
Tau (bertanya tengah atau sendang), yémbong
(timang bayi), anak (anak, buah hati), lémbu (menghibur), hati (hati,
nyawa), nai (n) (hidupnya, nyawanya, hatinya).
1.6.3 Maknanya.
Mendengar lantunan dendangan lagu dari sesuatu ‘isteri’ tersayang
dengan irama musik seruling yang indah di petang hari dengan maksud menghibur
sang buah hati yang amat disayanginya.
1.7 Kesimpulan.
Dengan begitu, lirik lagu di atas dapat bermaksud sebagai ekspresi rasa
cinta dari seorang isteri yang parasnya cantik
menawan, rambutnya panjang terurai seperti elastisnya benang. Jalannya pun indah
dan parasnya teramat menggoda tengah meniup seruling di petang hari sembari
mengendong anaknya. Dia tampak begitu rindu pada suaminya. Dia merenung akan
kehadiran suami di sisinya saat itu.
Lalu, ada
suara lain yang berkumandang entah dari mana dan bersahut dengan maksud untuk
menghibur dan kemudian bertanya mungkinkah engkau hai perempuan merindukan
suamimu hai nona, tolonglah janganlah bersedih! Mari kita bernyanyi
bersama-sama menyambut kedatangan’nya’ guna menghilangkan rasa sedih di hati.
Saat itu, perempuan itu tengah meniup seruling di sore hari sembari menimang-nimang anaknya yang
tersayang dan menghibur sang buah hati itunya.
Ketika ombak
besar datang yang bakal menghantam daratan – ia terurai seperti rambut yang
barusan diikat oleh ikat rambut dan ketika ia terurai, tersembur merata dapat
menghantam apa saja di daratan. Maka, timbullah ketakutan dan kecemasan karena
gulungan ombak tsunami besar yang menghantam daratan. Talas adalah
gulungan ombak yang kemudian terurai merata.
#Sebuah penafsiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar