27/11/18

Filosofi Pucu Mungke.

Ditulis oleh: Melky Pantur***),
Kupang.
Selasa (27/11/2018).

[Penulis]

Istilah pucu mungke kerap dipakai oleh orang Manggarai, Flores. Mengapa istilah tersebut dipakai pada konteks tertentu?

Berikut kita membedah terlebih dahulu apa arti kata dari pucu dan mungke. Tentu pucu mungke adalah sebuah ekspresi tentang sesuatu dan merupakan bahasa Manggarai.

Pertama, pucu.

Kata pucu (kata benda) artinya jantung, sedangkan pucu (kata sifat) artinya perasaan batin yang ditandai kegembiraan, kesukaan, dapat pula merupakan perasaan kejengkelan. Hal itu tampak dalam ungkapan pucu wokok (jengkel diikuti dengan ngambek/mela), pucu di'a (berhati baik, berhati mulia), pucu lewe (panjang sabar). 

Kedua, mungke.

Ekspresi wokok maknanya hampir sama dengan mungke. Hanya saja, mungke merupakan kata benda, sedangkan wokok merupakan kata sifat dan bentuk dari suatu ukuran. Ketika disebut pucu wokok berarti gabungan dari kata benda dan ukuran. Terkadang pucu wokok berarti jantung itu pendek - suatu ukuran. Jika dikaitkan dengan perasaan, pucu wokok berarti tindakan tidak bersabar, menyeruduk sembarang tanpa dikritisi untuk dipertimbangkan dengan baik lalu menemukan jawaban dan jalan yang benar dari suatu soal yang tengah dihadapi. Kuncinya bersabar. 

Nah, jika dikatakan pucu mungke maka keduanya merupakan kombinasi dari kata benda. Mengapa? Pucu artinya sebuah benda jantung, sedangkan mungke adalah sebuah benda yang merupakan salah satu dari bangsa unggas. Mungke sejenis burung yang bahkan berterbangan tanpa menghiraukan apa yang ada di depannya. Misalnya, rumah Anda jendelanya terbuat dari kaca  burung itu akan menabrak dengan kerasnya meski ada juga burung lain demikian. Bukan hanya karena kaca, burung tersebut jarang menghiraukan apa yang ada di depannya. Sifatnya yang khas akan menerobos apapun di depannya secepat kilat. Ia terbang dengan secepat kilat berbeda dengan burung lain dan sulit untuk dikejar.

Ketiga, pucu mungke.

Kemudian, mengapa disebut pucu mungke? Anda pasti mendengar ucapan ini: "Asi pucu mungke ta de!". Artinya, jangan cepat mengambek yah! Mengapa harus mengambil penggambaran burung mungke? Itu tadi, burung itu jika terbang, ia akan melakukannya dengan cepat, gesit dan cekatan. Burung itu jika melihat kaca transparan, ia akan menerobosnya. (Waktu saya SD dulu, saya menyaksikan sendiri burung terbang secepat kilat menabrak kaca ruangan Kelas IV SDI Nggawang. Ia terbang dengan sistim cunu - secepat kilat dan lurus). 
Disebut pucu mungke, karena ia tidak mau tahu. Begitu dia marah, langsung balik kanan. Dengan demikian, pucu mungke adalah suatu keadaan batin yang berkecamuk karena kesenjangan. Pucu mungke lahir karena harapan tidak sesuai dengan kenyataan, baik karena apa yang dimaksudkan benar maupan salah hal itu tetap kemudian disebut sebagai pucu mungke. 

Relasinya dengan Kehidupan Sosial.

Dalam realitas sosial yang terlihat, terdapat banyak orang-orang yang membunuh diri (suicide), menghindari kenyataan dengan mengonsumsi obat terlarang, menjual keperawanan karena patah hati, menelantarkan keluarga inti karena selingkuh dan perilaku tidak terpuji lainnya.

Pucu Mungke dan Tolok Ukur Etika.

Sebagaimana kita ketahui, pucu mungke adalah suatu keadaan batin yang berkecamuk karena kesenjangan. Asa yang tak bersesuaian dengan kenyataan dapat saja menjadi pemicu pucu mungke. Tentu ada banyak terjadi realitas sosial yang menggambarkan kenyataan pucu mungke itu. Sekiranya, ratio dipakai untuk mengenal etika, kesenjangan yang menyebabkan pucu mungke akan sirna.

Saya dapat menggambarkan urutannya, seperti ini:

Realitas sosial
Subyek sebagai entitas utama
Harapan dan kenyataan
Kesenjangan
Pucu mungke
Solusinya memperhatikan etika, baik etika keutamaan maupun kewajiban.

Jika diperhatikan, menghargai dan melaksanakan etika pucu mungke akan luntur dengan sendirinya.

Tentu ada banyak contoh berkaitan dengan ekspresi pucu mungke tetapi belum dibahas di sini secara detail. 

...............Saya menulis ini, inspirasinya tepatnya di Tofa, Kupang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar