Ditulis oleh: Melky Pantur***,
[Penulis]
1. Arti Kata Dodo.
Secara etimologis, kata ini terdiri dari dua kata do dan do. Do artinya banyak,
sedangkan do do artinya
banyak-banyak. Contoh kalimat: Do do koe
caok’en hang hitu Inang – ambil banyak-banyak (sedikit) nasi itu Tanta!
Ketika dua kata tersebut digabungkan, maka menjadi dodo. Dodo itu jika
diindonesiakan menjadi gotong royong. Kurang lebih demikian.
2. Aktus Pra Dodo.
Sebelum masuk pada kerja dodo. Sebaiknya kita simak dulu apa-apa saja aktus yang dilakukan
sebelum dodo dilakukan. Beberapa
aktus tersebut, di antaranya: Pertama, leis. Leis
artinya pemberitahuan langsung sekaligus ajakan. Contoh kalimat: Ngo leis ise Inang le mbaru le hae, cala ngoeng
ise duat wa uma, le seng ko le dodo Enu – Coba kamu bertandang ke rumah
Tanta di sebelah rumah, barangkali mereka ingin bekerja di kebun entah dengan
uang atau bersistem gotong royong! Kedua, wancung. Di sini berupa ajakan, meminta orang lain untuk
terlibat aktif entah dengan imbalan ataupun tidak, atau membawa orang lain
terlibat. Namun, pada konteks tertentu, wancung
sama dengan aktivitas kerja dodo itu
sendiri namun belum dilakukan atau disebut pra gotong royong, reme bantang. Contoh kalimat: Wancung cei duat dite sina uma –
Mengajak siapa-siapa saja orang untuk dan yang bekerja di kebun Anda? Ha hae, com wancung ata ciwal hitu boto duat
hanang koe dite – Yah, sebaiknya harus melibatkan orang lain dalam
menyelesaikan pekerjaan itu daripada Anda bekerja sendirian! Ketiga, wencong. Wencong
sudah mau masuk pada aktivitas kerja dengan mana leis sudah disetujui. Contoh kalimat: Ho’os ngod ise kut wencong duat le umak hae – Yah, mereka sudah mau
bergegas ke kebun sekarang untuk mulai bekerja. Di situ sudah mau masuk pada
aktivitas riilnya. Keempat, wajong. Wajong
juga sudah masuk pada aktivitas riil yang mana orang sudah bekerja di kebun.
Contoh kalimat: Wajong cei rebaong duat dite
hae – Dengan siapa-siapa saja yang bekerja di kebunnya Anda tadi? Kelima, rambeng. Rambeng
berarti mengajak orang. Di sana entah sistem dodo ataupun tidak yang pasti jika ada orang lain yang turut
bekerja, itu disebut dengan rambeng ata
(bersama dengan mengajak orang lain).
3. Relasi Antara Dodo dan Wancong.
Sebelum dodo
dilakukan, sebelumnya dilakukan lonto
leok atau duduk bersama beberapa orang sebelum suatu pekerjaan dilakukan.
Sama halnya dengan gotong royong. Dodo
tidak tidak sama dengan wancong. Dodo
itu berimbalan jasa, artinya sistem bergantian tanpa menggunakan uang tetapi
tenaga diganti dengan tenaga. Sedangkan, wancong
lebih pada gratisan dan tanpa dibayar. Misalnya, untuk membangun sebuah rumah,
seseorang cukup membunuh seekor anjing saja untuk menggali tanah tanpa harus
dibayar dengan uang atau tenaga orang bersangkutan. Wancong lebih pada pekerjaan sukarela. Wancong lebih pada ‘solidaritas subdiaritas partisipatif’,
sedangkan dodo lebih pada ‘solidaritas
partisipatif’ karena tidak ada ‘subsidiaritas murni’ di dalamnya. ‘Subsidiaritas
murni’ yaitu bantuan tanpa tawaran tetapi berdasarkan kesadaran sendiri
seseorang karena dorongan roh untuk membantu orang lain dan tanpa paksaan dari
siapa dan mana pun.
4. Apa itu Dodo?
Dodo dilakukan oleh sekelompok orang yang merasa senasib dan
sepenangungan demi meringankan beban dari sekelompok orang pada konteks
masyarakat tertentu, misalnya dalam satu warga kampung adat, entah bagian dari gendang atau warga keseluruhan gendang. Atau pula, orang-orang yang ada
dalam panga atau suku atau pula
gabungan dari beberapa panga yang
sudah terbagi dalam bendar-bendar.
Prinsipnya jelas bahwa saya memberi maka saya menerima dengan tidak boleh
dibedakan. Dodo prinsipnya tidak
dipaksakan dan ketika ada kesepakatan harus dibalas. Ada dua hal, misalnya duat uma (bekerja kebun) entah membawa makanan sendiri atau tuan
kebun yang menanggung makananya. Di sana tergantung kesepakatan sebelumnya.
5. Dodo Berbeda dari Kumpul Kope.
Kumpul kope sebenarnya dalam budaya Manggarai adalah aktivitas
menyumbang dana dari anak ase ka’e
ketika misalnya saat cekeng laki. Ketika
seorang pemuda hendak meminang seorang gadis maka dilakukanlah kumpul
kope dari ase kae dari pemuda
tersebut. Hasil kumpul kope tersebut
kemudian ditambahkan dengan uang sida
laki one mai anak wina – berupa uang dari para saudari dari keluarga pemuda
tersebut.
6. Penerapan.
6.1 Kumpul Kope
Namun, penerapannya sekarang ini, kumpul kope penerapannya sudah masuk konteks sosial yang lebih
besar yang melibatkan sahabat kenalan dan handaitulan turut terlibat. Dalam
istilah orang Manggarai disebut one taung
weki wae mbeleng lawa wae kang. Artinya, sudah banyak orang terlibat. Kumpul kope dapat pula disebut dodo.
6.2 Arisan.
Arisan juga dapat disebut dodo. Di sana persis sama penerapannya. Yah, hal mana juga
dilakukan dalam kumpul kope ase kae internal
(keluarga inti dan keluarga besar) dan ase ka’e lawa wae kang, weki wae mbeleng.
7. Manfaat Dodo.
7.1 Meringankan Beban.
Dodo sangat bermanfaat dalam meringankan beban pada orang
atau kelompok tertentu.
7.2 Merekatkan Persaudaraan.
Selain meringankan beban, dodo juga dapat merekatkan pertalian persahabatan dalam konteks
kelompok tertentu.
8. Dodo Konteks Sekarang.
8.1 Kumpul Kope Sosial.
Kumpul kope sebagaimana dijelaskan sebelumnya, yaitu dalam keluarga inti
dan keluarga besar termasuk melibatkan banyak orang yang diundang. Kumpul kope sosial tidak dipaksakan
beberapa pun besarannya dan tidak harus terlibat. Sedangkan, kumpul kope keluarga inti dan keluarga
besar ditentukan besarannya dan disepakati dalam keluarga tersebut dan
diwajibkan.
8.2 Arisan.
Sedangkan, bentuk lainnya misalnya dalam bentuk arisan. Arisan
sebenarnya wujud konkret lain dari dodo.
Di sana ditentukan besarannya dan merupakan keharusan. Artinya, tidak boleh
kurang atau syukur kalau lebih dari yang disepakati. Lazimnya, arisan
melibatkan banyak orang dan diwajibkan menentukan besaran yang harus disetor.
9. Bentuk Dodo.
9.1 Fisik.
Bentuk fisik berupa mengharuskan menghadirkan fisik dalam
bekerja atau ketika berhalangan membayar orang lain sesuai ketentuan harian
dari konteks masyarakat tertentu.
9.1.1 Kerja Kebun.
9.1.1.1 Babar.
Babar (terabas) di sini lazim dilakukan oleh para lelaki. Ada
banyak model terabas di sini bisa babar pematang atau babar uma rana ko uma lokang
(memotong berbagai jenis tetumbuhan di dalam kebun baru atau yang sudah lama untuk
membersihkan kebun itu).
9.1.1.2 Pande Banta Uma.
Dalam mengerjakan ladang, bisa saja dengan bersistem dodo misalnya saat pande banta uma rana – membuat pematang untuk lahan yang baru. Hal
ini lazim dilakukan oleh para lelaki.
9.1.1.3 Hoer dan Tawi.
Saat hoer atau
menyiangi, lazim orang Manggarai bekerja dengan sistem dodo. Lazimnya, sesama perempuan. Hal yang sama dilakukan pula pada
saat tawi (menyiangi padi).
9.1.1.4 Kedak dan Kalek.
Di sini bisa dilakukan dengan kaba atau dodo kaba. Saat
menggarap dan membajak sawah, kerbau bisa digunakan termasuk para lelaki.
9.1.1.5 Rede.
Pada saat rede
(menanam padi) dapat pula dilakukan pula dodo.
Lazimnya dilakukan oleh para perempuan.
9.1.1.6 Ako Mawo/Woja.
Pada saat ako
mawo/woja (menuai padi), para lelaki atau para ibu bisa juga dengan sistem dodo, namun berdasarkan waktu. Tentu
bersistem 1:1.
9.1.2 Membangun Gubuk.
Saat membangun gubuk atau rumah, dapat pula bersistem dodo terkait pekerjaannya yah rambeng ata. Di sini lazim dilakukan
para lelaki atau para ibu. Para ibu lazimnya untuk memasak. Di sini bisa dalam
bentuk mengangkut balok dari kebun atau hutan, bisa juga jika rumah tersebut atapnya menggunakan atap
dari ijuk (wunut) bisa dilakukan
dengan sistem dodo.
9.1.3 Membuat Parit.
Membuat parit tergantung untuk keperluan siapa. Jika hanya
ditujukan pada satu orang, bisa dilakukan dodo
bisa juga dalam bentuk rambeng yang
dibayar. Jika saja dilakukan untuk kepentingan umum, maka itu bukan lagi
disebut dodo tetapi rambeng lawa tergantung kepentingannya
meski di dalamnya ada aspek dodo-nya.
Dodo di sini disebut dodo kut de lawa atau disebut dodo de gendang maksudnya itu kepentingan
bersama misalnya membuat rumah adat dan parit untuk seluruh warga kampung.
9.1.4 Membuat Rumah Adat.
Dalam pembuatan rumah adat dapat pula dilakukan dengan
sistem dodo. Namun, di sini jarang
dilakukan di Manggarai. Kecuali yang dilakukan adalah sida pa’ang olo ngaung musi (semua warga kampung dalam gendang terlibat).
9.2 Benda.
Dodo bisa dalam bentuk uang atau benda tertentu. Ada beberapa
hal di sini:
9.2.1 Uang.
Dodo bisa dilakukan dalam bentuk saling memberi bantuan berupa
uang (seng).
9.2.1 Benda Lainnya.
Dodo juga bisa dalam bentuk misalnya, selain membantu dengan
fisik bisa juga dalam bentuk dea (beras),
kopi (kopi), latung (jagung), keboe (kacang hijau) tago rona (kacang panjang), kundung (sejenis kacang-kacangan), muku (pisang), koja (kacang tanah), lusa
(gude) dan sebagainya. Yah, ada pelbagai macam dodo yang diterapkan. Misalnya, dodo
pada saat laki ada sekelompok orang menyumbangkan kambing, ayam atau babi dan
ketika itu dilakukan pada orang lain dalam kelompok tersebut, mereka akan turut
terlibat.
9.3 Tempus Dodo.
Soal tempusnya, dodo
dapat dilakukan sesuai kesepakatan tergantung musim misalnya saat musim
menggarap, musim menyiangi, musim tuai ataupula pada saat laki dan bowo wae (saat
orang meninggal). Yah, waktunya dapat
disesuaikan berdasarkan kesepakatan dan amat berkonteks.
9.4 Personal.
Dodo dilakukan oleh personal dalam kelompok yang diikat oleh
sebuah aturan atau kesepakatan yang sudah dibuat bersama melalui forum lonto leok, entah di mbaru gendang, tambor, niang, lumpung ataupun
di bendar (rumah warga). Intinya, ada
sistem pembalasan berdasarkan kesepakatan dalam kelompok.
10. Kelebihan dan Kekurangan dari Dodo.
10.1 Kelebihannya.
Di sini dapat meringankan beban tanpa harus menggunakan
uang bila hoer, tawi, kalek, dan
lain-lain karena ada prinsip solidaritas subsidiaritas di dalamnya. Kelebihan
lainnya, dodo dilakukan baik untuk
dilakukan oleh kelompok sosial yang berdomisili tetap. Kecuali kalau dodo dalam bentuk arisan yang
menggunakan teknologi berupa menggunakan sistem ATM zaman now bila menggunakan
rekening bank untuk menyalurkan besaran uang sesuai disepakati dari awal.
10.2 Kelemahannya.
Berbeda beban dalam arti apa yang dikerjakan. Misalnya,
objek yang dikerjakan lebih sulit daripada yang lainnya. Artinya, berbeda dari
tingkat kesulitan. Misalnya, waktu berjalan dan tempat berjalan termasuk
pelayanannya. Bisa juga dari sisi waktu, misalnya terkadang dalam mengejerkan
kebun ada yang saat kerja hujan ada yang waktunya cerah. Berbeda dengan kumpul kope laki de ase kae weda wuwung tau cama empo (satu nenek
moyang/eyang) itu besarannya sama. Waktunya memang berbeda dan itu menjadi
salah satu kelemahannya.
11. Dodo Bukan Buruh.
Para buruh tentu dibayar per harian atau per bulannya,
sedangkan dodo tidak ada pimpinan,
tidak ada bawahan. Semuanya adalah pimpinan dan bawahan. Dalam istilah orang
Manggarai: eta golo cama-cama, wa wae
cama-cama – berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Dodo sebenarnya forum kerja yang tidak terlalu mengikat. Jika
arisan yang dinilai sebagai dodo bisa
dibuat siapa ketuanya namun jarang orang melakukannya. Kalau dalam organisasi
formal, struktur tidak harus melekat karena yang diutamakan di sana adalah
persaudaraan dan persaudaraan.
12. Lodok Representasi dari Keadilan Dodo.
Bentuk lodok lingko
di Manggarai adalah gambaran dari aktivitas kerja dodo orang Manggarai. Yang diutamakan di sana adalah satu dalam
kebersamaan dan satu satu kecintaan. Jadi, dodo
adalah wujud konkret dari cinta orang Manggarai.
Lih. https://melky-pantur.blogspot.co.id/2017/08/cinta-moral-dan-iman-teks-manggarai_18.html
Bahan lainnya akan diedit dan dilengkapi lagi
oleh Penulis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar