25/03/19

Budaya dan Sejarah Manggarai dalam Perspektif

Ditulis oleh: Melky Pantur***).

Dirangkum lagi pada 
Selasa, 22 Maret 2019.
Ruteng.

BUDAYA DAN SEJARAH MANGGARAI DALAM PERSPEKTIF


DAFTAR ISI

Membaca Tanda-tanda Alam Orang Nuca Lale

Tipu Daya Isteri Lalo Koe Menyelamatkan Keperempuanannya
Nampo Ruha Teknik Mengenal Identitas Soal
Ngelong Wujud Relasi Harmoni Orang Nuca Lale dengan Roh Alam
Tuak Medium Komunikasi Perjumpaan Budaya dan Persahabatan Orang Manggarai
Enam Ciri Actus Spiritualisme Orang Manggarai
Menengok Kisah Manusia Pertama di Nuca Lale Versi Golomori
Gendang Dibongkar, Bunyi Gong dan Genderang Wujud Ekspresi Kegembiraan
Roko Molas Poco dan Kisah 7 Gadis dari Alam Lain di Golomori
Goresan pada Batu Tanda Kabar Dukacita bagi Orang Cumpe

Filosofi Bentuk Bulan Orang Manggarai

Asal Mula Nama Lokasi Wisata Alam Tengku Siwa di Reok Barat
Manusia Pertama di Nuca Lale, Sebuah Kisah Kejadian


1). Membaca Tanda-tanda Alam Orang Nuca Lale


Orang Nuca Lale sangat akrab dengan alam, baik ilmu alam akan datangnya hujan, meminta hujan, keesokannya tidak akan turun hujan, petir, kemarau, tanda kematian, situasi atau keadaan tertentu, anti petir, gempa bumi maupun ilmu perbintangan sebagai sebuah tanda dan lain sebagainya.



Pertama, hujan.  Jika keesokan hari akan hujan, orang Nuca Lale akan mengetahuinya lewat sebuah keadaan alam persekitaran berupa hawa yang panas pada malam hari, langit yang tampak tidak cerah seperti berkabut yang menghasilkan hawa panas di malam hari, keadaan yang tenang dan bunyi 'tok tok tok' dari seekor binatang liar bernama pake ngkek pasat taran ta'ak (sejenis katak yang hidup di atas pohon berwarna hijau) di malam hari ataupun di senja hari usai hujan. Tanda-tanda tersebut akan secara pasti esok hari akan turun hujan dan berkabut disertai petir. [Pake ngkek pasat ta'ak. Jika dia berbunyi di petang hari usai hujan, maka besok akan hujan dan jika berbunyi sepanjang malam tok tok tok maka besok hari akan hujan disertai petir. Penulis sudah menelitinya sejak Juni 2018 bahkan sebelumnya karena ia berbunyi pada saat itu. Sekarang bulan November 2018, dia mulai berbunyi lagi. Tanda kehadirannya akan menimbulkan hujan dan petir. Penulis pada Minggu sore Pukul 05.00 WITA sore, 4 November 2018 kemudian memantaunya. Ternyata binatang yang berbunyi tok tok tok ini bersembunyi di atas rimbunan dedaunan mangga tepatnya di pohon mangga di atas TK. St. Gabriel Ruteng. Penulis kemudian membututinya lalu menaiki pohon mangga itu secara berhati-hati. Ia pun melompat dari daun ke daun lalu melompat ke tanah. Memang butuh beberapa bulan untuk

mengamatinya yang pada akhirnya berhasil mengabadikan suaranya dan bentuknya. Ia adalah sejenis katak dalam bahasa lokal disebut pake ngkek pasatPasat artinya petir. Setelah me-record suaranya dan untuk mencarinya tinggal membuka rekaman, dia akan memberi tanda keberadaannya. Ini pengalaman yang luar biasa]. Manakala seekor burung berwarna agak cokelat (dalam sebutan lokal orang Manggarai lazim disebut sebagai ngkor) sebesar burung tekukur mengeluarkan suara maka hujan akan segera turun. Dan manakala tokek berbunyi di siang hari secara panjang, maka hujan akan turun tanpa disertai petir dan akan terjadi leso nderes (terik matahari menjelang terbenam berwarna merah lazimnya disertai dengan gerimis dan pelangi). Ketika mbareng pake pasat agu ntung, dipastikan hujan sebentar lagi turun. Ketika hujan usai pake agu ntung berbunyi itulah tandanya, ntung pun berbunyi menjelang petang mengintip malam.


Kedua, meminta hujan. Tradisi meminta hujan sangat beragam aksinya. Hal itu tergantung kelaziman tiap-tiap kampung. Hal itu dengan maksud mempengaruhi Dewa agar mengatur posisi awan tebal di langit. Masyarakat Taga di Ruteng, Flores, akan menggelar aksi ritual khusus ke Tiwu Riung dekat bekas wae barong, ada sebuah danau kecil dengan mana warga perempuan mengenakan gaun laki-laki begitupun sebaliknya. Berdasarkan pengalaman, demikian Rofinus Tasing, warga asal Taga, hujan akan turun usai digelarnya ritual.  Begitupun aksi memalu air di galang (sebuah tempat untuk memberi makanan babi yang terbuat dari sebuah pohon dalam bahasa lokal disebut sebagai haju sita) tersebut, aku Lambertus Dapur, warga asal Tambor Ruteng Runtu, dengan mana ritual tersebut akan diiringi dengan beberapa nyanyian khusus. Sedangkan, haju sita yang oleh Suku Paku Mundung yang berasal dari Kasong Ndoso yang sekarang berkembang pesat di Golo Borong, Cibal Timur, kata Maksimus Gandur, warga asal Cibal, sebagai tempat digantungnya kuni ngong putes atau puser. Usai tali plasenta dipotong, puser tersebut digantung di luarnya harus dibalut dengan ijuk enau (wunut dalam bahasa lokal). Ritual meminta hujan sangat bervariasi tergantung kebiasaan dari sebuah kampung tersebut - hal itu tengah ditelusuri Penulis.

Ketiga, esok hari hujan batal turun. Ada dua kemungkinan sebagai tanda alam keesokan hari tidak akan turun hujan melalui pertanda di mana pada malam hari akan terasa dingin, angin sepoi-sepoi, langit pada malam hari cerah. Bintang kelihatan terang dan tampak hening.

Keempat, kemarau pendek dan panjang. Jika dalam beberapa pekan tidak akan turun hujan besar, maka tiupan angin pada pagi, siang, sore hari tidak cukup kencang, itu pertanda dalam dua hingga tiga hari tidak akan turun hujan. Jika, anginnya kencang (dalam bahasa lokal disebut buru warat) bahkan bisa menumbangkan pohon, artinya bisa dalam tiga pekan tidak akan turun hujan besar meski hanya rintik saja. Selain tanda hadirnya angin, tanda lain adalah suara yang dihasilkan oleh njieng (semi). Jika hanya satu saja njieng yang berbunyi maka kemarau sifatnya sesaat tetapi jika  berbunyi dalam gerombolan besar maka secara pasti kemarau akan panjang.  Selain itu, dalam ilmu perbintangan, kemarau juga ditandai dengan hadirnya bintang timur (dalam bahasa Manggarai disebut ntala gewang) di pagi hari yang cerah. Bintang tersebut seakan bersabda dengan alam ciptaan. Ketika cais salo one mai tana itu adalah tandanya bahwa musim kemarau akan segera tiba dan sebelumnya diawali dengan musim dureng.

Kelima, petir. Petir muncul akan ditandai dengan suara dari seekor binatang liar sejenis katak  yang berbunyi tok tok tok, maka keesokan hari akan petir, mendung dan hujan. Jika, bunyinya pendek maka petirnya pendek, jika berbunyi tok tok tok secara terus menerus maka petir (pasat) akan berkepanjangan. Dominikus Babu, warga Coal menuturkan, kehadiran binatang liar yang berbunyi tok tok tok menandakan petir akan datang pada keesokan harinya-Penulis kemudian mengecek kebenaran tersebut, ternyata itu adalah pake ngkek pasat ta'ak.  Meski petir hadir dengan tanda khusus, bagi orang Manggarai, memahami dengan baik apa antinya. Antinya adalah remang wangkungwako dan haju nao. Orang Manggarai menanam wangkung dan nao di lingko dengan maksud menangkal petir. Ketika disambar petir, maka obatnya adalah bermandikan lumpur kerbau (purang de kaba). Sehingga, masa lampau orang Manggarai sangat akrab memelihara kerbau.

Keenam, tanda kematian. Tanda kematian bagi orang Manggarai ditandai dengan hadirnya londe, api ja dan mata mbere. Selain itu, hadirnya binatang liar seperti tokor hocurangang, bau menyengat di dalam rumah seperti bau bangkai, ayam berkokok hanya sekali saja dan disahut oleh ayam lain hanya sekali juga seekor katak memasuki rumah Anda, itu adalah kabar dukacita. Caranya agar terhindar, jangan dimarahi, bila binatang mesti di-wada (ungkapan perjanjian dengan roh alam, jiwa agar tanda tersebut tidak akan terjadi) dan ditaruh pada tempat semestinya Apabila dua ekor muit (sejenis burung rajawali) berpasangan berbunyi di udara secara terus menerus, itu adalah tanda. Dan bilamana hanya seekor atau banyak anjing menggonggong panjang di malam hari itu adalah sebuah tanda tidak baik.  Jika ada sejenis ular walok berwarna hijau memagut tiang tonggor rumah Anda, itu pertanda petaka akan datang. Cukup ber-wada dan biarkan ia pergi, tidak boleh dilukai. Bila po (burung hantu) berbunyi pada malam hari hanya tiga kali, itu adalah tanda sebagai kabar kematian. Jika lebih dari tiga kali maka ia tengah mencari tikus. Dan manakala, berbarengan dengan rok maka di sana terdapat niki. Rok (sejenis burung hantu endemik Flores) dipercaya sebagai pengkabar dan pemanggil niki (kalong). Bila pula mendengar dan melihat bunyi burung yang aneh, tampak bingung, sendirian terus menerus berbunyi dan cukup lama sebaiknya meminta agar jauh dari malapetaka. Dalam ilmu perbintangan, jika melihat sebuah bintang bersinar terang dan agak besar pada malam hari dan bintang itu bergerak atau berjalan tidak seperti bintang lainnya yang hanya seperti berada di tempatnya, itu adalah tanda ada pemimpin besar yang ke akhirat. Jika Anda melihat seorang perempuan berpakaian serba putih, naik di atas sebuah pohon dan memanggil binatang piaran seperti seekor atau banyak babi maka itu adalah tanda kehilangan keluarga. Semisal melihat api unggun di malam hari dalam sekejab lalu menghilang, ketahuilah itu adalah tanda yang tidak bagus. Berdoalah agar dijauhi dari petakanya. Bila njieng poso (semi hutan) yang berukuran kecil biasanya ada yang berwarna hijau, cokelat berbunyi pada malam hari di rumah Anda sebagai tanda pengkabaran yang tidak baik. Pada saat hendak menguburkan orang mati peti jenazah terasa berat padahal seharusnya tidak berat kemudian pada saat menggali kubur saat diukur dengan corpus tepat tetapi pada saat hendak dimakamkan tidak pas, maka itu pertanda tidak baik. Hal lain adalah melihat tubuh orang lain secara nyata, bukan bayangan. Itu adalah tanda tidak baik.

Ketujuh, air laut naik. Bila pada malam hari air laut naik, ayam akan berkokok secara bersahutan lebih dari satu kali bahkan lebih dari tiga kali. Biasanya, hal itu diketahui oleh orang gunung. Dan bilamana seekor anjing atau banyaknya ekor anjing menggonggong ke arah laut, maka tanda bombang wae tacik ga (tsunami akan datang). Bila demikian, segeralah  menghindar  ke tempat yang lebih nyaman. 

Kedelapan, keberuntungan. Jika pada malam hari melihat batu meteor jatuh dan berkilat yang kemudian menghasilkan ta’i ntala (benalu) maka keberuntungan bagi orang bersangkutan. Dan bila saja melihat sebuah bintang di langit tampak bersinar cerah dan seolah-olah memperhatikan Anda, itu sebagai tanda akan ada sukacita yang besar bagi orang itu.

Kesembilan, gempa bumi. Jika Anda melihat seorang Yang Lanjut Usianya turun dari langit, maka gempa bumi akan segera terjadi dan bencana besar akan segera menimpa bumi. Bila melihat orang Yang Lanjut Usianya keluar dari kawah gunung berapi maka gempa bumi tidak akan terjadi. Gunung berapi itupun tidak akan aktif dalam waktu yang ditentukan.  

Kesepuluh, negeri yang adem. Bila Anda melihat seorang perempuan cantik nan elok di angkasa berpakaian indah, maka negeri itu akan diberkati tetapi syaratnya harus berdoa. Bilamana di atas tempat tersebut banyak keserakahan dan tidak ada ucapan syukur secara pasti di bawah tempat kehadirannya akan terbakar dan panen akan gagal, penyakit tanaman akan menimpa. Dan andai saja, di atas compang, Anda melihat turun dua orang yang berpakaian terang bak sinar bercahaya, putih seperti salju maka negeri itu diberkati Yang Kuasa.

 Kesebelas, lautan yang tenang. Bila Anda melihat seorang puteri cantik muncul dari laut menuju ke permukaan berpakaian hijau, di kepalanya terdapat mahkota ratu dengan berbagai hiasan indah di tubuhnya, maka air laut dan samudera akan tenang. Dan manakala ada seorang lelaki berenang di samping kapal Anda, keselamatan menuntun Anda. Bila Anda melihat seorang pria berjubah putih, berambut ikal panjang, berparas tampan maka perjalanan Anda di lautan akan teduh dan tenang. 

Keduabelas, hasil panen melimpah. Manakala dari langit turun hujan disertai es batu sebesar biji jagung (usang bua) di daerah tropis seperti di Nuca Lale, maka akan terjadi hasil panen yang melimpah. Dan jika Anda melihat dua ekor ular di persawahan padi Anda yang tengah menguning atau ular biasa bukan ular hijau atau berbisa, berbahagialah Anda karena panen Anda akan berlimpah. Ambillah ular tersebut dan bawalah ke tempat yang nyaman dan biarkanlah mereka hidup. Semisal Anda melihat sejenis ular hitam berukuran seperti jari kelingking dan panjang sekitar 30 cm di sebuah pohon yang berbuah, bergembiralah karena pohon itu akan menghasilkan buah yang berlimpah. Biarlah ular itu pergi, janganlah dilindasi ataupun dipukuli. Jika ada sebuah burung kokak berbunyi, dengarlah bunyinya maka itulah yang Anda dapatkan. Bila dia melarang, sebaiknya diikuti. Kokak memberi tanda khusus yang lazim terucap dalam bentuk bunyi ungkapan: lando woja koka koak, lando woja koka koak, lando latung koka koak lando latung koka koak. Itu tandanya padi dan jagung Anda tengah berbunga sekalipun Anda tidak pernah melihatnya. Tak hanya demikian, bila ada tanda seperti weris ruha one woja, manga joreng puar one woja, sawot ruha de pake. Itu semua adalah tanda-tanda yang baik. Ketika menjelang musim panen, banyak terlihat burung tekukur maka itu adalah pertanda kedamaian dan kegembiraan dan panen yang berlimpah. Burung tekukur sebaiknya jangan diburu dan ditembak oleh senapan dan ketapel. Hal mana ketika ada banyak burung nuri (ngkeling) yang berbunyi di musim pohon ampupu berbunga itu adalah tanda kemerdekaan, kedamaian dan kesejahteraan dari masyarakat persekitaran. Bila pada saat padi Anda tengah berat (bunting) mau berbunga lalu ditiup angin yang lumayan kencang sehingga padi Anda melambai-lambai, maka panenan Anda akan berkelimpahan namun manakala hujan datang pada saat padi Anda tengah berbunga dan mengeluarkan bulir, panenan Anda akan gagal.

Ketigabelas, tanda kesialan.  Bila Anda pergi ke suatu tempat dengan tujuan khusus, ada ular yang melintang di jalan setelah ditabrak orang, maka janganlah berharap penuh sebab cita-cita akan gagal. Syaratnya untuk urusan pribadi, jangan dihiraukan berusahalah jika itu urusan penting sebaiknya berdoalah. Jika Anda tak melihatnya, berbahagialah Anda. Bila Anda bersin (wenang) atau orang lain bersin tanpa ada penyakit influenza, maka berhentilah barang sejenak dan merokoklah atau berdoalah agar tidak terjadi kecelakaan saat Anda hendak bepergian. Jika Anda terantuk pada sebuah batu (timpok) ketika pergi ke suatu tempat dengan tujuan yang penting, berusahalah untuk mengurungkan niat itu karena perjalanan tersebut akan sia-sia.  Seumpama mendengar bisikan Roh Ilahi untuk jangan bergegas, sebaiknya niat itu dibatalkan karena cita-cita tidak tergapai. Manakala, telapak tangan kanan Anda merasa gatal maka Anda akan memberi sesuatu kepada orang lain. Bila ular hijau menggigit jari telunjuk Anda dan jari lain sementara Anda tidak apa-apa, maka segeralah dibuat rekonsiliasi karena kesialan menimpa Anda. Anda akan kehilangan nyawa di kemdian dalam beberapa tahun. Harus digelar ngelong. Jika Anda melihat sejenis ular dalam bahasa lokal disebut mbawa rani, yaitu ular tingkat ketiga dari metamorfosis ular hijau, janganlah membunuhnya tetapi berusahalah untuk ngelong (rekonsiliasi) secara adat begitupun bila melihat manungge. Bila pula Anda melihat kaka ireng mu'u bali (ular kecil berkepala sebelah menyebelah) perlu digelarlah wada karena itu tanda kesialan. Kalau Anda memotong balok pada saat membuat rumah, saat diukur pas tetapi begitu dipasang menjadi pendek dan itu berulang – ulang, maka itu pertanda sial dan malapetaka. Kemudian ketika Anda melihat seorang tukang memasang balok secara terbalik dan salah satu balok melintang tepat di atas tengah pintu masuk segeralah diperbaiki. Dan bila ada sebuah pohon yang hendak dijadikan sebagai balok atau papan saat menebangnya Anda berusaha menghindari lintasan sebuah kali namun angin bertiup hingga melintang di atas sungai atau mata air, sebaiknya jangan dipakai cukup dijadikan sebagai kayu bakar saja meski kualitasnya baik. Bila ada seseorang yang menabrak seekor kucing di jalan, itu adalah pertanda tidak baik. Lazimnya, jika demikian harus membungkus dagingnya dengan baju yang kita pakai sebagai sungke lalu dikuburkan dengan baik-baik. Begitupula, ketika mendengar suara bunyi genderang dari mata air pada malam hari di sebuah kampung adat sementara semua orang dalam kampung tersebut sudah tidak terjaga, maka kampung tersebut akan dilanda musibah. Segeralah menggelar rekonsiliasi berupa takung naga golo (memberi makan roh penjaga kampung). Sebuah ritual adat sifatnya sangat sakral tetapi akan menjadi sial manakala saat kerbau congko lokap disembelih, tanduknya menghadap ke pintu rumah adat  (Gendang) dan bila saja toto urat tidak baik termasuk toe bombong pesu berarti permintaan kepada wura agu ceki belum diamini. Bila seekor anjing piaraan, bermain di depan lalap di mana orang-orang tengah mengetam padi, itu pertanda tidak baik. Lalap adalah jalur yang ditentukan sejak awal sebelum dimulainya mengetam dengan ritual khusus dan padi yang tengah dingetam tersebut dipanggil ker woja.

Keempatbelas, tanda keberuntungan. Jika saja, Anda salah memakai baju secara terbalik dengan gerak refleks maka Anda akan kerezekian. Seandainya, Anda memakai terbalik celana dalam maka ada seseorang yang pernah Anda cintai merindukan Anda biasanya lawan jenis. Jika telapak tangan kiri Anda merasa gatal, maka Anda akan menerima rezeki berlimpah terpegantung lamanya gatalan sebaliknya telapak tangan kanan, Anda akan memberi. Bila Anda tengah melihat daun bergoyang sendiri, nischaya rezeki menghampiri tetapi janganlah memotongnya karena itu adalah batas pintu menuju alam bidadari.  Selain itu, pada saat Anda memasuki rumah orang dan mereka tengah makan, maka berbahagialah Anda. Anda melihat dua ular hijau tengah bercinta, maka Anda akan  mendapat rezeki. Janganlah dibunuh, tetapi dibiarkan saja.Pada saat dibuatnya ritual adat, ayam kurban berkokok tiga kali dan itu kerap terjadi pada kesempatan yang berbeda dapat dipercaya sebagai anggan bahwa perjuangan itu disinyalir akan sukses, direstui oleh Morin, Wura agu Ceki. Bila pada saat memotong pohon untuk kepentingan pembangunan rumah sendiri dilakukan pada saat bulan purnama (penong wulang) dan tidak ada halangan (dipotong siang hari), maka rencana Anda akan sukses.

Kelimabelas, diperbincangkan orang.  Jika gendang telinga Anda berdengung (neong), maka ada yang menceritakan nama Anda. Kalau bagian kanan (bicang) berarti cerita baik, jika kiri cerita buruk. Semisal, jari kaki telunjuk Anda seperti ada yang menggigit maka ada orang tengah menceritakan nama Anda, kalau bagian kanan baik, jika kiri berarti pocu (cerita buruk). Jika, sulit menelan makanan dan cekes(batuk kering saat makan ataupun meminun air atau deleng) sebagai tanda ada orang yang menceritakan nama Anda.

Keenambelas, kedatangan  tamu. Bila Anda persis lagi mengangkat sendok pertama dan hendak mencicipi makanan dan saat itu Anda bersin (wenang) maka akan menyambut tamu yang datang menjumpai Anda. Bila pada saat Anda menyalakan api di dapur dengan kayu bukan dengan bambu terjadi seret lancing(menyala seperti ada gas), maka Anda akan kedatangan tamu. Ketujuhbelas, mata air yang sakral. Jika Anda melihat ada beluk besar pendek (tuna tompok) di mata air, ada pula hidup hanya seekor ular di situ, terdapat ikan yang tidak dipelihara hidup sendiri lalu terdapat katak, maka mata air itu adalah air kesembuhan dan sangat sakral dan juga dipenuhi tokor hocu. Bila air itu dingin sekali mengandung gula (mecik), itu adalah air yang menyehatkan. Bila terdapat kepiting yang hidup di mata air tersebut, air itu hanya air minum biasa bukan sakral dan tidak berkasiat hanya saja ada kandungan aneh di dalamnya. Dan bila mata airnya lemba, long maka air itu lazim digunakan sebagai pemandian untuk pembersihan kulit.
                                                       
2). Tipu Daya Isteri Lalo Koe Menyelamatkan Keperempuanannya

Kewibawaan seorang perempuan bukan terletak pada pengetahuannya, bukan pula pada kekayaan yang melekat padanya, bukan pula kekuasan yang disematkan padanya, bukan pula pada kecantikannya tetapi kewibawaan seorang perempuan terletak pada bagaimana ia mempertahankan keperempuanannnya, kemahkotaannya tetap utuh dan monogam. Ia tidak memberikannya pada tombak yang lain. Ia terikat pada satu tombak. Ia menjadi sarung tombak yang tanpa karat, terbuat dari emas 24 karat, tanpa ternoda dan rusak, tidak berpindah tombak. Keberadaannya yang monogam dan takterceraikan menyatu abadi tanpa sekat dan cela celah.  Hal itu sarat dengan sikap tidak toleran dan menghindari skandal berat perempuan sejati "Nderu Ta'a" sebagai keberasalan asli isteri Lalo Koe. Betapa tidak, ia memanfaatkan kecerdasannya untuk menghindari stigma hitam "lage loce" atau bersenggama selingkuh. Nderu Ta'a, julukannya mau mempertahankan kesucian cintanya dengan cara apa pun. Nyawa sekalipun menjadi taruhannya. Ia melihat, keperempuanannya yang suci menjadi tolok ukur intimitas dan harmoni keluarga inti. Ia tidak mau tersandung dalam prinsip ada kesempatan dalam kesempitan sehingga kesempitan menjadi tameng pembenaran diri di depan moral dan etika. Ia melihat, ia harus menghargai etika yaitu mencintai suaminya dengan segenap hatinya, jiwanya dan kekuatannya dan berkewajiban mempertahankannya tanpa pamrih sebesar apa pun godaan datang menghantui sekalipun hayat di kandung badan menjadi taruhannya Kiat dan niat akan harmoninya kehidupan bersama suaminya terbukti dan membuahkan hasil. Kenischayaan menghiasi hari-harinya yang penuh bahagia bersama empunya pelempiasan hasrat cinta erotik.

Simak ceritanya:
Sejarah Lalo Koe dan Wengke Wua di Todo.
Tulisan ini merupakan copas dari tulisan saya tentang Golo Nderu di Kecamatan Ruteng (2017) agar bisa mempermudah akses Pembaca Budiman].
Kilasan Cerita Lalo Koe.
Pada zaman dahulu, ada kakak beradik tinggal di Todo. Nama mereka Wengke Wua dan  Lalo Koe. Wengke Wua sebagai seorang kakak, sedangkan Lalo Koe seorang adik.
Awal Kisah.
Mereka berdua masih bujang atau belum mempunyai isteri. Di Todo Pu'u, ada satu pohon nderu yang buahnya hanya dua. Tidak ada pohon nderu lain di situ. Si Wengke Wua memilih nderu atau jeruk yang lebih tua (borot dalam bahasa Manggarai), sedangkan adiknya memilih yang masih muda. Hal itu karena si Wengke Wua memaksa adiknya untuk memetik yang belum matang. Si adik pun mengamini saja, maka mereka pun memetiknya.
Keajaiban.
Siapa sangka, sebelum mereka memakan dua buah jeruk tersebut, kedua jeruk tersebut berubah menjadi dua orang perempuan. Jeruk yang belum matang berubah menjadi seorang gadis belia nan cantik rupawan, sementara jeruk yang sudah ranum menglangsat berubah menjadi perempuan yang agak tua.
 Iri dan Cemburu.
Betapa terkejutnya si Wengke Wua karena Lalo Koe mendapat gadis belia sementara dirinya mendapat perempuan tua. Mereka pun bersitegang dengan mana si Wengke Wua bersikeras memaksa adiknya untuk menjadikan gadis belia itu sebagai isterinya. Keduanya pun saling cemburu merebut gadis belia itu.
Tipu Daya Wengke Wua.
Suatu hari, Wengke Wua mengajak Lalo Koe berburu babi hutan. Bukannya babi hutan yang mereka lihat malahan rutung (babi landak). Mereka membawa serta anjing mereka. Tiba di nua rutung (lubang masuk babi landak), anjing mereka mengikuti rutung tersebut ke dalam lubang. Lalo Koe turut ikut masuk ke dalam. Kesempatan emas itu pun dimanfaatkan oleh Wengke Wua untuk menutup lubang masuk itu dengan batu. Lalo Koe pun tertinggal di dalam.
Laporan Palsu.
Tiba di kediaman dengan isak tangis, Wengke Wua melaporkan kepada isterinya dan isteri adiknya bahwa adiknya Lalo Koe telah tiada, diserang babi hutan. Isteri Lalo Koe sempat merasa kehilangan namun ia sama sekali tidak percaya begitu saja.
Perjanjian Ceki.
Menurut Sobina Sidung - seorang Nenek dari Penulis yang menuturkan sejarah itu saat Penulis masih SD), di dalam gua yang gelap itu terdapat ruangan yang besar dan banyak babi landak di situ. Ruangan bagian dalam yang gelap itupun berubah menjadi terang. Betapa kagetnya si Lalo Koe, bukannya rutung
yang dia lihat tetapi para manusia. Dibuatlah perjanjian dengan Lalo Koe di mana pihaknya siap menolong Lalong Koe asalkan saja mereka jangan memangsa keturunan mereka termasuk keturunan Lalo Koe di kemudian hari. Perjanjian itupun dilakukan. Para manusia babi landak tersebut pun menggali lubang keluar dan sambil bernyanyi para siluman tersebut pun berhasil mengeluarkan Lalo Koe dengan selamat.
Upaya Perselingkuhan.
Niat bersenggama Wengke Wua kian menjadi-jadi. Dia sering menawarkan isteri Lalo Koe untuk bercinta erotik. Pelbagai cara dilakukan Wengke Wua untuk mendapatkan mahkota kecantikan isteri adiknya, namun selalu mendapat jalan buntu. Memang sesuai asa awalnya, dorongan untuk menggapai 'pengalaman puncak' - dalam Teori Motivasi terutama berkaitan dengan cinta erotik Abraham Maslow), dengan isteri adiknya dari detik-detik kian memuncak, sayangnya kiat narsis libidonya itu senantiasa terhalang rasionalisasi isteri adiknya yang cerdik itu.
Haju Uwu Penyelamat.
Tiap kali Wengke Wua hendak menawarkan persetubuhan, isteri Lalo Koe selalu menunjukkan benda merah di tangannya. "Ayolah sayang, kita bercinta", demikian Wengke Wua. Dengan cerdiknya perempuan itu menunjukkan warna merah di tangannya dan berkata: " Aku lagi datang bulan. Lihat saja darah di tanganku ini!". Wengke Wua merayu lagi. "Ayo sayang, saatnya tiba!", bujuknya. "Maaf aku tengah datang bulan," kata Nderu Ta'a  kepada Wengke Wua. "Biar, tidak apa-apa!," jawab Wengke Wua. "Sebaiknya jangan dulu, nanti apamu kemerahan dan kotor!," sanggah Nderu Ta'a menolak. 
Wengke Wua percaya begitu saja tanpa investigatif. Ternyata, isteri Lalo Koe ini mengambil kulit haju uwu - kaer loken, dan melumaskan ke tangannya agar pada saat Wengke Wua berhasrat tinggi, niatnya luntur karena melihat haid di tangan isteri adiknya. Upaya isteri Lalo Koe pun berhasil. 
Permainan Caci.
Baduk kemudian menuturkan tidak lama berselang, persis ada caci di dekat Todo waktu itu. Lalo Koe yang belum kembali ke rumahnya mengikuti caci. Lalo Koe ini pandai bernyanyi. Isterinya pun mendengar nenggo dan landu dari suaminya. Ia memperhatikan betul tarikan suara dari suaminya itu. Kemudian, ia menonton caci dan memperhatikan serius suaminya. Sontak ia mulai kegirangan kendati masih sangsi.
Dendam yang Terbalas.
Kejengkelan hati Lalo Koe terobati. Pada saat itu, Wengke Wua mengikuti caci. Mereka pun par cama tau - baku lawan adik kakak. Amarah Lalo Koe pun memuncak, ia memecuti Wengke Wua hingga rowa - tewas di arena caci. Lalo Koe pun tak dipersalahkan dan sejak saat itu, ia kembali bersatu dengan isterinya di Todo, sementara isteri Wengke Wua menghilang entah pergi ke mana. 
Keturunan Lalo Koe.
Lalo Koe memperanakkan Ndampa, Ndampa memperanakkan Sola, Sola memperanakkan Kondo, Kondo memperanakkan Baduk atau dikenal dengan Podok, Baduk memperanakkan Kapu, Kapu memperanakkan Nggoro dan Nggoro Memperanakkan David Jampur. Anaknya Baduk atau Podok tidak hanya Kapu tetapi juga Tontang, Nggai dan Pempo.
Masuknya Orang Asing.
Orang asing dari luar membawa atas nama Raja kemudian memasuki Todo. Ndampa pun berpindah dari Todo Pu'u ke Todo Koe atas perintah mereka.
Tapak Ndampa.
Ndampa bersama Sola diperintahkan oleh Todo untuk purak wajo kampong atau memerangi Limba dan Ndueng. Limba dan Ndueng pun lari porak poranda, sehingga atas keberhasilan tersebut Raja pun menyerahkan Lingko Rengga di Papang dengan batas timur Wae Mantar, batas selatan Cunga Ulu Ngali, batas barat Wae Kaman dan batas utara Wae Ros.
Orang Kepe Asli Melarikan Diri ke Poco Leok.
Orang Kepe asli pun ketakutan bila Ndampa dan Sola akan menyerang. Agar tidak menerima resiko, mereka pun bertolak ke Poco Leok. Ndampa pun tinggal di bangka Kepe di Limbung dari Todo Koe.
Penjara.
Dulu ada namanya rampas - perang yang tersembunyi tanpa ada pemberitahuan ke pihak sebelah atau purak. Mereka purak ke Narang. Mereka menjarah semua padi yang sudah dingetam atas perintah Todo. Keturunan Ndampe dan Sola tersebut mengambil juga lepo dari orang Narang. Lepo tersebut terbuat dari anyaman pandan yang dibuat dalam
bentuk karung. Ternyata, orang di Narang menaruh rapu atau mayat di dalam lepo tersebut. Kapu bersama tentaranya membawa serta mayat di dalam lepo tersebut. Semua orang purak tersebut pun disel dan kemudian mereka ditarik untuk tinggal di Pongkor bahkan karena kecerdasan mereka, mereka malahan dijadikan sebagai jubir Pongkor.
Persebaran Keturunan Podok atau Baduk.
Beka agu buar semakin berbuah bagi keturunan Baduk, generasi Lalo Koe. Keturunan Baduk pun sudah tersebar di Timbun, Ruwat, Mbelaing, Lida, Beo Kina, Kotok dan Nderu.
Kusu Kisah Lampau.
Keturunan Baduk awalnya bersama Suku Mbaru Asi datang dari arah Selatan di Satar Mese untuk tinggal di Ngkor tetapi Suku Mbaru Asi tidak mau. Suku Mbaru Asi hanya menguasai Kusu dan Gendang Kusu awalnya milik Suku Mbaru Asi. Namun, kemudian mereka tidak mau lalu memilih untuk menetap di Cumbi, sehingga di Cumbi banyak Suku Mbaru Asi sekarang ini.
Ekspedisi Hijrah.
Setelah lama di Pongkor, keturunan Ndampa, Sola sampai pada Tantu pada garis keturunan berikutnya bertugas menjaga Lingko Nua dekat Wae Rani, dari Lingko Nua mereka kemudian bertolak ke Lolang dari Lolang ke Mantek Poncung kemudian ke Lao dan Ngkor. Keturunan tersebut pun ada yang tinggal di Likeng, Kotok dan beberapa kampung lainnya sekarang ini. 
3). Nampo Ruha Teknik Mengenal Identitas Soal

Ngelong Ruha.

Ada pelbagai cara mengenal identitas soal ala Manggarai. Ada tertulis: Tidak ada segala sesuatu yang tersembunyi yang tidak terungkap. Segala sesuatu yang tersembunyi di bawah kolong langit pasti akan bisa terungkap. Bagi orang Manggarai, Flores, hal itu dapat diketahui melalui nampo ruha. Memang, tidak hanya nampo ruha, teka latung dapat juga menjadi teknik lainnya yang tepat. Dalam ilmu kedokteran, visum et repertum, tes DNA menjadi teknik ampuh mengenal identitas suatu soal. Meski teknologi canggih dewasa ini kian menguat namun cara lain ala Manggarai begitu sederhana, cukup menyiapkan beberapa biji jagung dan telur ayam kampung saja, suatu soal dapat dipecahkan bahkan mampu mengetahui umur seseorang ketika misalnya terkena atau sedang sakit.
Teknik nampo ruha dapat dilakukan manakala seseorang tengah sakit. Apakah seseorang dapat diselamatkan atau tidak, kita bisa menanyakan di telur. Telur akan menjawab kegelisahan Anda. Lalu, bagaimana caranya? Nah, ambilkan sebutir telur ayam kampung. Pecahkan bagian sisi yang agak datar. Setelah dipecahkan, mulailah berbicara dengan telur itu. Jika telur itu tumpah atau pecah ketika Anda melempar dari telapak tangan yang satu ke yang lainnya, maka apa yang Anda harapkan menjadi sia-sia. Bila seseorang tengah sakit, janganlah membawanya ke dokter sebab itu sia-sia karena orang itu akan meninggal.
Nampo ruha juga dapat diberlakukan pada soal-soal lainnya, misalnya menanyakan siapa pelaku dari suatu soal. Telur itu akan menjawab Anda. Telur itu tidak akan menipu Anda. Memang hasilnya antara dua, menggembirakan atau justru membuat Anda semakin gelisah.
Kemudian, mengapa harus menggunakan telur? Jawabannya telur adalah makhluk hidup yang tidak dapat melihat, tidak mempunyai kaki. Telur belum mengenal dunianya. Dalam agama-agama tertentu, telur dipercaya sebagai asal dari Dewa tetapi dalam kehidupan orang Manggarai, isi telur adalah representasi dari awal kehidupan?
Lho, mengapa tidak menggunakan telur yang lain? Nah, ayam kampung adalah binatang pengkabar. Ayam adalah binatang yang mengenal waktu yang dekat dengan manusia. Kemudian, bagaimana dengan teka latung? Sistim teka latung menggunakan hitungan genap dan ganjil. Teknik ini digunakan sejak lama one nenek moyang orang Manggarai, Flores. Mengapa tidak menggunakan biji padi? Beberapa pertimbangan, jagung adalah tetumbuhan musiman yang hidup di darat. Jagung dapat tumbuh di mana saja selain itu jagung memiliki biji yang cukup besar ketimbang padi.
Mengapa tidak menggunakan kacang panjang? Soal itu jagung dipilih karena adalah simbol persekutuan dan hidup dalam komunitas. Jagung lambang kekuatan dan kejujuran. Jagung tidak sama dengan tetumbuhan lain sebagai lambang kesopanan. Jagung tegak lurus dan bersekutu satu sama lain. Jagung berbuah mengarah ke langit.
4). Ngelong Wujud Relasi Harmoni Orang Nuca Lale dengan Roh Alam


Hendrikus Sonto dan Sebastiana Lahut saat melakukan ngelong di dekat Wae Kunce. Ngelong itu dilakukan karena pematang sawah yang berbatasan dengan kali Wae Kunce ditutup oleh longsor. Akibat longsor itu, roh alam menjadi geram. Kehidupan orang Nuca Lale dengan alam sejak baheula tampak begitu dekat. Relasi yang dibangun bukan hanya relasi pertemanan biasa tetapi bahkan menjalin relasi intim yang begitu kental hingga menghasilkan keturunan. Bagi orang Manggarai, relasi manusia dengan roh alam (darat atau bidadari) hanya dibatasi oleh saung ri'i ta'ak (daun ilalang hijau).
 Ketika seseorang dapat membuka rahasia pembatas itu, perkawinan mulai dibangun. Ada banyak generasi masa kini yang merupakan hasil dari relasi perkawinan dengan roh-roh alam. Selain darat yang hanya dibatasi saung ri'i ta'ak juga mereka dipercaya hidup di dalam tanah. Rumah  tinggal mereka berada di dalam tanah. Maka, ketika tempat tinggal mereka dihancurkan oleh manusia, entah sengaja atau tidak, mereka kemudian membangun relasi jarak. Mereka kemudian membangun permusuhan dengan wakar (jiwa manusia). Bahkan, roh manusia (ase ka'e weki) yang melindungi harus bertarung dengan roh-roh alam. Bagi yang tidak kuat, setelah wakar diambil, maka tubuh pun turut diambil.
Berita tentang retaknya relasi, lazimnya diinformasikan melalui alam mimpi. Mimpi memberi petunjuk kepada rekonsiliasi dan sebab musabab dari sakit bahkan kematian.

 Karena petunjuk mimpi, dibuatlah rekonsiliasi atau ngelong di tempat di mana penyebab terjadinya sakit dan penyakit. Selain mimpi, ngelong dapat diketahui melalui toto one ata pecing, ko ata jangka, ko ata wae nggereng (paranormal). Terkadang, dapat juga melalui toto kopi (melihat aluran ampas kopi di dalam gelas). Semua itu merupakan petunjuk dari Yang Kuasa melalui benda-benda. Lazimnya setelah dilakukannya rekonsiliasi, relasi terbangun kembali. Dan, bagi keluarga yang mengalami musibah akan diberi rezeki dan kesehatan.
Ngelong sangat berbeda dengan lancung. Lancung biasanya meminta perlindungan dari mata air di hutan, meminta perlindungan dari roh-roh yang ada di pohon bahkan meminta kekuatan ajian untuk mendapat ilmu sakti. Ngelong dilakukan manakala seseorang telah membunuh binatang liar namun tidak mati. Ngelong dilakukan manakala menebang pohon dan menyebabkan benda lain menderita. Ngelong bukan memuja roh-roh alam tetapi memohon maaf karena telah melakukan kesalahan besar. Dalam perkara tanah (perdata), ngelong bentuk lain dari hambor (berdamai). 
Orang Manggarai percaya, Tuhan Pencipta Semesta Alam tidak hanya menciptakan manusia, tetumbuhan, hewan dan binatang tetapi juga roh-roh alam. Relasi dengan roh alam harus dibangun agar harmoni tercipta dari waktu ke waktu karena apa pun yang ada di bawah kolong langit akan berseru dan menjerit ke Tuhan yang satu dan sama ketika ditimpa kemalangan. Karena itulah, ngelong medium yang paling pas untuk meminta maaf. 
5). Tuak Medium Komunikasi Perjumpaan Budaya dan Persahabatan Orang Manggarai


Raping adalah sebutan umum di Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) yang menunjukkan pohon enau. Sedangkan, hasil sadapannya disebut tuak. Raping jika diindonesiakan menjadi pohon enau. Theodorus Tamat menjelaskan, beberapa komponen raping menurut Bahasa Manggarai, di antaranya:
Pertama, owak. Owak berada di bagian dalam raping. Owak ini mirip dengan kambium. Manfaatnya sebagai bahan makanan.
Kedua, wunut. Wunut atau ijuk memiliki banyak manfaat, sebut saja untuk atap rumah, sapu ijuk, tali, saringan tuak yang biasanya diletakkan di mulut robo (kendi).
Ketiga,  leka. Leka atau daun enau memiliki banyak manfaat, baik untuk dinding kemah maupun untuk atap gubuk. Manfaat lainnya sebagai keranjang darurat sebagai penjinjing ayam, babi kecil. Biasanya juga dipakai sebagai nggiling atau perisai melatih anak-anak bermain caci. Saat berlatih main caci waktu kecil, perisai dari anyaman daun enau, koret-nya dari cabang bambu, sedangkan cambuknya dari wase lincor (sejenis cincau dan cuing), wase ntawang, wase sara. Wase lincor lebih berbahaya dari cambuk asli yang terbuat dari kulit kerbau atau lempa.
 Keempat, suik. Suik atau lidi bermanfaat untuk sapu lidi, tusuk gigi, tusuk sate, alat hitung mirip sempoa. Suik secara paranormal dapat mengusir pengaruh-pengaruh roh jahat dengan perhitungan-perhitungan tertentu yang lazimnya mengunakan angka ganjil 5 dan 7 yang diikatkan satu sama lain lalu diayunkan pada malam hari. Orang Manggarai lazim memanfaatkannya sebagai anti krenda (guna-guna).
  Kelima, lombong. Lombong atau pucuk enau memiliki beberapa manfaat terutama untuk perhiasan dekorasi, cupat (ketupat), langkar (keranjang jinjing yang berbentuk sedemikian rupa untuk membawa ayam ke anak rona, tali ukat, umbul-umbul. Suik lombong bisa juga digunakan sebagai tali pengikat kayu bakar.
Keenam, longko. Longko atau buah raping. Ada tiga jenis longko, yaitu longko rana, longko ndara dan longko tu'a. Longko rana biasanya buah yang masih muda sekali yang belum bisa diproduksi menjadi tuak raja tetapi khusus sebagai bahan untuk kolang-kaling. Sedangkan, longko ndara (biasanya setengah matang dan agak sedikit kemerahan) berguna untuk menghasilkan tuak melalui tewa (memukul dengan palu kayu). Longko ndara juga berfunsi untuk membuat gula dan sopi. Sedangkan, longko tu'a untuk pembibitan. Longko yang sudah tua biasanya terasa gatal jika dipegang. Disarankan anak-anak jangan bermain dengan longko tu'a tersebut karena akan terkena alergi.
Ketujuh, soko. Soko ini berupa batang longko untuk tewa, pante tuak (sadap). Saat tewa itulah, maka dibuatnyalah deren nenggo (nyanyian menghibur pohon tuak karena enau disimbolkan sebagai perempuan). Kayu pemukul namanya pasi, sejenis wenggu. Kayu pemukul diambil dari uwu, lente, ngantol, dan ara lalok. Kalau ndara-nya merah, maka kayunya ngantol, uwu. Kalau mbolong  (bulat) harus ara lalok, lente. Saat tekang (pahat) usai tewa (pukul) di sana
(mimpi tidur dengan perempuan pertanda air niranya banyak). Bila sawing dan pasi cocok, maka airnya banyak. Untuk menutup lubang pante (pahat) atau kalau mau ditutup dengan saung rangat (lidah ular, Inggrisnya snake plant, Latinnya hedyotis difussa wild ), silamata (korejat, dalam Inggrisnya milkwort, Latinnya polygala paniculata), tongkak (pegagan, Inggrisnya Buabok, Latinnya centella asiatica) dan ngelong (semanggi, Inggrisnya clover leaf, Latinnya marsilea crenata). Beberapa fungsi daun-daun tersebut bertujuan untuk mengundang wae raping (te jak main wae raping). Sebelum dipanen, air nira dibungkus dengan wunut agu leka agar gogong (bumbung) tidak terkena hujan. Awalnya mince (nira) lalu dirubah menjadi tuak karena dicampur haju ngancar (untuk sopi), puser (tuak untuk minum). Untuk buat gula maka haju pak (pohon selatri) yang dicampur di teong/gogong (bumbung, Inggrisnya roof). Agar pahit harus memakai pohon haju loi, wora (woing atau legundi) untuk rekang tuak (sebagai perasa pahit tuak). Tuak juga bisa dicampur dengan bambu tua.
Raping rupanya memiliki keharaman tersendiri (pemali), memiliki pemali tersendiri. Pesadap akan sangat jarang kulit tubuhnya bersentuhan dengan sabun kimia. Sering mandi menggunakan sabun kimia, enau sepertinya ngambek tidak mau memberikan niranya ke bumbung. Kerap memang, pesadap ada istilah sawing. Sawing toko agu inewai membilas tubuh mereka dengan sabun alami, yaitu dengan menggunakan daun kembang sepatu dan menggunakan serat kulit waek rona (sengon jantan lokal). Daun kembang sepatu dan serat loke waek rona adalah sabun tradisi orang Manggarai. Busa serat kulit waek rona sangat wangi dan melembutkan rambut. Serat kulit waek rona juga bagus untuk kecermalangan kulit wajah.

Tuak Medium Komunikasi Perjumpaan Budaya dan Persahabatan Orang Manggarai.

Halnya mince sebagai bahan dasar pembuatan gola malang (gula enau) melalui proses kokor mince (memasak nira), tuak pun demikian selain sebagai bahan dasar untuk pembuatan sopi nomor satu yang kalau dibakar menyala juga sebagai sarana curu (jemput) dan sila (menjamu) tamu. Namun, lazimnya yang ditaruh di robo (kendi) harus tuak, tidak boleh sopi. Di bawah pohon enau, pesadap lazimnya menjamu temannya dengan bila (topi yang terbuat dari buah maja). Sedangkan, untuk penerimaan tamu-tamu penting yang dilakukan di pa'ang (gerbang kampung) dan di dalam rumah adat menggunakan robo (sejenis labu botol atau labu kendi). Saat ri'o rengka (pamit) juga menggunakan robo. Tuak bagian dari materi dasar pengisi budaya orang Manggarai.
Jadi, sopi tidak boleh digunakan saat curu (menerima dan menjemput tamu) kecuali tuak. Sopi bukan bagian dari budaya Manggarai. Dalam acara adat apa pun, sopi tidak dipakai. Yang dipakai adalah tuak Manggarai, tuak raja. Sopi hanyalah minuman hiburan, sama seperti bir. Sopi bukan minuman budaya tetapi hanya sarana pertemanan belaka.  
6). Enam Ciri Actus Spiritualisme Orang Manggarai


Orang Nuca Lale, Flores merupakan masyarakat totemisme, masyarakat mentis plantae (anima vegetatif) masyarakat deus ebique est (deus universal), masyarakat aji gening atau aji senyawa, masyarakat animam viventem dan masyarakat spiritus sui. Mengapa disebut demikian?
Pertama, totemisme. Masyarakat Manggarai sangat kental dengan totemisme (ceki). Ceki dalam bahasa Manggarai, yang merupakan akibat dari suatu peristiwa tertentu, baik dengan hewan, binatang maupun tetumbuhan tertentu yang mengikat perjanjian-perjanjian tertentu. Ada banyak hal terjadinya ceki. Masa kini, totemisme masih bertumbuh subur, diceritakan dari mulut ke mulut dan masih berlaku hingga sekarang di masyarakat bagi yang mengetahui.

Kedua, mentis plantae. Orang Manggarai menyakini, setiap tetumbuhan ada jiwanya. Hal itu dibuktikan dengan ritual ngelong (hambor agu caoca). Dalam teori Aristoteles menyebut itu sebagai anima vegetatif. Jiwa tetumbuhan (mentis plantae) yang menderita akan menyebabkan manusia menderita.

Ketiga, deus ebique est. Allah bagi orang Manggarai disebut Morin agu Ngaran, Jari agu Dedek (Pencipta Semesta Alam). Pencipta semesta alam itu hadir dalam bentuk seperti naga de golo, naga de mbaru (penjaga kampung dan penjaga rumah). Mereka menyakini dues ebique est (Allah ada atau hadir di mana-mana), bisa di gunung, di mata air dan tempat-tempat tertentu dalam bentuk manifestasi yang lain. Mereka melihat Allah itu dekat dan membumi (deus imanen). Hal yang kerap mereka utarakan, seperti ba tara (berubah wujud, bermalirupa). Wujud yang paling nyata berupa ritual barong wae, takung naga golo, takung naga mbaru.
Keempat, aji senyawa. Orang Nuca Lale adalah masyarakat et animalia plantis possit loqui (masyarakat yang dapat berbicara dengan tetumbuhan dan binatang). Dalam bahasa lain disebut aji gening. Aji gening ini merupakan cikal bakal totemisme.

Kelima, animam viventem. Masyarakat Manggarai yang menyakini jiwa itu hidup meski telah mati (animam viventem). Hal itu tampak dalam ritual teing hang wura agu ceki (memberi makan roh leluhur dan Tuhan representatif). Memang, roh leluhur itu sungguh hidup bagi orang Manggarai.

Keenam, spiritus sui. Orang Manggarai juga yakin akan spiritus sui (roh diri sendiri). Dalam Kejawen disebut sadulur papat lima pancer atau dalam sebutan orang Manggarai dikenal apa yang disebut sebagai ase ka'e weki. Wujud ritualnya berupa hambor ase ka'e weki.

 7).Menengok Kisah Manusia Pertama di Nuca Lale Versi Golomori
Begini Kisahnya.
Mela (71), warga Tao, Desa Golomori, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Jumat (22/2/2013) berdasarkan cerita lisan dari nenek moyang secara turun temurun menuturkan, pada awalnya di Golomori dan sekitarnya tidak ada manusia.
Persis, di Lo’ok ada sebuah sungai (ngalor), telaga dan pohon beringin (langke dalam bahasa Manggarai). Konon, di suatu pagi, turunlah 7 gadis cantik dan hendak mandi di sebuah telaga, tepatnya di ngalor Lo’ok. Nama ketujuh gadis itu (sebut saja-red), Pitu (7), Enem (6) Lima (5), Pat (empat), Telu (3), Sua (dua), Ca (1).
Anehnya, cerita Mela, si Ca (1) menjadi manusia laki-laki tetapi mulutnya kecil seperti ikan ipun (ipung). Enam gadis yang lainya kembali ke asal mereka. Kemudian, keesokan harinya muncul lagi 7 orang gadis turun di sungai yang sama. Waktu itu airnya jernih, bening dan bersih, sangat alami. Si Ca (1) tidak berubah, ia tetap menjadi seorang perempuan. Enam gadis lainnya kembali ke asal mereka. Tampaknya ke tempat tertentu yang tidak diketahui dari mana mereka berasal.
Dari hari ke hari mereka semakin dewasa. Mereka tinggal di gua dan karena begitu dekat mereka pun kemudian merajut kasih asmara. Dari hasil perkawinan lahirlah seorang anak.
 Setelah melahirkan anak mereka pun memutuskan untuk berpindah tempat. Mereka menetap di Lencung. Tempat mereka menimba air bernama Ngila tidak jauh dari Lencung.
Setelah mempunyai anak pertama, tidak mendapat informasi seperti anak kedua dan bagaimana ziarah mereka. Setelah itu memang sejarah itu tidak diketahui bagaimana kelanjutannya meski cerita di atas mirip dongeng tetapi demikianlah sejarahnya dituturkan dari generasi ke generasi di Golomori.
Kisah Weri Ata dalam Bingkai Penciptaan Manusia Pertama di Nuca Lale

Bene Baduk, warga Golo Nderu menceritakan, pada zaman dahulu kala di Desu, hiduplah dua orang suami-isteri. Mereka hanya dua orang saja. Tidak diketahui mereka berasal dari mana. Suatu ketika, entah kenapa mereka mengcincang tubuh anak mereka yang satu-satunya itu. Tubuh anak itu mereka wecak - ditaburkan di atas tanah.
Tak lama kemudian, darah, daging dan tulang anak itu menghasilkan benih seperti padi, jagung dan berapa barang makanan lainnya kecuali ubi kayu.Itulah makanya, nama kampung yang sekarang dinamakan sebagai weri ata. Dinamakan demikian karena mereka menanam anak kandung mereka sendiri dengan cara dicincang-cincang. Weri artinya menanam, sedangkan ata artinya orang.
Cerita Bene Baduk sama seperti kisah kejadian sebagaimana ditulis oleh P. Bernard Raho, SVD di atas tepat seperti kisah weri ata di Desu, Manggarai, Flores yang dituturkan oleh Bene. 
8). Gendang Dibongkar, Bunyi Gong dan Genderang Wujud Ekspresi Kegembiraan


Membunyikan gong dan genderang di rumah adat (Mbaru Gendang) memberi tanda khusus. Beberapa tanda itu, berupa menerima tamu terhormat, acara wagal dan mbata yang dilakukan pada malam hari sebagai hiburan. Tentu tidak hanya itu, gong dan genderang ditabuh jika akan melakukan perang tanding dan membongkar sebuah rumah adat yang akan dibangun baru. 
Ada tiga kemungkinan gong dan genderang ditabuh. Pertama, perang tanding dan caci. Jika dibunyikan saat perang tanding dan caci, maka bunyi alat musik tradisional tersebut sebagai bentuk penyemangat agar semangat para petarung berkobar-kobar dan kelak membuahkan kemenangan. Kedua, mbata, terima tamu dan membongkar rumah adat. Ekpresi kedua merupakan wujud ekspresi kegembiraan. Ketiga, ritual-ritual tertentu berupa perkawinan. Hal itu dapat dilakukan pada saat wagal (acara syukuran puncak di mana semua belis dibayar lunas oleh pihak suami atau anak wina).
Gong dan genderang memang tidak dibunyikan sembarangan di dalam rumah adat ataupun di alun-alun dan untuk menabuhnya terlebih dahulu dilakukan tesi (meminta izin). Hal itu juga selain acaranya lancar juga alat musik itu tidak tembeb (menghasilkan bunyi yang kurang baik yang mematahkan semangat). Untuk diketahui, jika hanya gong yang berbunyi maka ada dua kemungkinan, bisa untuk memanggil warga untuk berkumpul, tanda bahaya atau mencari orang yang hilang karena dibawa lari oleh bidadari (wendo le darat).


 9). Roko Molas Poco dan Kisah 7 Gadis dari Alam Lain di Golomori

Ngelong Konkretisasi Intimitas Relasi.
Salah satu wujud konkret terbangunnya relasi yang harmonis dan akrab orang Manggarai dengan alam melalui prosesi ritual roko molas poco. Ritual awal yang dilakukan berupa ngelong (meminta). Ngelong di sini bukan ngelong pemaafan tetapi ngelong perizinan. Ritual ngelong pemaafan manakala seseorang telah melakukan kesalahan terhadap suatu makhluk hidup, misalnya mengikatkan kedua buah benda hidup seperti pohon atau menusuk-nusuk dengan menggunakan sebuah batang kayu ke dalam lubang yang ternyata merusak mata seekor ular yang tinggal di dalamnya. Atau ketika seaeorang memotong saja sebuah pohon di mata air atau di mana saja yang ternyata itu tindakan yang fatal menurut alam.

Akibat dari perbuatan tersebut, terjadilah rudak. Untuk mengetahui rudak, nangki (terkena marah) dan beti (sakit) melalui proses mencari di ata wae nggereng/ata pecing (paranormal sakti mandraguna). Ketika dibawa ke paranormal, itang (mendapat petunjuk) diperoleh dengan maksud untuk melakukan hambor (rekonsiliasi). Kemungkinan lain yang dilakukan adalah nampo ruha agu nampo latung, nampo kope, nampo kuse dan tilir agu tilik wada.

Dalam konteks perkawinan, ritual ngelong seperti ini hampir sama dengan ela naring lembak (memberikan seekor babi diserahkan ke anak rona atau pihak perempuan karena telah dengan sengaja membawa lari anak gadis mereka tanpa proses weda rewa tuke mbaru atau proses yang seharusnya sesuai kode etik melamar gadis orang Manggarai).
Sedangkan, ritual ngelong perizinan manakala seseorang jika hendak memotong sebuah pohon, baik untuk keperluan bahan balok rumah atau memang pohon itu dianggap sangat mengganggu pemandangan. Jika tengah mengerjakan kebun, juga harus diawali dengan ngelong (meminta izin). Ngelong perizinan dan pemaafan bendanya mengunakan ruha (telur ayam kampung).
Rotong Siri Bongkok, Mewajibkan Perempuan Cantik dan Perawan.
Sebuah balok yang diarak-arak warga ke kampung yang di atasnya terdapat seorang gadis perawan yang belum disentuh pria dari pihak anak rona itu disebut siri bongkok. Kebiasaan yang dilakukan orang tua dulu, gadis yang menaiki siri bongkok tersebut sebaiknya segera disuamikan oleh pihak anak wina berupa tungku karena itu juga bagian dari toto molas. Hal itu generasi kini lebih pada sebagai praktek simbolis padahal seorang pria harus dipersiapkan dan itu merupakan suatu keharusan.
Siri bongkok ketika telah menjadi titik tengah rumah adat akan menjadi tempat di mana Tu'a Golo bersandar. Ketika ada soal di dalam lingkup gendang tersebut pun, segala persoalan diselesaikan secara adat hambor (pendamaian) di dalam rumah adat.
Di sini, roko molas poco merupakan titik simpul filosofi orang Manggarai predikat hutan sebagai Anak Rona. Dalam hinduisme, siri bongkok merupakan sebuah 'lingga' besar yang tidak bisa diukur yang merupakan rahasia tersembunyi yang sulit diungkapkan dalam Siwaisme. 
Kisah 7 Gadis Asing dan Ceki.
Dalam konteks cerita tentang munculnya 7 orang gadis di sebuah sungai di Golomori yang kemudian menjadi manusia tidak diketahui berasal dari mana. Mungkinkah menurut orang Manggarai dari hutan sebagai sumber mata air? Juga cerita Rampasasa, ayah non biologis dari Loke Nggerang menurut cerita-cerita yang tersebar di masyarakat Ndoso? Rampasasa adalah bidadari (darat).
Berdasarkan catatan tersebut bisa diidentikkan relasi antara manusia dan kehutanan sangat intim dan merdeka. Apakah ada relasinya dengan ceki? Yah, orang Manggarai zaman lampau sangat mengenal apa yang disebut dengan ceki (totem). Ceki dapat terjadi berawal dari komunikasi dengan makhluk lain, misalnya berbicara dengan binatang-binatang (kisah ceki cik orang Sita, kisah ceki lawo orang Cibal, kisah Yuliana Jemen yang berbicara dengan belut di Wae Teku Pau Ruteng) dan sebagainya. Totem tersebut terjadi berawal dari hasil komunikasi interpersonalinstingstik antara binatang dengan manusia secara nyata. Bila dapat berbicara dengan binatang itu sudah dipastikan merupakan ciri dari aji gening (dapat berbicara dengan binatang di mana tokoh terkenalnya Angling Dharma). Jika demikian, apakah orang Manggarai juga dapat berbicara dengan pepohonan? 
Nah, ata wae nggereng di Manggarai zaman lampau juga dapat berbicara dengan pohon secara langsung. Mereka memahami bahasa-bahasa pohon. Terkadang juga diketahui melalui mimpi-mimpi. Petunjuk dalam mimpi menjadi jalan stapak tersingkapnya suatu tabir ketidaktahuan. Setelah petunjuk diperoleh maka dilakukanlah ngelong baru karena sesuai dengan tema tulisan ini dikakukanlah roko molas poco. Sering dipotongnya kayu-kayu di hutan sebagai tanda akan sulitnya orang Manggarai mengambil pohon di hutan sebagai molas poco. Molas poco bergeser ke kebun warga karena pohon-pohon yang terjaga dengan baik hanya ada di kebun-kebun pribadi. Sangat sulit mencarinya di hutan. 
Apakah diperlukannya nampo ruha (menjadikan telur ayam kampung sebagai hakim tertinggi menentukan suatu soal yang sulit dipecahkan). Dalam hal ini, nampo ruha sangat boleh dilakukan untuk mendapat petunjuk dari Yang Kuasa apakah pohon yang layak tersebut berada di utara, selatan, timur atau barat? Petunjuk nampo akan mempermudah selain juga petunjuk mimpi memperoleh pohon yang baik yang bakal membawa keberutungan dan kemakmuran bagi warga kampung. Generasi masa kini telah meninggalkan semuanya itu tanpa mempertahankan keaslian. Sebelum digelarnya pencarian agar lebih mudah, harus diawali dengan ritual teing hang wura agu ceki agar melalui petunjuk roh leluhur dan Tuhan, pencarian itu mudah dan jika berada di hutan, regis-nya (seremnya) tempat itu seakan menjadi akrab (jepek renceng) begitupun manakala tumbuh di kebun warga harganya pas sesuai dengan apa yang direncanakan. Tidak kurang tidak lebih, pas, tepat (jepek).

Kembali ke pokok pertanyaan di atas soal 7 gadis dari alam lain. Tentu bisa dianalogikan, 7 gadis tersebut sebagai penghuni hutan, yang bertugas mengawasi daerah hutan, wilayah hutan. Mereka dekat dengan alam hutan. Yang melindungi keutuhan ciptaan hutan, melindungi mata air dan memberikan ketenangan bagi sabana, flora dan fauna. Ada pula pandangan, berasal dari kayangan namun pandangan itu jauh dari pemikiran orang Manggarai karena orang Manggarai tidak mau mengandai-andai dan pokoknya.  Berdasarkan cerita-cerita di Manggarai, roh alam tidak jauh dari manusia tetapi dekat dengan manusia hal itu tampak dalam ritual teing hang wura agu ceki orang Manggarai. Relasi manusia Manggarai dengan alam sangat akrab. Hal itu bukan kayalan belaka tetapi merupakan relasi akrab konkret yang dapat dibuktikan dengan menyaksikan berbagai ritus-ritus adat orang Manggarai. Keberasalan seorang manusia dari air mani dan ovum membentuk seorang manusia lalu dikendurikan (kelas) sebagai bentuk perpisahan agar ia yang tengah dan telah berada di alam sana juga berbahagia. Ia tidak memakan pemberian sesajian dari orang lain.

Tujuan ngelong roko molas poco dilakukan dengan empat tujuan yaitu menghargai Pencipta Pohon; menghargai pelindung dan penjaga pohon yaitu roh-roh yang melindungi pepohanan; menghargai pemberi kesuburan yang berasal dari tanah sebagai dewa bumi; dan menghargai jiwa dari pohon bersangkutan (energi yang membuat pohon tersebut dapat bertumbuh dan berkembangbiak). Atau kerap didengar anima vegetatif.

.....…...Kamu yang menggarap, menanam, menyiangi, menyirami, menuainya tetapi kamu tidak tahu bagaimana proses bertumbuhnya. Lha, karena tidak mengetahui proses bertumbuhnya, ada elemen-penyebab maka dilakukanlah ngelong. Maksudnya, terciptanya rekonsiliasi, relasi yang harmonis sehingga keutuhan ciptaan dapat terwujud.
  
10). Goresan pada Batu Tanda Kabar Dukacita bagi Orang Cumpe


 Masyarakat Gendang Cumpe, Desa Golo, Kecamatan Cibal, Kabupaten Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki tanda khusus ketika warga Gendang akan meninggal. Tanda itu ditunjukkan melalui goresan pada batu tepatnya di Gendang Cumpe.
Jika goresan itu muncul dan dilihat oleh warga Gendang, maka dalam waktu sepekan saja ada warga dari Cumpe, Wune dan Mawe pasti akan meninggal dunia. Gendang Cumpe terdiri atas tiga kampung itu, dengan Tu'a Golonya (Kepala Pemerintahan Adat) bernama Lorens Pamput.
Tanda itu diberi sejak Kampung Cumpe muncul pertama kali dan persis berada di depan sebuah rumah warga. Kampung Cumpe dibangun di atas sebuah batu lempeng yang sangat besar.
Penutur.

Valentina Inut (50), warga asli dari Wereng, Dese Tengku Lawar, Kecamatan Lambaleda dari keturunan Suku Lenang, puteri sulung dari Bapak Hendrikus Otas yang telah menempati Cumpe kurang lebih 30 tahun karena bersuamikan Damianus Jehanat asal Cumpe, Kamis (17/1/2019) di Ruteng menuturkan hal itu. Inut seorang penenun kain songket Manggarai (dedang) sekaligus penjual hasil tenunannya sendiri.
Cerita tentang kemistisan batu itu, sudah pernah juga diperoleh Penulis dari beberapa orang, seperti dituturkan oleh Theodorus Taram. Mereka menyampaikan hal yang sama. Penulis memang belum menginjakkan kaki di kampung itu. Menurut Inut, bentuk tulisannya seperti huruf khusus agaknya berbentuk spiral dan zigma. Jika di atas batu itu terdapat goresan demikian, maka tinggal menunggu saja sudah pasti ada warga Gendang yang akan meninggal dunia.
Bandingkan.

Pada umumnya, di Nuca Lale (Manggarai), kabar kematian akan ditandai dengan munculnya londe (api yang berbentuk seperti bola dan seperti ular sendok melintas di langit tidak jauh dari bumi, jika seperti bola maka itu perempuan, bila berbentuk seperti ular maka itu laki-laki). Terkadang juga dengan hadirnya api ja (api seperti obor yang berwarna biru di malam hari). Tanda lainnya, seperti mata mbere (bola mata kecil seperti kelereng berwarna hijau tetapi hanya satu biji, bisa juga dua biji).
Pernah suatu ketika di Ranggi, Kecamatan Wae Ri'i, Kabupaten Manggarai, Penulis mendapati seorang perempuan tua yang mengaku melihat mata mbere dua biji pada malam hari seakan-akan melototinya. Ia sempat tak sadarkan diri, pingsan (boat da'at keta). Tanda lain seperti, ayam berkokok di malam hari hanya satu ekor sekali kokok saja (kakor leca) bunyi burung hantu di dekat rumah hanya sekali saja, tokor hocu (belalang sembab yang kurus kering) memasuki rumah, noang lewe de acu (gonggongan anjing yang panjang).
Simbol lainnya, seperti nyala api dari sebuah batu yang terletak di Goro, Kelurahan Pau, Kecamatan Langke Rembong di lingko Gendang Lempe, Ruteng (tuturan Yoakim Pajang karena persis berada di samping rumahnya di Ruteng sekaligus tanda noang de acu di tempat itu), bunyi seekor katak pohon berwarna hijau (pake ngkek ta'ak) sebagai tanda kematian, kematian yang disebabkan oleh sambaran petir dan banyak lagi tanda-tanda yang lainnya. Tanda tersebut pun dianulir dengan cara sungken (semacam pengcaharnya, penangkis).

Kembali ke Cumpe.

Penulis belum menggali betul, apakah ada tanda-tanda lain yang ditunjukkan ke warga Gendang Cumpe, seperti halnya tanda-tanda pada umumnya di atas.
  

11). Filosofi Bentuk Bulan Orang Manggarai





Orang  Nuca Lale (Manggarai, Flores) memberi nama bentuk bulan (wulang) sebagaimana juga di daerah-daerah lainnya di dunia. Ada tiga bentuk bulan, yaitu: 1. Wulang Taga. 2. Wulang Rawet. 3. Wulang Mata.

Keraeng Antonius Ugak*, warga Lamba Leda (keturunan Manang, generasi dari Riwu), Rabu (28/11/2018) tepatnya di Kupang menuturkan, berdasarkan apa yang didengarnya dari orang-orang tua di kampung semasa masih kecil dan masih muda, orang Manggarai membagi nama bulan dalam bentuk tadi.

Pertama, Wulang Taga.

Wulang taga untuk menyebut bulan purnama. Menurutnya, wulang mongko yang disebut oleh Keraeng Ivan Nestorman* untuk menggambarkan bulan purnama karena tidak ada nama wulang mongko dalam pembagian bentuk bulan orang Manggarai. Yang dimaksudkan adalah bulan purnama, bulan yang terang. Tetapi hemat Penulis, wulang mongko yang dimaksudkan oleh Keraeng Ivan Nestorman dapat menggambarkan ketampangan dari "kemahkotawanitaan" seorang perempuan. Artinya, lebih pada ekspresi representatif dari mahkota perempuan di mana seorang manusia dilahirkan. Dapat pula menggambarkan ekspresi raut wajah seorang perempuan yang elok rupanya, menawan, cantik nan jelita, genit dan seksi bak bidadari.

Terkadang, demikian dia, wulang penong, wulang necak, penong wulang merupakan ekspresi lain dari wulang taga. Intinya, bulan
purnama artinya wulang taga. Hal demikian, sama seperti disampaikan oleh beberapa orang tua yang ditemukan oleh Penulis sebelumnya.

Arti kata taga. Untuk diketahui, kata taga kalau ditulis secara terpisah ta ga diartikan sebuah kalimat perintah untuk menyuruh. Dalam bahasa Inggris diartikan sebagai let us go! Jika kita mengkaji secara lebih mendalam, ta ga sangat relevan dengan aktivitas alam berarti berjalan, bergegas. Soal ini akan ditelusuri lagi oleh Penulis, baik mengenai menangkap ikan, memotong kayu di hutan, dan aktivitas lainnya.

Kedua, wulang rawet.

Wulang rawet, kata beliau, menunjuk pada bulan sabit. Disebut rawet karena bulan tersebut hanya terang di salah satu bagian saja. Ada dua kemungkinan wulang rawet, menuju ke purnama atau mati sama sekali.

Ketiga, wulang mata.

Wulang mata berarti bulan mati. Dalam hal ini berarti bulan tidak bersinar lagi. Orang Manggarai menyebutnya mata wulang.
----------Bagi orang Manggarai perputaran bulan menjadi salah satu tolok perhitungan waktu (siklus waktu).

12). Asal Mula Nama Lokasi Wisata Alam Tengku Siwa di Reok Barat

 Siwa Idaman Para Gadis.

Tengku Siwa sebagai tempat wisata di Reok Barat, namanya berawal dari sebuah kisah cinta. Konon, dulu ada seorang pemuda di kampung di dekat tengku tersebut. Nama pemuda itu Siwa. Siwa itu tumbuh remaja. Saat remaja tampangnya yang ganteng membuat banyak gadis luluh hati padanya. Ingin rasanya, para gadis itu segera meraih keperkasaannya. Banyak salaman para pemuda di sana yang hidup bersama ditolak oleh para gadis. Para gadis di sana hanya mau menerima cinta dan meniduri Siwa. Maka timbullah kecemburuan teman-teman pria yang lain.

Rencana Pembunuhan.

Dia adalah pria idaman. Banyak gadis yang menginginkannya karena ketampanannya. Sayangnya, Siwa tidak meluluskan niat asmara bius dari para gadis. Artinya, Siwa malah menolak tawaran para gadis untuk bercinta dengannya.

Percobaan Pembunuhan Pertama.

Suatu ketika, Siwa diajak oleh teman prianya untuk memanjat pohon pinang. Awalnya, Siwa tidak mengindahkan permintaan teman-temannya. Karena keikhlasannya, ia pun mengamini. Siwa kemudian memanjat pohon pinang yang tengah berbuah matang itu. Ketika Siwa hendak memetik buah pinang yang sudah matang, teman-temannya memotong pohon tersebut. 

Setelah dipotong, mereka yakin Siwa akan mati sembari meninggalkannya begitu saja. Meski tumbang bersama Siwa, Siwa sedikitpun tidak mengalami cedera.
Percobaan Pembunuhan Kedua.
Siwa tidak mempunyai sikap balas dendam. Ia hanya melihat itu sebagai kenakalan. Namun, tak disangka pada waktu yang lain, teman-teman remaja prianya mengajak Siwa mencari kayu api di dekat tengku (jurang yang dalam). Setelah mendekati tengku, teman laki-lakinya mendorong Siwa ke jurang hingga Siwa pun jatuh terperosok di tengku pertama.
Hati Sang Ibu Cemas.
Hari sudah mulai senja, ibunya kian cemas dan berusaha untuk mencari Siwa. Dia berusaha mencari ke mana-mana namun tidak ditemukan. Sang Ibu bertanya kepada teman-temannya namun semua kawan-kawannya mengelak. Mereka tidak mengaku. Ibu Siwa kemudian marah dan bernazar: "Kalau kalian tidak memberitahu di nama anakku, aku akan mengutuk kalian semua dan menenggelamkan kampung ini!". Meski mengutuk, teman-temannya tetap tidak mengaku.
Menemukan Siwa.
Setelah mencari selama tiga hari di berbagai tempat sambil memanggil nama Siwa, Siwa kemudian menjawab panggilan Ibunya dari bawah jurang. Betapa kaget hati sang Ibu melihatnya anaknya terperosok di tangga jurang. Siwa kemudian berkata: Ibu aku lapar!

Ketika Ibunya bertanya mengapa terperosok, Siwa mengaku didorong oleh teman-temannya. Ibunya pun mengambil makanan di rumah. Ketika tiba di tengku tersebut, Ibunya mengikatkannya pada sebuah tali. Ibunya berhasil meraihkan makanan itu ke Siwa.
Menarik Siwa.
Ibunya berusaha mencari tali agar bisa menarik Siwa dari jurang di tangga pertama. Dengan perasaan berharap, Ibunya berusaha keras menariknya dengan tali hutan.
Siwa Terperosok ke Dasar Jurang.
Upaya dari sang Ibu untuk menarik Siwa dari tangga jurang pertama tidak membuahkan hasil. Talinya malah terputus membuat Siwa jatuh lebih dalam. Melihat itu, Ibunya menangis dengan keras dan menyebut namanya: Siwa....!!! Siwa tidak tertolong lagi, nyawanya menjadi milik Yang Kuasa. Ia melihat dari atas jurang, anaknya sudah tidak bernyawa lagi.
Kutukan.
Karena tidak mampu meraih jurang, sang bunda ke kampung. Ia berteriak ke semua warga kampung dan mengatakan jika tidak memberitahu siapa yang mendorong Siwa ke jurang, maka ia akan menenggelamkan kampung itu. "Jika kalian tidak jujur memberitahunya, maka aku akan menenggelamkan kampung ini tanpa satupun generasi yang tersisa," demikian Ibunda Siwa mengancam. Walau diberitahu beberapa kali, sahutan sang Bunda Siwa malah dicibir. Mereka semua tidak menghiraukannya. 
 Kampung Tenggelam, Semua Nyawa Tewas.

Menjelang gelapnya malam, semua warga tertidur pulas sementara Ibunda Siwa terus menangis dalam kesendirian. Tidak ada yang peduli dengannya. (Tidak diketahui, ayah Siwa bernama siapa dan berasal dari mana dan dapat diduga hasil relasi intim dengan bidadari atau anak yang lahir tanpa berhubungan badan. Siwa memang seorang putera tunggal. Ia tidak memiliki saudara dan saudari yang lain).

Malam yang Kelam Menakutkan.

Persis di tengah malam, seluruh kampung mulai terkoyak. Tangisan dan jeritan meminta tolong memecah heningnya kegelapan malam itu. Apa daya, nasi telah menjadi bubur. Semua warga kampung tidak ada yang selamat. Teman-teman remajanya yang telah menghukum Siwa ditelan bumi.

Maka terjadilah! Tidak ada satupun nyawa yang kemudian tertolong karena alam telah terkoyak-koyak oleh angkara murka sang Bunda Siwa.

Hingga sekarang, kampung di mana Siwa dulu tinggal tinggal puing-puing karena telah ditenggelamkan. Beberapa bekas bahan konstruksi rumah masih terlihat sampai sekarang. Hampir seluruh warga tidak ada yang selamat dari bencana terkoyaknya tanah tersebut. Sejak itulah, tengku itu namanya Tengku Siwa. Tengku artinya jurang.

13). Manusia Pertama di Nuca Lale, Sebuah Kisah Kejadian

Manusia Pertama, Sebuah Kisah Kejadian. Menurut P. Bernard Raho, SVD, dalam Majalah Manggarai, edisi 15 Maret-15 April 2005, hal 24-26 menulis kisah tentang Awal Mula Kehidupan Orang Manggarai terutama tentang mitologi asal-usul manusia pertama, mengisahkan bahwa dunia pada awalnya kosong dan tidak memiliki apa-apa sehingga disebut tana lino. Tana berarti tanah atau bumi, sedangkan lino berarti kosong. Tana lino berarti tanah atau bumi yang kosong (empty earth).
Kehidupan dari orang Manggarai berasal dari perkawinan Ame-Ema Eta di langit dan Ine-Ende Wa di bumi. Menurut mitologi tersebut, tulis Pater Bernard, manusia Manggarai pertama berasal dari sinar matahari yang terpancar dari langit. Sinar itu terpancar pada satu rumpun bambu di sebuah gunung yang tinggi dan dari dalam rumpun bambu itu keluarlah dua orang manusia, yakni pria dan wanita.
Pada mulanya, kedua manusia itu memakan tumbuh-tumbuhan dan daun-daunan sebagai makanan pokok. Mereka membuat api dari bambu dengan cara digesek-gesek kedua bambu yang kering. Pakaian mereka terbuat dari kulit kayu lale. Kedua manusia itu kawin dan melahirkan seorang anak laki-laki. Namun, pada saat anak itu berusia 5 tahun, ayahnya bermimpi. Dalam mimpi itu ia bertemu dengan Morin agu Ngaran – Jari agu Dedek (Allah Pencipta Semesta-red), yang memerintahkan dia untuk mengambil beberapa kayu teno dan batu. Orang itu disuruh membakar kayu-kayu tersebut sehingga asapnya menyebar. 
 Kemudian, Morin agu Ngaran – Jari agu Dedek memerintahkannya untuk menggunakan batu-batu memotong pohon-pohon dan membuka kebun baru yang disebut lingko.
Lalu, ia diperintahkan untuk membunuh anaknya yang tunggal serta mengcincang daging anak itu dan menanamnya pada kebun yang sudah disediakan. Mimpi itu ditanggapi lurus-lurus oleh manusia tadi. Mula-mula ia membuka lahan untuk berkebun. Setelah kebun dikerjakan, maka orang itu mengirim istrinya mengirim anak tunggalnya pergi ke kebun membawa makanan. Ketika anak itu tiba, orang itu melakukan seperti yang telah diperintahkan kepadanya lewat mimpi, yakni membunuh anak itu dan mengcincang dagingnya lalu menyiram ke seluruh kebun. Ketika kembali ke rumah, sang suami melapor kepada istrinya bahwa anak mereka tidak sampai di kebun. Kemungkinan besar ia diculik oleh roh-roh jahat. Sang istri percaya pada cerita itu dan kedua orang tua itu meratapi ‘kematian’ anak tunggal itu.

Lebih lanjut, Pater Bernard menulis, sesudah tiga hari, tanaman di kebun mulai tumbuh. Orang itu selalu memperhatikan pertumbuhan tanaman-tanamannya. Setelah cukup lama, tanaman-tanaman itu mulai menghasilkan bermacam-macam buah seperti padi, jagung, kestela, papaya dan mentimun. Tatkala sang ayah coba memetik buah-buah itu, ia terperanjat karena ternyata buah-buah tersebut bisa berbicara: “Ema, aku ho’o ce’e (Bapa, saya ada di sini). Orang itu menyadari bahwa buah-buahan itu adalah anak yang telah dibunuh, dicincang, yang daging serta darahnya disiramkan ke segenap penjuru kebun.
Pada malam harinya, orang itu bermimpi lagi. Morin agu Ngaran – Jari agu Dedek berkata kepadanya: “Buah-buah yang tidak berteriak ketika engkau memetiknya adalah buah-buah yang sudah matang dan bisa dimakan. Sedangkan, buah-buah yang berteriak adalah buah-buah yang tidak matang dan janganlah engkau memetiknya. Orang itu pun melakukan seperti apa yang dikatakan dalam mimpi. Kemudian dia membawa buah-buahan itu kepada isterinya. Sang isteri menanyakan asal-usul buah-buahan itu. Orang itu tidak langsung menjawab pertanyaan isterinya, melainkan menyuruh sang isteri ke kebun. Setiba di kebun, ia mengalami seperti apa yang dialami oleh suaminya saat memetik buah-buah di kebun itu. Ia terkejut ketika buah-buah itu berteriak: “Ende, aku ho’o ce’e”. (Mama, saya di sini).
Sang isteri menanyakan suaminya tentang arti dari semua itu. Lalu sang suami menjelaskan dengan panjang lebar tentang segala sesuatu yang telah terjadi. Pada mulanya sang isteri menangis karena mengetahui bahwa anaknya dibunuh. Tetapi pada akhirnya dia bergembira juga karena anak yang telah dibunuh itu telah menjelma menjadi makanan yang bisa memberikan kehidupan kepada mereka. Sesudah itu, mereka melahirkan anak-anak lagi, dan hidup sejahtera.
 Baca juga: sejarah nuca lale
Antara Golomori, Lo'ok dan Desu tidak terlalu jauh. Lo'ok berada di Golomori dekat Pulau Rinca, Kabupaten Manggarai Barat, sedangkan Desu berada di Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar