13/08/18

Mengapa Altar Gereja, Compang dan Langkar Perlu Dihargai. Ini Jawabannya!

Altar Kapela STKIP.

Pada tahun 2002, hari Kamis. STKIP St. Paulus Ruteng, Jurusan Pendidikan Teologi menggelar Misa Kampus dimulai pada Pukul 12.00 WITA siang. Misa siang itu dipimpin oleh P. Oswaldus Bule, SVD. Pakaian Misa berwarna hijau. 

Persis pada saat Pater Oswal mengangkat piala dan anggur, yah saat konsekrasio Yang Kuasa turun menyucikan persembahan. Di sinilah ajaran transubstantia Thomas Aquinas dapat dipelajari dan dimengerti dalam Eklesiologi. (Lih. juga bagaimana perjumpan Bapak Gereja, St. Agustinus dari Hippo dengan Yang Kudus tulisan dalam sebuah catatan kecil --- saya membacanya dari pinjaman buku Rm. Dr. Max Regus, Pr, saat beliau menjadi Pastor Pembantu di Paroki Kristus Raja Mbaumuku yang saat itu saya menjadi Ketua Bidang Pendidikan OMK Paroki Kristus Raja Mbaumuku. Romo Max persis sebagai Dosen Komunikasi yang mana saya salah satu mahasiswanya beliau). 

Allah Yesus mengenakan jubah berwarna kuning tua, licin, halus dan indah. Saat itu, Dia mengenakan kasula keto (berwarna mirip kulit ular sawah - nepa). Yah, mirip pakaian corak orang Maumere. Saya hanya tertegun melihat itu. 

Sejak saat itu, saya mulai mengatakan dalam hati. Kapela ini sungguh menjadi tempat yang indah untuk berkomtemplasi dan merenungkan tentang ziarah hidup.

Compang Lewur.

Pada saat acara syukuran Imamat Mgr. Michael Angkur, OFM, Uskup Bogor (bukan Pesta Emas 50 tahun) di Lewur, Uskup Ruteng masih di bawah kepemimpinan Mgr. Eduardus Sangsun, SVD. 

Saya turun mengikuti sesi acara caci di depan Gendang Lewur. Persis, ada banyak orang yang menonton. Ada yang menonton dari atas compang (mezbah adat). 

Ata ba leso (orang yang mengatur acara tersebut marah). Dia lalu mengambil pecut (larik) mengusir orang-orang yang ada di situ. Saya persis ada dipinggir dari compang tersebut. 

Orang-orang kemudian lari karena takut dipukuli. Tinggallah saya sendiri di compang itu. Orang itu tidak berani sedikitpun mengusir saya. Dengan kesadaran sendiri, aku lalu minggir. Dan ketika compang itu kosong, datanglah dua orang berjubah putih dari langit. Pakaian mereka putih seperti salju dan bercahaya seperti kilatan petir. Aku menengadah ke atas melihat mereka datang. Turun di atas compang. Beliau adalah Allah Yesus. 

Saya hanya menyimpan itu di dalam hati selama ini dan tidak menceritakan kepada siapapun.

Compang Lecem.

Beberapa tahun kemudian, tibalah saatnya acara paki jarang bolong di Lecem, Cibal. Saya seorang Jurnalis datang meliput. Waktu itu, Bupati Manggarai, Drs. Christian Rotok mengikuti acara itu. 

Kemudian pada saat lilik compang roban jarang bolong (menggelar ritual mengelilingi compang), muncul dua orang berjubah putih di atas compang

Ada kata-kata yang diucapkan Allah Yesus pada saat itu. Aku enggan memberitahukan kepada orang-orang di situ apa pesan-Nya. Yang pasti bahwa doa-doa mereka dikabulkan. Pesan itu masih saya rahasiakan. 

Suatu ketika, di Gendang Cambir sebagai tempat aku mendata umat saat KKN 'tompok' (kemudian aku melanjutkan KKN bersama teman Flory Mahu di Paroki Ekaristi Kudus Ka Redong tahun berikutnya yang saat itu Pastor Paroki, P. Ferdinandus Ganti, SVD bersama P. Dr. Hubert Muda, SVD, dengan Frater Top, P. Silvester Ule, SVD - sekarang - Ketua Dewan Paroki, Drs. Victor Madur, dengan Dewan Paroki lain, Paulus Peos, SP) Paroki Ponggeok. Saya persis ditugaskan mendata umat mulai dari Naput, Cambir, Lancang hingga Tadu Kembo di Iteng. Berjalan kaki. Pada setiap Minggu selama 8 pekan memimpin Ibadat Hari Minggu bersama umat di Kapela Wae Ajang dekat SDI Wae Ajang. Pada waktu itu saya pun ditugaskan mengajar mata pelajaran Agama Katolik. 

Persis saya ke Cambir, saya hanya melihat compang itu terletak di depan Gendang Cambir. 

Beberapa tahun kemudian, Kornelis Madur, SP terpilih sebagai Ketua DPRD Kabupaten Manggarai. Saat acara syukuran, Kasdim 1612 Manggarai, Marsel Sudirman, Wakil Bupati Manggarai, Dr. Deno Kamelus, Heribertus GL. Nabit, mengikuti acara Misa Syukur tersebut. Apa yang terjadi, compang Gendang Cambir didatangi Yang Maha Suci. Dua orang berjubah putih, Allah Yesus mengunjungi compang tersebut saat Misa tengah berlangsung. Yah, saya hanya tertegun sekali melihat hal itu. Saya pulang merenungkan semuanya.

-----#Compang Gendang Ruteng Pu'u ini dilarang setiap orang berjalan di atasnya. Bagaimana suatu ketika Bapak Lambertus Dapur menyuruh orang, tamu untuk tidak berjalan di atas compang tersebut dengan berbagai alasan yang sulit dipahami oleh orang biasa!

[Compang Ruteng Pu'u]

[Ada banyak kisah lain yang saya harus tulis untuk mengetahui hal-hal besar nantinya].

Kisah di atas bukan mimpi tetapi kenyataan yang disembunyikan di dalam sanubariku selama ini dalam kemiskinan dan penderitaanku.

Ada banyak kisah lain termasuk saat saya berkunjung ke Jawa, ke Kuburan Soekarno bersama Rm. Karolus Jande, Pr. Ada Keraeng Dian dan lainnya. 

Langkar.

Langkar adalah sebuah tempat menyimpan sesajian di dalam rumah. Biasanya di dalam bubungan, di dekat tiang utama. Setiap kali mengelar ritual apapun, Yang Kuasa memperhatikannya.

Untuk roh leluhur biasanya sesajian ditaruh di depan rumah untuk memberi makan (hang helang) yang disebut wura agu ceki. Perhatikanlah pula tempat sesajian di compang dibuat agak tinggi agar tiap-tiap orang jangan menginjaknya.

Banyak hal yang saya akan tulis. Penting sekali menghargai altar semua tempat ibadat.

Yesus yang orang sembah itu adalah sebenarnya Allah Yang Kuasa! Tempat suci-Nya harus dihargai.

Ditulis oleh: Melky Pantur***),
Selasa (14/8/2018).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar