Ditulis oleh: Melky Pantur***, Selasa (17/10/2017).
Nama Ritual.
Salah satu ritual orang Manggarai selain ritual-ritual lainnya adalah 'manuk cǝpang karong salang wae'. Ritual tersebut akan dilakukan ketika saat mengalirkan air ke ladang-ladang, lahan sawah-sawah pertanian dan perkebunan mereka.
Nenek moyang orang Manggarai sebelum mengalirkan air dari kali ke ladang mereka diawali dengan ritual takung. Hal itu dimaksudkan agar 'toe babang agu bǝntang lǝ yata ngara tana' kemudian air yang diambil membawa berkat bagi pemilik ladang di mana air itu mengalir dan memberi kehidupan.
Toe babang agu bǝntang maksudnya, setiap air yang mengalir diatur oleh alam dan atas kehendak Yang Mahakuasa semuanya berjalan sebagaimana mestinya. Dipercaya, air yang diambil dari kali sangat berpengaruh terhadap kehidupan di sekitar kali tersebut terutama parit yang dibuat merugikan makhluk lain. Disadari seperti binatang yang dapat berbicara dengan manusia berupa aji gening tidak memyukai perbuatan mereka sehingga mereka mengeluh bahkan termasuk oleh roh alam dan pemilik dari makhluk-makhluk tersebut.
Maka dibuatlah ritual tersebut agar boto rǝnco ngalor atau kalinya longsor sehingga airnya kerap terganggu untuk mengalir ke tempat yang seharusnya dituju. Karena itulah, digelarlah ritual rekonsiliasi dengan alam. Ekspresi orang Manggarai menunjukkan kebersatuan dengan alam tampak dalam ungkapan: toe hanang ite kanang ka'eng yone nuca, kaka agu sanggen kat caoca gǝjur mese dǝ Mori Jari Dedek manga rajan tara labar yone tana yitu tara bantang cama boto babang agu tala wiga mangan campang tae lasa yone bǝrambang agu gala, bǝtin yone wǝki, tepar yone le'as, hǝrut yone tǝngu, kǝrkutuk yone wuwung, bǝnta tuju weong ejor pangga wakar, gonggem mose - bukan manusia saja yang tinggal di bumi, semua makhluk yang merupakan ciptaan Ilahi ada maksud mereka hidup dan karena mereka menjadi korban demi manusia maka harus meminta maaf terutama Roh yang berkuasa atas mereka agar manusia diberi berkat, sakit dan penyakit pun terhindari.
Ada beberapa hal, penggalian sebuah parit merusak kehidupan di sekitar parit tersebut maka agar mereka tidak marah terutama pemberi kehidupan bagi makhluk tersebut orang Manggarai sadar bahwa harus dibuatlah ritual meminta maaf. Ritual tersebut sama seperti ritual ngǝlong atau takung.
Benda Ritual.
Ada beberapa hewan kurban yang diperlukan dalam ritual tersebut berupa manuk lalong cǝpang wulu telu, mbe kondo atau mbe ruca dan ǝla balo. Sebelum semuanya dilakukan diawali dengan ritual tuak laing atau ngǝlong baro di mana Tuhan dan roh leluhur dipanggil menyaksikan ritual itu sekaligus memberi berkat atas terlaksananya ritual tersebut. Benda yang digunakan adalah telur ayam kampung (ruha manuk kampong)
[Seekor babi balo disembelih di bendungan. Darahnya dibiarkan menetes dan masuk ke mengalirnya air. Darah tersebut sebagai peringatan dan rekonsiliasi dengan alam]
[Tak pelak, mbe kondo atau mbe ruca pun dipersembahkan di situ agar air itu mengalir tanpa ada halangan]
Ritual tuak laing dilakukan di bendungan lalu diikuti dengan disembelihnya mbe kondo dan ǝla balo. Ritual puncaknya adalah menyembelih lalong cǝpang. Lalong cǝpang di-torok di bendungan lalu setelah didoakan, ayam jantan itu dibawa bersama rombongan ke ujung di mana air usai digali. Ayam jantan tersebut baru disembelih di ujung dari di mana parit atau kali itu digali. Ritual itu disebut sebagai: lalong cǝpang karong salang wae.
[Air mengalir seperti di relung palungan]
Ayam itu dibawa hingga ke ujung penggalian irigasi ini oleh juru kunci ritual. Hal itu dilakukan karena ayam itulah yang akan menunjuk jalan air itu ke depannya dan tetap seperti itu.
Manuk lalong cǝpang tersebut akan disembelih di sini. Dibuat di sini agar airnya tetap mengalir di masa depan.
Tujuan Ritual.
Adapun ritual karong salang itu agar air itu tidak terjadi mǝna ali cǝngkang, do'ong ali ronggo, caka lǝ watang, tadu lǝ watu, culǝng neho kumpǝk - tidak terhalang oleh batu, kayu dan daun-daun saluran airnya. Dengan dibuatnya ritual tersebut semua pekerjaan itu akan sukses.
Intinya air tersebut akan mengalir tanpa ada halangan dan lebih lagi tidak tertutup lagi dengan tanah dan benda apa pun juga.
Istilah yang dipakai oleh para leluhur hingga generasi masa kini, yaitu agar jangan goro tonggong, raga tana, lur agu lus pumpuk, gak pematang, ronco golo - bukit, lereng dan pematang di mana air itu mengalir longsor dan jika demikian air tidak lagi mengalir ke jalur yang semestinya.
Arti.
Di sini, ǝla balo yaitu babi hitam berwarna putih. Itu adalah simbol warna bumi dan segala sesuatu apa pun di dalam tanah. Itu adalah simbol roh pelindung. Ketika ada yang mengganggu maka babi itu yang akan menghadang sehingga disebut bosuk nǝho kinay. Mbe kondo atau mbe ruca adalah simbol pelindung bumi dan terlebih lagi air yang mengalir melompat-lompat seperti kambing atau tekar nǝho mbe. Lalu, manuk lalong cǝpang wulu tǝlu di mana warna buluhnya ada tiga jenis yang mana itu simbol Yang Mahakuasa sebagai pemegang seluruh tatanan kehidupan. Cǝpang wulu tǝlu adalah simbol kemahakuasaan Trisuci.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar