17/07/18

Celup!

#Bapa kami yang ada di Surga...jangan masukkan kami ke dalam pencobaan, bebaskanlah kami dari yang jahat!

Seorang manusia lalu lahir. Betapa tidak, sebelum lahir bagaimana perjuangan nenek moyang dari era ke era untuk celup mencelup (bembo). Sebelum celup mencelup Yang Kuasa pun berpikir keras bagaimana membuat ciptaan-Nya untuk bisa saling mencelup dari masa ke masa. Yang Kuasa pun tidak pernah memerintahkan makhluk-Nya untuk tidak mencelup. Malah disuruh supaya dunia dibangun dan tetap remaja - coba cek di Kitab Suci agama-agama, tidak ada larangan mencelup begitupun dalam Decalog Musa. 

Tibalah era ke-21 masa postmodernis, 2018. Tidak terhitung berapa kali proses celup mencelup dari entitas-entitas sehingga menghasilkan entitas manusia yang berkeriapan, bermiliar. 

Selama rentang sejak manusia dibentuk, berapa barel sperm yang dikeluarkan bila ditampung di dalam bronkaptering, wajan? Bahkan berapa kali jumlah hentakan celup dilakukan? Ada yang bilang, bila Hakim Ketua MK memalu sidang pasti akan memalu 3 kali dan itu dihitung. Bila Ketua Presidium memimpin rapat, palunya maksimal dihitung tiga kali. Kalau dipalu sebanyak tiga kali, yah sah! Lah, kalau aktivitas celup, mana ada orang yang mau menghitungnya apalagi kalau kalau aktivitas rana (main perdana), hentakannya mana mau dihitung lagian si cantik harus segera dibuahin? Yah, takut nocan dimiliki yang lain makanya cepat-cepat dan tak mau dihitung hentakan celupannya. 

Seorang manusia lahir. Suka dan duka dijalani hingga masa remaja sampai menginjak sedikit dewasa. Ilahi kemudian menghadirkan empty shadow (bayangan kosong) kepada nocan dan prigan berpikir soal mencelup bahkan hingga ada yang mengeluarkan air mata karena sempat diputusin pacar. 

Dorongan hormon untuk mencelup kian menjadi-jadi. Bahkan, berapa kuota internet yang dikeluarkan untuk WhatsApp, messenger, imo, facebook, line dan sebagainya hanya untuk mencelup dan memeluk produk celupan. Beberapa liter bensin, solar dan beberapa kali ganti rem kendaraan demi mencapai celup. Celup adalah aktivitas klimaks kehidupan manusia. Celup menjadi Tuhan kedua dalam kehidupan baru diikuti oleh uang. 

Yang parah, meski cuaca ekstrim di luar bila janjian celupan semangatnya luar biasa bahkan meski subyek itu berada di seberang samudera sekalipun. 

Kan sebenarnya bukan soal celup tow?  Kan ingin berbahagia, melanjutkan keturunan! Manakala entitas produk mencelup dibunuh lalu apa sebenarnya yang dicari? Bukankah mencelup dan menghargai produk celupan bagian dari memuliakan Yang Kuasa? 

Orang berlomba-lomba untuk mencelup siang dan malang, di kamar dan bahkan di bawah rumpun rerumputan, semak belukar. Tak pelak, rela berbulan madu ke seberang samudera demi membahagiakan pasangan. Mereka pun rela mengeluarkan ratusan juta terpal merah demi celup. Ada pula yang selingkuh meski itu mengjengkelkan.

Perjuangan entitas manusia di dunia untuk bisa mencelup terlalu sulit dihitung, mulai dari pacaran, minta masuk hingga akad, tak ketinggalan perasaan pun dikorbankan demi celup. Orang pun rela melean demi mencelup. Mencelup itu sendiri saja sulit karena tenaga harus fit bila perlu 3-4 jam baru ko sekali setoran. Sulit untuk dibahas untuk mencapai aktivitas mencelup mulai dari pakai gincu, make up, pakai baju yang bagus, menyusun sederatan kata-kata rayuan hingga mengambil hati mertua. Yah, sangat sukar sekali deach!

Seorang tamat sekolah, bayangkan duluan menyusun skripsi, mencari pekerjaan sampai credit demi mencelup. Mencelup itu mahal sekali harganya. Hidup manusia rela berkorban demi celup apalagi kalau dengan nocan dan prigan. 

Lah, bila sepasang kekasih yang normal telah celup dan hasil kristal celupannya lalu dibuang, oh....sungguh sedih tentu rasanya. Tega amat!

Yah.....!!!

#Aku kerja jadi kuli demi Nyai.
#Rela menembus pekatnya rewung Ranamese di kelam demi Nyai
   dan buah hati.
#Dan, rela berjalan menyusuri hutan Wae Rebo demi Nyai.


Selasa (17/7/2018),
Melky Pantur***.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar