Kejanggalan:
Dalam surat di atas, Disdukcapil diminta untuk melakukan perekaman E-KTP hingga 27 Juni 2018, yah Pukul 12.00 karena 12.00 - 13.00 DPT Tambahan akan memilih. Ini dalam rangka mengejar angka partisipasi pemilih.
Pertanyaannya: Jika hingga pada 12.00 - 12.30 masih dilakukan perekaman dan listrik tiba-tiba mati atau ada alat perekam yang rewel dan yang mau direkam lagi 3 - 5 orang, maka apa yang dilakukan oleh Pengawai Catatan Sipil?
Lah, pada saat itu salahkah mereka mengeluarkan Suket dengan stempel dan tanda tangan basah di atas kertas sementara perekaman selesai? Pastilah pihak Capil akan mengeluarkan Suket dengan akan menunda perekaman E-KTP.
Apa dasar pegawai Capil?
Setiap warga negara mempunyai hak untuk memilih dan itu diatur dalam UU.
Perhatikan!
Nah, dalam situasi tersebut, beberapa warga yang menuntut keadilan mencerca petugas Capil dengan UU 39/1999 tentang HAM, Pasal 43.
Petugas Capil dibenarkan karena ada unsur ketidaksengajaan, di satu sisi UU HAM memerintahkan. Dilematis kan???
Lalu kemudian,
Coba perhatikan, UU 24/2013 dipertegas lagi dalam Permendagri No. 18/2016.
Di situ wajib memiliki E-KTP.
Nah, dalam UU No. 1/2015 tentang Pilkada telah diterangkan:
Dalam Pasal 57 ayat 2 UU Pilkada disebutkan, warga negara Indonesia (WNI) yang tidak terdaftar sebagai pemilih menunjukkan e-KTP atau surat keterangan penduduk pada saat pemungutan suara.
Isi Pasal 57 juga kembali dijelaskan dalam Pasal 61 yang berbunyi sebagai berikut:
(1) Dalam hal masih terdapat penduduk yang mempunyai hak pilih belum terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap, yang bersangkutan dapat menggunakan hak pilihnya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan penduduk.
(2) Penggunaan hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan di tempat pemungutan suara yang berada di RT/RW atau sebutan lain sesuai dengan alamat yang tertera dalam Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau surat keterangan penduduk.
(3) Sebelum menggunakan hak pilihnya penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu mendaftarkan diri pada KPPS setempat dan dicatat dalam Daftar Pemilih Tambahan.
(4) Penggunaan hak pilih penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan satu jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS.
(4) Penggunaan hak pilih penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan satu jam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS.
Penggunaan e-KTP dan suket juga diatur dalam Pasal 95. Ayat 1 pasal itu menyebutkan bahwa salah satu kategori pemilih yang berhak mengikuti pemungutan suara di TPS adalah pemilih yang terdaftar pada daftar pemilih tambahan, sesuai yang tercantum dalam Pasal 61 ayat 3 di atas.
Kemudian, Pasal 95 ayat 1 menjelaskan bahwa pemilih yang menggunakan e-KTP atau suket dapat menggunakan haknya untuk memilih di TPS sesuai domisili yang tercantum dalam e-KTP atau suket tersebut.
Setiap suket ditandatangani kepala satuan pelaksana (kasatpel) kependudukan di kelurahan, tanda tangan basah, dan stempel. (sumber: kompas).
UU No. 1/2015 tentang Pilkada tersebut mewajibkan E-KTP dan Suket sebagai pemilih tambahan.
Lalu, mengapa Capil mengeluarkan Suket berstempel basah dan bertanda tangan basah sementara perekaman E-KTP selesai karena alasan teknis tertentu. Mereka pun mengisi saja dalam lembaran format Suket sebagai persyaratan memilih dengan mengacu pada alasan di atas berupa: kerusakan alat, partisipasi pemilih dan UU HAM. Sementara pula, di satu sisi tidak bisa rekam bahkan hingga Pukul 12.00 pada saat hari pencoblosan lagi? Apa Capil disalahkan?
Apakah tidak ada kebijakan khusus Capil setempat untuk mengeluarkan Suket sementara demi meningkatkan partisipasi Pilkada yang kemudian menunda perekaman E-KTP hingga besok hari atau lusanya dari beberapa orang yang tertunda tadi?
Jawabannya: Iya bisa dibuatkannya Suket sementara karena diberi ruang untuk itu. Lihat dan bandingkan UU No. 24/2013 di atas. Sandingkan pula dengan Edaran Menteri yang mengharuskan kerja hingga Pukul 27/6/2018 lalu dikaitkan pula dengan fakta konkret lainnya di lapangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar