Ditulis oleh: Melky Pantur***),
Kamis (5/7/2018).
[Penulis]
Mengapa saya mengangkat judul ini? Anda pasti telah mengetahui secara detail tentang maksud dan tujuan dari celotehan ini.
Tentu saja, seperti yang diketahui kayalak ramai, politik praktis diejawantahkan dengan berlangsungnya Pemilu, Pilkada dan Pileg mulai dari pendaftaran setelah mengurus administrasi para calon juga hingga pada puncak pemilihan.
Apa ringnya? Ringnya adalah proses mulai dari pendaftaran hingga hari pencoblosan. Ada pelbagai metode yang diperankan di sana untuk mencapai asa kemenangan.
Di sana wasit dan penyelenggara, ada kendaraan politik berupa parpol dan timses yang bergerak, ada pula amunisi, strategi dan taktik mengcengkram lawan. Tiada lawan abadi di sana.
Mengapa disebut lokus testimoni ring psikis? Yah, tentu untuk menguji mental seseorang harus dibuktikan dengan bermain dalam meja bola politik. Seseorang dikatakan dewasa manakala mampu mengendalikan diri dalam situasi yang sangat abnormal. Situasi politik adalah situasi abnormal, berada dalam kemungkinan-kemungkinan dan ketidakpastian. Pelbagai kalkulasi-kalkulasi semu mulai dimainkan, baik untuk memperalat konstituen maupun untuk memperalat calon dengan maksud mengeruk semua cikang - dompet dari calon entah mau memperkaya diri atau bagaimana sekali, yah sungguh memperjuangkan calon yang diidola.
Tentu saja, ada beberapa catatan dalam berpolitik praktis, yah berpolitik praktis termasuk perjudian yang tidak kentara. Tentu memperhatikan amunisi, sebagai berikut:
Pertama, terra.
Terpal merah (terra) harus matang. Uang harus bisa dikalkulasi, mana untuk isteri, mana untuk anak dan mana untuk berpolitik. Uang berpolitik jangan mengganggu uang untuk isteri dan anak-anak.
Kedua, dilarang meminjam.
Seorang politisi sejati, ia enggan untuk meminjam karena jika kalah jangan sampai gantung diri di cabang pohon tomat. Kasihan kan!
Ketiga, pastikan timses.
Timses harus bisa diandalkan. Timses tidak bergantung pada calon tetapi timses harus sifatnya bergotong royong.
Keempat, siap kalah.
Setiap pertarungan harus siap kalah. Itu kuncinya karena berpolitik praktis adalah seni membunuh lawan.
Kelima, perhitungan yang jelas.
Berpolitik harus memiliki perhitungan yang matang. Harus memastikan kelemahan-kelemahan dan kekuatan-kekuatan.
Keenam, sebuah permainan semata.
Harus berpikir bahwa politik praktis itu hanyalah sebuah permainan belaka.
Ketujuh, kesangsian.
Berpolitik praktis harus dianggap sebagai sebuah keragu-raguan, kesangsian. Karena sebuah kesangsian harus bisa percaya pada garis ziarah hidup.
Kedelapan, semua orang adalah teman.
Politikus yang baik harus bisa melihat semua orang adalah teman, kawan dan sahabat.
Kesembilan, menghargai proses.
Berpolitik praktis tidak memiliki moralitas, etika dan nilai-nilai universal di dalamnya. Karena itu, menghargai proses dan melaksanakannya. Perlu diingat, politik praktis itu nakal dan seni bermain menggulingkan.
Kesepuluh, relasi.
Relasi yang tidak menjamin, yah sudah pasti out. Kunci keberhasilan adalah relasi yang mumpuni.
Kesebelas, belajar pada pengalaman.
Pengalaman dari persekitaran adalah sokoguru yang paling baik untuk mencapai target proses.
Keduabelas, sifatnya dinamis.
Politik praksis sebagai seni bermain senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Tidak ada yang statis.
Ketigabelas, gantungan konsideratif.
Perpolitik praktis sebenarnya hanyalah sebuah gantungan, yah gantungan konsideratif. Coba kita melihat ketika dalam permainan memanjat batang besi berdiri lurus berlumas oli yang di atasnya terdapat emas murni 1 kg 24 karat. Ada rintangan untuk mencapainya. Yah, di sana pertimbangan kepercumaan atau tidak? Karena itu disebut sebagai sebuah kesangsian.
Keempatbelas, ketidaknischayaan.
Berpolitik praktis adalah aktus utopis. Di dalamnya tercakup meraba-raba, mencoba, mengasa-asa. Mengapa, produknya tidak ada kepastian yang jelas.
Kelimabelas, determinatif.
Hasil dari berpolitik praktis adalah berketentuan meski berada dalam ketidaknischayaan karena kesangsian-kesangsian berupa perhitungan yang jelas, relasi, menghargai proses dan rela menerima kekalahan sebagai pilihan determinatif. Meski keras dan penuh kesangsian tetapi tetap determinatif, artinya sang pemimpin itu sudah ditentukan Yang Kuasa tetapi hanya prosesnya dari familitis seperti sistem Kerajaan masa lampau yang dirubah melalui aktus demokrasi sekarang ini.
Inti dari tulisan di atas, kedewasaan psikis seseorang dapat diukur dengan berpolitik praktis sebagai ring tinjunya.
Itu sobat-sobit!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar