Ditulis oleh: Melky Pantur***),
Kamis (12/7/2018).
Kata wagak (Manggarai) memang sebuah ungkapan kekesalan, kesakitan dan keperihan. Namun, pada sisi lain wagak dalam sebutannya yang ditulis secara terpisah seperti wa gak akan diartikan secara lain. Namun, tujuan dan maknanya hampir sama. Secara lain, wagak juga artinya pembelahan.
Wagak yang merupakan sebuah keperihan, akan ternyata melalui ekspresi ini: Wagak ulu, wagak sa'i. Wagak sa'i artinya kepala yang seperti dibelah oleh axe (kapak) karena migren, ketidakpuasan batin (kesenjangan karena putus cinta misalnya), bisa juga karena sakit gigi.
Wagak dalam arti pembelahan lazimnya digunakan pada saat ritual adat, yah sebuah maksud ekspresi adat, yang ternyata dalam ungkapan: Cikat kina, wagak kaba. Lah, bilamana sesuatu di-cikat yang pasti diikuti dengan wagak.
Kemudian, wa gak. Bila wa gak berarti ada sesuatu yang terbelah di bagian bawah. Yang terbelah misalnya, batang bambu yang karena ditiup angin lalu di bagian bawahnya terbelah. Orang Manggarai kerap menyebut be wa gak! Be wa gak berarti yang di bawah seperti terbelah. Bila be wa gak maka akan menimbulkan wagak dan kemudian akan wakak. Wakak memiliki ucapan indah yang lazim dipakai oleh Manggarai sebagai sebuah peribahasa, yang tampak dalam ungkapan: Wakak betong asa, manga waken nipu tae! Ini ekspresi yang mendalam yang mengartikan suatu regenerasi kehidupan di mana ketika induknya sudah tidak ada maka generasinya yang akan melanjutkan. Bisa juga ketika induknya tidak mampu maka anak-anaknyalah yang akan memampukan itu.
Mempertahankan sesuatu agar tidak gak (terbelah) memang sangat rumit dan membutuhkan refleksi dan konsentrasi yang tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar