Ditulis oleh: Melky Pantur***, Jumat (18/8/2017).
Apa definisi cinta bagi orang Manggarai? Apa postur moral bagi orang Manggarai? Dan, apa teks iman orang Manggarai? Ketiga pertanyaan tersebut bagus untuk dikaji oleh generasi emas Manggarai sekarang ini.
Pertama, cinta.
Bagi orang Manggarai, cinta selalu saja diungkapkan dengan perkataan ini: Aku momang ite! Aku ngoeng agu nanang ite!
Tentu cinta (love, amor), bagi orang Manggarai dapat diterjemahkan sebagai raes, renceng, melǝr yang artinya rukun dan tenang. Kemudian, jika cinta kasih (charity) artinya sudah sangat luas karena di situ masuk pada aspek kontra do et des, do ut des.
Dalam konteks kehidupan praktis, cinta bagi orang Manggarai berdasarkan sisi praktek kehidupan, di antaranya:
1. Budaya.
a. Budaya Kawing.
Melunasi belis atau paca adalah defenisi cinta dari aspek budaya, namun bukan weda rewa tuke mbaru di mana seorang melamar gadis secara resmi tanpa didahului dengan hubungan intim gelap atau tanpa pra nikah sebelum resmi dinikahkan secara adat dan agama. Bila tanpa weda rewa tuke mbaru maka akan melakukan penebusan kesalahan yang lazim disebut dengan budaya naring lembak atau memuji kebaikan orang tua. Kedua tindakan itu, juga merupakan aktus cinta. Bahkan, saung leba juga merupakan cinta karena alasan tertentu. Saung leba artinya menceraikan seorang isteri secara adat dengan imbalan berupa tala atau denda dalam bentuk benda tertentu.
Ada alasan mendasar yang perlu dilakukannya saung leba. Tentu berbeda dengan charity karena itu tanpa pamrih. Hal itu karena perselisihan diakibatkan oleh misalnya isteri selingkuh. Saung arti daun sedangkan leba artinya cincau. Tala atau denda dikiaskan dengan daun cincau. Jika masih seorang gadis, orang Manggarai mengkiaskannya sebagai kala atau daun sirih, sedangkan perceraian secara adat disebut saung leba saja.
b. Budaya Sida.
Sida atau wale anak rona adalah wujud dari cinta termasuk kumpul kope keluarga dekat. Sedangkan, kumpul kope pa'ang olo ngaung musi (semua warga kampung turut mengumpulkan uang untuk acara tertentu) sudah masuk dalam kategori charity termasuk one taung lawa wae kang weki wae mbǝleng kumpul kope (semua orang terlibat untuk mendonasi, semua sahabat kenalan dan handaitaulan) tersebut. Sida itu artinya menjawab tuntutan permintaan pihak keluarga perempuan, misalnya terlbat acara laki (laki itu sebutan untuk saudara dari isteri yang hendak menikah) atau cekeng bowo wae (saat keluarga ke Ilahi).
Mengapa disebut cinta kasih? Cinta kasih itu suatu pelayanan tanpa melalui permintaan. Suatu pemberian, pengorbanan yang tidak bisa dihitung dan dibalas. Misalnya, cinta seorang janda terhadap buah hatinya yang tak menikah lagi bahkan kawin selingkuh demi mengurus anak-anaknya hingga akhir hayat. Dalam Kekristenan, cinta kasih itu salah satunya pengorbanan Kristus di salib.
c. Budaya Dodo.
Budaya dodo (gotong royong) disebut juga sebagai wujud cinta antar sesama? Mengapa? Di sana kesadaran yang kuat untuk saling membantu.
d. Budaya Kais.
Budaya kais (melayat) adalah wujud dari rasa cinta. Kais boleh dikatakan bentuk kedua dari cinta kasih karena di sana ada aspek dodo-nya.
d. Ritual-ritual Budaya.
Penti (syukuran penenan), congko lokap (syukuran dan pembersihan berdirinya Mbaru Gendang atau rumah adat), jarang bolong (mempersembaham seekor kuda hitam sebagai silih dosa), jarang gulung (silih dosa keluarga besar), jarang leti (mengantar orang hebat yang dipanggil Ilahi dengan mana dipercaya ketika sampai di alam kehidupan lain dia menaiki kuda tersebut sebagai kendaraannya), oke dara ta'a (tolak bala), kaba tambung watu (upacara di mana tidak ada lagi lingko yang akan dibagi), teing hang juga terúmasuk wujud dari cinta itu sendiri. Teing hang (memberi makan) di sini, yaitu teing hang ase kae weki (saudara kembar, roh diri), wura (roh leluhur), ceki (Tuhan) dan naga golo (roh penjaga kampung) ataupun naga mbaru (roh penjaga rumah tinggal).
e. Pembagian Lingko.
Pembagian moso-moso (moso bagian dari lingko) itu adalah bentuk dari cinta. Agar setiap orang mendapat status kepemilikan hidup di negerinya, Tu'a Panga akan membaginya secara adil.
f. Budaya Caci.
Caci adalah ekspresi dari cinta. Di sana mengikat pertalian persaudaraan-persaudarian terutama sebutan meka landang (warga kampung adat lain yang diundang).
g. Budaya Hang Pa'eng.
Usai panenan ada upacara hang pa'eng (syukuran karena telah menuai hasil) bukan penti bukan syukuran keluarga karena berkat Tuhan setelah menuai padi atau gok latung (memetik jagung saat musim tuaian tiba) merupakan wujud dari rasa cinta.
h. Budaya Randang.
Budaya pembukaan kebun baru adalah wujud dari cinta. Cinta terhadap sesama, alam, roh alam, dan Tuhan. Randang itu upacara pembukaan kebun pertama kali dengan hewan persembahan berupa ela (seekor babi jantan atau babi betina) atau kaba (seekor kerbau). Lingko atau kebun ulayat tersebut akan dikenal dengan lingko randang ela atau lingko randang kaba.
i. Budaya Hese Mbaru.
Hese Mbaru Gendang, Tambor, Niang dan bendar ada berbagai ritus-ritus di dalamnya adalah wujud dari cinta. Di sini khusus untuk Mbaru Gendang dikenal dengan apa yang disebut dengan roko molas poco (meminang gadis hutan yang direpresentasikan sebagai pohon yang kemudian dijadikan sebagai tiang tengah utama atau disebut dengan siri bongkok).
j. Budaya Rono dan Taeng.
Rono (mencuci atau membersihkan rambut perempuan oleh seorang pria dengan menggunakan remahan kelapa) berangkat dari rasa cinta begitupun soal taeng (melamar). Awalnya lejong (bertamu atau bertandang) atau bertemu di saat-saat khusus yang kemudian melakukan wendo atau weda rewa tuke mbaru. Itu adalah wujud dari cinta.
k. Budaya Helang.
Budaya helang di Manggarai sangat unik dan merupakan wujud cinta. Hati dan usus hewan kurban dipersembahkan di atas sirih pinang dicampur sedikit nasi putih lalu ditaruh di sapo (tungku api), bolo mbaru (beranda rumah) dan siri bongkok. Ada pula yang ditaruh di langkar yang digantung di bawah bubungan rumah.
2. Kesenian dan Cara Berdoa.
a. Seni Ukir/Pahat.
Bagi orang Manggarai seni ukir terlihat dalam pembuatan nggiling (perisai) pembuatan rumah adat, larik (pecut) dan koret (sejenis benda seperti penjor orang Bali). Seni ukir bagi orang Manggarai tidak terlalu menonjol.
b. Seni Rupa.
Ada banyak seni rupa di Manggarai, misalnya bentuk benda yang berkepala manusia dan bertanduk kerbau yang melambangkan kekuatan dan keperkasaan.
c. Cara Berujud pada Wujud Tertinggi.
Lihatlah seni berujud bagi Manggarai pada Wujud Tertinggi mulai dari barong (mengajak penjaga air segera ke Gendang, ini arti lainnya) hingga lilik compang (mengelilingi mezbah adat) sungguh menawan amat.
d. Seni Menyapa.
Lihat pula seni menyapa orang Manggarai. Tampak setelah jabat tangan lalu tangan itu disentuh ke ulu hati.
e. Seni Permainan.
Ada pelbagai permainan di Manggarai, di antaranya caci, rangkuk alu, ceha kila (permainan membunyikan cincin) dan maeng mangka, dalam berbagai permainan yang belum ditelusuri Penulis.
f. Cara Bercocok Tanam.
Di sini seni takung naga pra dan pasca panen. Tuak sebagai sandaran utama untuk meminta penjagaan.
g. Seni Menjamu.
Orang Manggarai memang asyik. Pada saat mereka menerima tamu, akan diterima dengan sirih pinang dan menggunakan deretan tange atau bantal yang besar.
h. Cara Bertandang.
Ada istilah di sini kapu manuk lele tuak (membawa seekor ayam jantan dan tuak). Di sana ada seni reis (menyapa) ada pula ucapan tabe, wali di'a (bentuk ucapan terima kasih). Di sini tamu diarak-arak menuju alun-alun rumah adat lalu masuk ke dalam Mbaru Gendang.
I. Seni Tari.
Tarian yang paling populer adalah caci, selain sae, sanda, danding, dan ndundu ndake.
j. Seni Musik.
Di sini berupa mbata dan memainkan genderang dan gong juga memainkan musik berupa gambus dan seruling. Musik lainnya saat perang tanding dan ritual-ritual adat lainnya.
k. Seni Olah Vokal.
Yang paling asyik adalah nenggo. Dalam olah vokal ada istilah cako agu cual (solo dan jawaban peserta lain). Nenggo lazim pada saat pante tuak (saat mengiris nira dari tuak) dengan maksud menghibur tuak agar banyak menghasilkan nira. Maksudnya embong atau timang tuak. Ada pula, lagu asli landu.
m. Seni Berperang.
Saat hendak berperang, orang Manggarai didahului dengan takung naga golo, teing hang (memberi makan roh penjaga kampung). Bila ada korban dalam perang tanding maka digelar acara oke dara ta'a one cunga (tolak bala di jurang yang dalam). Bunyi genderang dan gong pemberi semangat dengan berbunyi: neka rantang keraeng, neka rantang keraeng, neka rantang keraeng - jangan takut tuan, jangan takut tuan, jangan takut tuan. Toda (perisai), semambu (kayu sejenis pentongan yang terbuat dari kayu yang keras), korung (tombak) dan kope banjar (parang yang panjang) adalah alat untuk berperang dengan dilengkapi pakaian adat. Berperang secara resmi menggunakan pakaian adat berupa songke dan destar (sapu) di kepala. Alat berperang dan caranya tidak sembarangan. Sistim perkelahian satu lawan satu.
Melky Pantur di Golo Lusang tahun 2011. Gambar diambil oleh Bung Kornelis Moa Nita.
3. Keamanan.
Untuk keamanan di Manggarai, yang dipakai bagi orang Manggarai Adak di dalam struktur pemerintahan. Khusus untuk kasus hukum perdata, yaitu tanah harus diselesaikan oleh Tu'a Teno.
4. Hukum.
Dari aspek hukum, yang ditekankan adalah tala ela wase lima, kepu munak, wunis peheng. Ada pelbagai istilah: neka la'it kole iso wa wancang. Khusus bagi loma, baik loma lelo maupun loma toko cama semuanya diakhiri dengan tala. Ataukah, dilakukan oleh seorang isteri maka akan dilakukan saung leba.
Jika hang langang one cicing, maka ba one tu'a dengan dendanya berupa tala. Tentu tala adalah wujud cinta. Bagi orang Manggarai, pemerintahan adat adalah hukum itu sendiri karena mereka adalah lembaga hukum adat yang resmi. Segala soal diselesaikan dengan lonto leok di dalam rumah adat.
Kedua, moral.
Takaran kemoralan di Manggarai selalu berpatok pada hukum tala dan prinsip dasar moral adalah pio, raes, renceng kemudian dalam mempertahankan moral metode yang dipakai adalah lonto leok.
Prinsip-prinsip moral diekspresikan dengan ungkapan neka daku ngong data, neka wedi repi, lage sake, neka rani rahi, paki rahit. Payung utama moral bagi orang Manggarai adalah tala atau denda. Bentuknya adalah hiang hae ata lorong repi agu rahi data. Adapun sebutan mangga lere manggar macing berarti harus ditaati.
Banyak isteri bagi budaya Manggarai tidak dipersoalkan asalkan bertanggung jawab bahkan tungku cu pun diperbolehkan. Itu prinsip moral perkawinan agar neka bete ase kae, woe nelu.
Prinsip hukum moral status kepemilikan adalah dengan berpegang pada sistim partiarki, sedangkan soal status kepemilikan sekang selalu menjadi hak anak bungsu laki-laki dalam keluarga. Rumah yang dibangun orang tua akan menjadi milik putera bungsu, sedangkan kakak-kakak prianya membuat sendiri lalu para saudari silakan menempati rumah suami mereka karena mereka disebut ata pe'ang.
Dari sisi perkawinan, weda rewa tuke mbaru, tukar kila, wagal dan gerep ruha adalah moral perkawinan yang kuat bagi orang Manggarai. Naring lembak juga disebut moral perkawinan.
Moral hukum hak, yang dibuat di sana adalah neka hang langang, neka nggopet agu tako, neka loma.
Ketiga, iman.
Orang Manggarai sangat beriman. Konsep iman orang Manggarai tampak dalam ungkapan: Morin Jari agu Dedek, Parn Awon Kolepn Sale, Ame Rinding Mane agu Ine Rinding Wie.
Ngelong, teing hang, ritual-ritual suci lainnya adalah wujud iman orang Manggarai. Orang Manggarai sejak lahir hingga kematiannya adalah ritual iman.
Lihat saja barong wae, barong boa, lilik compang dan ritual lainnya adalah tanda keimanan orang Manggarai. Adapula tempat sesajen namanya langkar. Bahkan, lokasi atau tempat yang suci yang tak ternilai harganya di Manggarai adalah compang. Compang adalah tempat kudus di mana Allah Pencipta hadir dan mencurahkan rahmatnya.
Lihat juga orang Manggarai percaya pada wura agu ceki juga naga. Naga dimengerti sebagai pelindung kampung dan mbaru.
Orang Manggarai itu tidak percaya pada yang sia-sia karena orang Manggarai tidak boleh lancung atau berdoa meminta perlindungan dari mata air untuk keselamatannya kecuali ngelong.
Lancung sangat berbeda dengan ngelong. Ngelong adalah sebuah metodik harmonisasi, rekonsiliasi sebagai medium silih dosa karena itu dianjurkan sebagai penghidupan, penyegaran kembali ketika telah pernah melakukan kesalahan.
Apa sebenarnya yang mendasari iman orang Manggarai melalui ritual-ritual yang puncaknya di compang? Dasarnya adalah Trinity di mana Allah Yesus hadir sebagai tujuan dan subyek persembahan di compang tersebut. Itu dia intinya semua ritual suci orang Manggarai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar