26/02/19

Inilah Enam Ciri Aktus Spiritualisme Orang Manggarai

Oleh: Melky Pantur***).
Ruteng. Minggu, 24 Februari 2019.

Orang Nuca Lale, Flores merupakan masyarakat totemisme, masyarakat mentis plantae (anima vegetatif) masyarakat deus ebique est (deus universal), masyarakat aji gening atau aji senyawa, masyarakat animam viventem dan masyarakat spiritus sui. Mengapa disebut demikian?
Pertama, totemisme.
Masyarakat Manggarai sangat kental dengan totemisme (ceki). Ceki dalam bahasa Manggarai, yang merupakan akibat dari suatu peristiwa tertentu, baik dengan hewan, binatang maupun tetumbuhan tertentu yang mengikat perjanjian-perjanjian tertentu. Ada banyak hal terjadinya ceki. Masa kini, totemisme masih bertumbuh subur, diceritakan dari mulut ke mulut dan masih berlaku hingga sekarang di masyarakat bagi yang mengetahui.
Kedua, mentis plantae.
Orang Manggarai menyakini, setiap tetumbuhan ada jiwanya. Hal itu dibuktikan dengan ritual ngelong (hambor agu caoca). Dalam teori Aristoteles menyebut itu sebagai anima vegetatif. Jiwa tetumbuhan (mentis plantae) yang menderita akan menyebabkan manusia menderita.


Ketiga, deus ebique est.
Allah bagi orang Manggarai disebut Morin agu Ngaran, Jari agu Dedek (Pencipta Semesta Alam). Pencipta semesta alam itu hadir dalam bentuk seperti naga de golo, naga de mbaru (penjaga kampung dan penjaga rumah). Mereka menyakini deus ebique est (Allah ada atau hadir di mana-mana), bisa di gunung, di mata air dan tempat-tempat tertentu dalam bentuk manifestasi yang lain. Mereka melihat Allah itu dekat dan membumi (deus imanen). Hal yang kerap mereka utarakan, seperti ba tara (berubah wujud, bermalirupa). Wujud yang paling nyata berupa ritual barong wae, takung naga golo, takung naga mbaru.
Keempat, aji senyawa.
Orang Nuca Lale adalah masyarakat et animalia plantis possit loqui (masyarakat yang dapat berbicara dengan tetumbuhan dan binatang). Dalam bahasa lain disebut aji gening. Aji gening ini merupakan cikal bakal totemisme.
Kelima, animam viventem.
Masyarakat Manggarai yang menyakini jiwa itu hidup meski telah mati (animam viventem). Hal itu tampak dalam ritual teing hang wura agu ceki (memberi makan roh leluhur dan Tuhan representatif). Memang, roh leluhur itu sungguh hidup bagi orang Manggarai.
Keenam, spiritus sui.
Orang Manggarai juga yakin akan spiritus sui (roh diri sendiri). Dalam Kejawen disebut sadulur papat lima pancer atau dalam sebutan orang Manggarai dikenal apa yang disebut sebagai ase ka'e weki. Wujud ritualnya berupa hambor ase ka'e weki.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar