Melky Pantur***)
Minggu (10/2/2019).
Ruteng.
Selama bersekolah, sejak SD - S3 di Bidang Hukum, Novice Eden yang akrab disapa Nov kerap mendapat nilai terbaik. Selama kuliah, ia senantiasa menjadi the best student dengan mendapat predikat mahasiswi terpintar dan tercerdas di kampusnya.
Pada saat SMA, Nov sering bergabung dalam lomba-lomba. Ia bersama dua rekannya pernah mengikuti perlombaan cerdas cermat tingkat nasional di Negaranya dengan meraih juara pertama tingkat nasional. Ia bahkan dijuluki sebagai "the girls heaven" karena memiliki banyak kemampuan di berbagai bidang. Ia diberi nama oleh sekolahnya sebagai fisikawati terhebat era digital. Selain memiliki kecerdasan di bidang fisika, sangat pintar di bidang matematika, biologi dan kimia. Karena kepintarannya itu dijuluki pula sebagai matematikawati, biolog, kimiawati yang hewan. Ia saat itu dipanggil sebagai ilmuwati terbaik selain ilmuwati dan ilmuwan lainnya di dunia.
Nov berasal dari keluarga miskin di sebuah Dusun kecil bernama Mo'eng de Nawa. Penghasilan sang Ayah yang tidak jelas, terpaksa ia menggeluti dunia Jurnalistik dengan menjadi salah satu Penyiar Radio Swasta setelah menamatkan pendidikannya dari SMA. Ia menjadi Penyiar Radio di dekat kampusnya. Sesekali, jika tidak sedang kuliahan, ia turun ke lapangan menjadi wartawati bergabung dengan wartawati dan wartawan lainnya. Dari situlah, ia membiayai kuliahnya.
Selain menjadi wartawati, ia dikenal sebagai peragawati yang handal. Ia kerap tampil sebagai peragawati hebat pada saat event besar di Kota di mana ia bersekolah. Ia pun kerap dipanggil untuk menjadi translator di beberapa kegiatan bertaraf internasional.
Nov, pada saat diwisuda, ia menjadi wisudawati dengan predikat summa cum laude dengan perolehan IPK 4,00. Kampusnya menawarkan dirinya untuk melanjutkan kuliah di luar negeri tepatnya di Amerika dengan mengambil Jurusan Hubungan Internasional. Tawaran itu diterimanya karena Pemerintah Daerah dan Pemerintah Propinsi yang membiayainya bersama kampus.
Selama mengambil kuliah Magister di Amerika, ia menyelesaikan studinya kurang lebih 1,5 tahun. Tesisnya yang luar biasa setelah dibukukan itu akhirnya dipresentasikan di depan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ia menulis tesis dalam 10 bahasa dan diizinkan oleh kampus karena permintaannya. Ia pun mempresentasikan tesisnya di depan DKPBB dalam 10 bahasa. Semua orang tercengang melihat hal itu.
Beberapa media besar di Amerika dan dari seluruh dunia menulis tentang kemampuannya itu apalagi ia masih berusia 23 tahun saat menyelesaikan Magisternya. Banyak pujian dari seluruh dunia untuk dirinya. Setelah itu ia sempat ditawarkan oleh DKPBB untuk melanjutkan studi Doktoralnya. Ia pun mengamini dengan persyaratan dibiayai untuk menjelahi semua negara di dunia. Ia mengambil jurusan Hukum Internasional.
Dewan Keamanan PBB pun menyetujuinya dan membiayai perjalanannya ke berbagai negara di dunia. Ia tidak kesulitan karena ia memiliki kemampuan beberapa bahasa asing. Selain bahasa asing, ia mampu berbahasa daerah sebagai bahasa Ibunya, yaitu bahasa Kolang, Rahong, Rongga, Kempo dan bahasa lainnya di Nusa Nipa. Bahkan, bahasa daerah di pulau lainnya termasuk bahasa Tetun.
Novice kemudian menjadi wisatawati yang paling banyak ditegur oleh orang-orang lokal di mana pun bertapak. Ia memang terkenal di seluruh dunia. Ia kerap dipanggil oleh Presiden ke Istana Negara setiap kali memasuki sebuah Negara bahkan oleh para Gubernur dan Wali Kota/Bupati. Ketika tiba di sebuah daerah ia pasti mencari wartawati terlebih dahulu bahkan sebelum disurati oleh Presiden merapat ke Istana Negara.
Bertemu Sang Ayah Bunda.
Ayah Bunda terkejut bukan mainnya setelah ia memasuki rumah orang tuanya yang reot bersama seorang Sekretaris Jenderal PBB, Presiden dan Wakil Presiden dari negara mereka. Presiden yang menemani Nov tidak dikawal Paspampres. Mereka bertiga mencarter sebuah pesawat keamanan internasional yang keamanannya dijamin oleh, dikawal dan dibiayi oleh PBB.
Dengan pakaian mereka yang compang-camping sembari tersipu malu, kedua orang tuanya menggendong puteri ketiga mereka. Ayahnya bernama Ki dan Ibunya bernama Ren. Ayahnya ata kokor gola agu pante tuak (pemasak gula merah dan penyadap enau) sementara Ibunya ata na'ang ela (seorang peternak babi) di kebun. Kakek mereka bernama Theodor. Mereka bertiga tinggal di kebun karena saudara pertama bernama Arnoldus Sanpepi Juang dan keduanya Vinsensan Jovialen Perki telah menetap di Kota sebagai karyawan di Perusahaan Swasta, sementara adiknya yang perempuan, Finesse Musytari mengajar sebagai Guru Komite di sebuah Yayasan Katolik.
Mendengar kabar itu, Pak Bupati di daerahnya tercengang begitupun para wartawan dan wartawati. Beberapa wartawan dan wartawati internasional pun berdatangan ke tempat itu. Mereka pose bersama saling mencurahkan isi hati. Seantero jagat pun tercengang akan hal itu. Mereka memuji-muji Nov karena kesederhanaannya itu dan menjadikannya sebagai Tokoh Inspirator Dunia.
Sekjen PBB, Presiden dan Wakil Presiden berada selama tiga hari di kampungnya Liani. Mereka tidur beralaskan kasur sederhana di gubuk reot Ayah Bunda dengan hanya memakan gaplek, daun kacang panjang, kestela dan jagung muda bercampur dengan air nira (mince) dan cairan gula merah yang tengah mendidih di kuali milik sang Ayah. Pemimpin Dunia dan Negara itu memutuskan untuk berada di situ selama sepekan dari waktu seharusnya selama tiga hari saja. Mereka sangat menikmati keaslian kehidupan.
Di hari kedelapan, kedua orang tuanya diajak oleh Nov menuju Vatikan untuk bertemu Paus. Liani telah mengkomunikasi hal itu ke Humas Vatikan. Itu hadiah yang sulit terbayar olehnya untuk kedua orang tuanya dan sudah dikomunikasikan ke Presiden dan Sekretatis Jenderal PBB.
Nov pun mengajak serta Pastor Paroki, Ketua Dewan Stasi, Uskup, Bupati dan Wakil, Gubernur bersama Presiden dan Wakil Presiden juga Sekjen PBB menuju Vatikan. Ia pun mengajak serta beberapa wartawati dan wartawan lokal, beberapa teman kelasnya saat SD ke Vatikan termasuk beberapa guru SD-nya dulu. Mereka dikawal oleh jet-jet tempur dari seluruh Negara di dunia juga kapal-kapal perang. Pesawat yang mereka naiki dijaga dan diperiksa ketat. Nov memang menjadi tokoh primadona dan langka di dunia.
Nov mengajak kedua orang tuanya ke Vatikan karena Nov kerap menjadi koster, lector, pemimpin koor dan penyanyi Gereja di Parokinya sejak SD hingga SMP bahkan sesekali saat SMA. Ia telah menanam cita-citanya ingin bertemu Paus suatu saat. Angan-angan itu terpatri sejak dari SD saat pertama kali mendengar Pendidikan Agama Katolik. Saat SD, ia bermimpi dijumpai oleh seseorang berjubah putih setelah mendapat Pendidikan Agama Katolik di sekolahnya. Dalam mimpi itu, pesannya jelas: "Engkau akan bertemu dan bersama Wakilku di dunia!". Mimpi itu terus diingatnya. Ia pun akan mewujudkannya.
Tiba di Vatikan.
Di Vatikan, Nov dan rombongan diterima oleh Paus dengan menggunakan bahasa Latin. Semua orang se-Vatikan pun tercenggang. Saat itu Paus bertanya kepadanya tentang apa saja yang dilakukannya setiap hari. Nov menjawab, membaca buku dan terus belajar. Dari hasil perbincangan mereka, Nov pun ditawarkan menjadi salah satu juru bicara Kepausan. Paus juga berjanji mengunjungi kampung halamannya tahun depannya.
Sepekan, Nov dan rombongan berada di Vatikan. Setelah itu, barulah Sekjen PBB kembali ke kantornya, sedangkan Presiden dan Wakil Presiden kembali ke Istana bersama Nov dan rombongan. Di Istana Negara, Ki dan Ren berada sepekan lagi baru kemudian kembali ke kampung halaman dihantar langsung oleh Nov.
Ujian Disertasi.
Selama melancong, Nov tidak pernah tinggal diam. Ia terus menggali beberapa hukum di negara-negara dan menggali mengapa negara-negara mengangkat peluru untuk membela negara mereka. Ia menyelesaikan Disertasi soal kelemahan hukum dalam hubungan internasional negara-negara selama empat tahun. Ia mempresentasikan hasil studinya di DK PBB yang dihadiri pula oleh Presiden dari semua Negara. Ia menulis Disertasinya dalam berbagai Bahasa dan diselesaikan selama enam bulan. Ia pun ditawarkan oleh DK PBB untuk menduduki posisi Sekretaris Jenderal (Sekjen). Ia menolak, karena Sekjen masih aktif.
Jubir Vatikan.
Sebagai salah satu Jubir Vatikan untuk PBB di usia 27 tahun, ia terus mendampingi Paus terutama mengkaji sisi hukum hubungan internasional, baik dari aspek hukum tata negara dunia maupun relasinya dengan hukum agama-agama. Ia kerap mengunjungi negara-negara membahas tentang hubungan diplomatik negara-negara. Ia kemudian terus mencari dan belajar Teologi Hermeneutik di Vatikan tetapi dalam kelas eksternal bersama para Biarawan dan Biarawati dari seluruh Negara.
Kunjungan Paus.
Paus kemudian mengunjungi kampung halamannya sekaligus membangun dialog dan hubungan diplomatik dengan Negaranya Nov. Paus kemudian menggelar Misa di Parokinya yang dihadiri Sekjen PBB, Presiden beberapa Negara, para Kardinal, para Uskup tak lupa diajaknya guru-guru dan teman-teman sejak SD hingga kuliah. Paus kemudian menjuluki Nov sebagai: The Smart Women From East.
Negara Bangga.
Predikat Nov menjadi Jubir Perempuan Vatikan untuk PBB membanggakan Negara. Presiden Negaranya dalam sambutannya menjuluki Nov sebagai Srikandi Milenial Cerdas dari Ujung Bumi. Sambutan sang Presiden ditandai tepuk riuh dari umat yang hadir. Ucapan selamat di facebook, twitter dan blognya pun datang dari seluruh bumi.
Kembali Vatikan.
Paus kemudian kembali ke Vatikan, sementara Nov masih membangun kiat-kiat kerjasama diplomatik dengan Negaranya. Ia kemudian mengikuti rapat dengan Presiden bersama para Menteri membahas hal itu. Setelah itu, Nov melanjutkan karyanya dengan negara-negara lain di dunia. Hal itu selain posisinya sebagai salah satu Jubir Kepausan tetapi juga merangkap posisi Diplomat hubungan internasional.
Menjadi Sekjen PBB.
Karyanya kian menanjak setelah dua tahun menjadi salah satu Jubir Kepausan, ia dipilih dalam sebuah konferensi PBB untuk menjadi Sekretaris Jenderal. Ia menyandang predikat itu dalam usia 29 tahun.
Menerima Kritikan.
Saat menjadi Sekjen PBB, di media sosial ia dikritik habis-habisan soal privasinya yang masih jomblo. Ia menerima semua kritikan itu.
Dilamar Pria.
Seorang pria dari Negaranya, memutuskan untuk menjalin relasi pribadi dengannya. Seorang pria, anak petani dari tetangga kampung halamannya melamarnya lewat akun facebook. Pria itu jembolan seorang Frater Top di USA, seorang Sarjana Filsafat. Usianya, 30 tahun berprofesi sebagai Jurnalis Asing yang berkarya di New York City. Namanya, Je Elia.
Lamaran itu diterima oleh Nov dan memutuskan untuk melakukan pemberkatan Gereja di sebuah Paroki di tempat kerja Nov tepatnya di Turtle Bay, Manhattan, New York City, USA. Je Elia pun sembari studi Magister dan Doktoral di USA.
Suami Ditawar Menjadi Menteri.
Usai pemberkatan, Presiden di Negara asalnya menawarkan suaminya menjadi Menteri tetapi kemudian ada pula tawaran asing. Demi terwujudnya relasi suami-isteri yang baru, suaminya Nov hanya menerima tawaran menjadi Pemimpin Redaksi sebuah media ternama di Amerika.
Saat Je Elia berusia 40 tahun, ia baru menerima menjadi Menteri di Negara asalnya.
Periodesasi.
Nov terpilih menjadi Sekjen PBB selama dua periode. Ia kemudian dipanggil oleh otoritas Kepausan untuk kembali ke Vatikan bersama suaminya sembari tetap mengurus PBB. Dalam posisi tersebut, beberapa parpol di negaranya menginginkan dia menjadi Presiden. Hal itu ditolak olehnya karena alasan relasi diplomatik. Dia tidak berpikir sekejam itu.
Nov hanya mengizinkan, apabila rakyat menginginkan, suaminya saja karena bagi dia kerjanya sama saja bila dipikul oleh suami tetapi suaminya dilarang berparpol.
Suami Dipilih Aklamasi Parpol.
Berdasarkan suara aklamasi partai politik, suaminya Nov, Je Elia menduduki kursi Kepresidenan. Hal itu dilakukan demi keamanan dan kemakmuran negara. Je Elia menduduki kursi Kepresidenan selama dua periode. Setelah diujicoba pada periode pertama soal kejujurannya, ia dipercaya negara menjadi Presiden dua periode. Hal itu berlangsung hingga berusia 50 tahun.
Je Elia Menjadi Sekjen PBB.
Berdasarkan keputusan DKPBB, Je Elia kemudian diangkat menjadi Sekjen PBB selama dua periode. Setelah itu, Nov dan Je Elia ke Vatikan sembari menanggani PBB.
Menjadi Guru Besar Luar Biasa.
Nov dan Je Elia kemudian menjadi Guru Besar Luar Biasa. Mereka mengajar di Roma dan beberapa negara Eropa.
Mendirikan Maskapai Je Elia Air (JEA).
Selain menjadi Dosen dan Jubir, keduanya mendirikan Maskapai Penerbangan Internasional bernama Je Elia Air. Mereka kemudian membangun Yayasan Kasih Internasional untuk membantu imigran, anak cacat, Gereja dan rumah sakit di bawah naungan Je Elia. Mereka juga membangun hotel-hotel bertaraf internasional, kapal pesiar dengan nama Eden Group, Universitas terkemuka bernama Nuca Lale, Sekolah Olahraga Internasional dan Universitas Musik Internasional, Restoran dan segala macam. Jutaan jenis usaha yang mereka ciptakan.
Mereka memiliki jutaan karyawan dan karyawati. Mereka juga berhasil mencetak jutawan dan jutawati, memiliki siswa-siswi, mahasiswa-mahasiswi dari berbagai belahan negara.
Setiap Tamatan Universitas Bekerja.
Prinsip mereka, setiap lulusan Universitas yang mereka buka jurusannya langsung diperkerjakan di Perusahaan yang mereka bangun. Prinsip mereka, hidup mereka harus menjadi dermawan dan dermawati bagi sesama sebagaimana ajaran Cinta Kasih Je Elia, yah harus diwujudkan di bumi Eden. Meski mereka kaya tetapi mereka tetap melayani sesama setiap saat.
Ayahanda dan Ibunda Tetap Sederhana.
Walau putera-puteri mereka telah menjadi jutawan dan jutawati, hidup dalam keseberberadaan tetapi Ki dan Ren bersama Kakek Theodor meniti hidup seperti biasa. Mereka tetap menjadi orang sederhana. Bedanya, karena usia, Ayahanda Ki menyewa orang untuk menyadap aren karena sudah tidak sanggup memanjat pohon enau termasuk mencari kayu api dan membayar orang untuk membersihkan kebun.
Mereka bertiga memakan makanan yang sederhana dari hasil jerih payah mereka, seperti daun kacang panjang, jagung muda, kestela, keladi, ubi kayu dan nira, daun tempuyung. Mereka memakan makanan yang sangat alami. Beberapa anak mereka juga sering mendapat makanan kiriman dari orang tua mereka termasuk nuru dendeng (daging yang dimasak lalu diasap di perapian).
Setiap tahun anak mereka demi si Kakek, Ayah dan Ibu berkumpul untuk menikmati kebersamaan saat Natal dan Tahun Baru. Pada usia 80-an, anak-anak Ki dan Ren berkumpul di mereka bersama si Kakek. Mengendalikan bisnis mereka dari kampung halaman yang sepenuhnya menjadi tanggungjawab anak-anak.
Inilah suatu cerita inspiratif bahwa apa pun pangkat seseorang yang disematkan Tuhan kepada seseorang harus berguna bagi sesama. Apa pun yang dipikirkan pula harus bermanfaat bagi sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar