Ditulis oleh: Melky Pantur***, Jumat (17/3/2017).
Belas kasih itu ada batasnya. Jika suatu perbuatan hal yang sama yang keliru dilakukan terus-menerus, maka akan menimbulkan kebosanan. Materi sekalipun tidak bisa menghentikan, membayar ataupun menutupi kesalahan kecuali berhenti melakukan kekeliruan itu dan bersedia untuk kembali ke jalan yang benar.
Menutupi suatu kesalahan berupa imbalan tidak akan menyudahi suatu soal jika tidak berhenti melakukan kesalahan yang sama, maka percuma saja imbalan itu karena tidak ada gunanya.
Prinsip jepek dan rata net kunci utama kehidupan. Mengatakan sebenar-benarnya dan berlaku sejujur-jujurnya, maka hidup tidak seperti dikejar-kejar.
Jujur dan adil sebenarnya jembatan emas terbebasnya diri dari sandungan. Menghindar dari sikap pemaksaan yang barangkali tidak menyenangkan orang lain.
Lalu, dalam teks Manggarai, belas asih tampak dalam bentuk aktus budaya, yaitu tala. Tala di sini berupa ela wase lima dan saung leba.
Bagi orang Manggarai, kesalahan dapat ditebus dengan ela wase lima, saung leba atau paki jarang bolong. Paki jarang bolong sebenarnya adalah tala. Itu sebenarnya masuk dalam kategori tolak bala. Ada juga ritus keti munak sebagai ritus pemotongan kesalahan atau pengampunan.
Ada banyak medium pengampunan orang Manggarai yang menunjukkan belas asih, salah lainnya yaitu ritus ngelong dan takung ase kae weki. Semua itu adalah upaya rekonsiliasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar