CIMPA RIANG.
Ditulis oleh: Melky Pantur***, Rabu (15/3/2017).
Anda pasti bertanya: Apa maksud dari coretan ini? Mengapa disebutkan cimpa riang dan apa itu cimpa riang? Tentu saja, tulisan ini tidak dialamatkan kepada orang Manggarai tetapi orang-orang yang belum mengenal kemanggaraian Manggarai.
Pertama, apa itu Adak Keraeng?
Adak Keraeng adalah orang yang memiliki posisi dalam status sosial yang merupakan cerminan dari cimpa riang. Dikenal dengan ata toing, titong agu tatong. Sedangkan, sebutan Keraeng Adak bisa menunjukkan kedudukan, bisa menunjukkan kesopanan karena ungkapan keraeng adak dapat dikenakan juga pada anak-anak remaja sebagai bentuk pengangkatan identitas diri. Kemudian, Adak Keraeng dapat disebut sebagai pengganti norma-norma yang disusun oleh Tu'a Adak. Norma tersebut dilisankan namun mesti dijalankan. Satu prinsip dasar norma tersebut, yaitu tampak dalam ungkapan: neka la'it kole ipo wa wancang. Bila terjadi kesalahan akan dilakukan rekonsiliasi melalui ungkapan atau perbuatan berupa hambor yang dalam hambor itu ada wunis peheng dan tala.
Adak adalah bahasa Manggarai yang menunjukkan identitas sosial yang paling tinggi. Adak sama dengan Raja, Prabu, Andi, King. Misalnya, Adak Todo, Adak Cibal. Dalam konteks pemerintahan adat, ada juga disebut Tu'a Adak. Tu'a Adak tersebut jauh lebih tua dari konsep Montesquei tentang Trias Politica yang kemudian dikembangkan oleh John Locke sebagai sarana struktur penting kenegaraan republik. Bahkan, konsep Adak sebagai Raja di dunia lebih tua dari konsep adak dalam pemerintahan adat orang Manggarai.
Sebagaimana kita ketahui, konsep Adak Telu dalam kehidupan orang Manggarai, yaitu Tu'a Golo, Tu'a Gendang dan Tu'a Teno lebih tua dari konsep Trias Politica dan yang lebih mencengangkan, Adak Telu tersebut nyaris merupakan reprensentasi dari Allah yang dimengerti dalam Trinitas Kristiani dan Trimurti Hinduisme bahkan konsep Trisuci dari agama-agama lebih tua dari Adak Telu orang Manggarai
Selain Adak Telu tersebut, ada pula yang disebut dengan Tu'a Panga dan Tu'a Tembong. Lihatlah, orang Manggarai membagi rumah mereka dalam empat bagian, yaitu Mbaru Gendang, Mbaru Tembong, Mbaru Niang dan Bendar. Keempat tingkatan mbaru tersebut menunjukkan identitas ke-Adak-an orang Manggarai. Itulah Adak Keraeng.
Kedua, apa itu cimpa riang?
Cimpa adalah ungkapan orang Manggarai yang merupakan perhalusan dari bahasa hibah, kesadaran belas asih yang sangat hakiki artinya. Cimpa lebih halus dari widang dan wida. Alasannya? Cimpa itu perbuatan belas kasih sosial. Contohnya, sebuah rumah tangga memiliki sepotong daging dan karena belas kasih mereka membagikannya kepada tetangga. Karena itulah, lahirlah istilah pati gici arit wingke gici iret. Contoh lain, orang Manggarai tamu di jalan atau meka salang saja mereka nek atau ditawari makan minum. Itu adalah cimpa. Lalu, mengapa ada kata riang? Riang itu artinya menjaga, misalnya menjaga padi yang hendak dituai dari serangan burung pipit. Riang juga berarti kehidupan. Sifat-sifat orang Manggarai yang selalu cimpa membuat orang sulit untuk kaya raya. Jika orang lain baik, mereka akan memberikan orang itu segalanya yang tampak dalam istilah: teing agu atin atin, rak-rakn agu lemas-lemasn. Maksudnya, mereka akan memberikan segalanya bagi orang yang baik tersebut.
Ketiga, mengapa kebijaksanaan orang Manggarai disebut cimpa riang?
Cimpa riang disebut kebijaksanaan orang Manggarai karena pengertiannya sangat luas, artinya menyangkut seluruh hakekat kehidupan orang Manggarai. Seluruh ekspresi membangun kebersamaan termasuk ungkapan penuntunan sikap-sikap adalah bagian dari riang karena inti dari kehidupan manusia di dunia adalah cimpa riang. Cimpa riang itu identik dengan cinta kasih. Cimpa riang itu berupa tindakan-tindakan positif termasuk ekspresi-ekspresi lainnya. Contoh ungkapan: neka kope nggorong welak. Itu adalah ekspresi cimpa riang. Cimpa riang dapat berarti kesabaran, ketabahan. Hal itu tampak dalam ungkapan: wajos di, la'it pait detak nggera. Yah, yang namanya cimpa artinya membagi, membagi di sini, yah menerima resiko atau memberi resiko. Contoh memberi resiko, sudah tahu dia lengge wase seleng tetap dia mencetak banyak anak. Aktivitas orang tersebut berada dalam cimpa, yaitu menerima resiko dan memberi resiko. Menerima resiko sebagai konsekuensi dari status orang tersebut dalam identitasnya sebagai "lor de Wowo" juga harus membesarkan buah hatinya. Kemudian memberi resiko, orang tersebut memikulkan kuk bagi generasinya. Nah, semua aktivitas itu disebut dengan cimpa.
Atas dasar itulah, prinsip renceng orang Manggarai yang tampak dalam ungkapan: impung ce tiwu neka woleng wintuk, ka'eng ce wae neka woleng tae adalah bentuk ekspresi cimpa. Bahjan seluruh identitas universum itu disebut cimpa karena Roh Semesta yang terlihat dengan mata, dirasakan melalui entitas-entitas juga adalah cimpa. Manusia yang disebut sebagai saung de haju wela de tana adalah bagian dari cimpa dan Allah itu sendiri adalah cimpa. Entitas-entitas dalam universum disebut pula sebagai cimpa, makanya cimpa itu pengertiannya amat luas. Dan karena itu pula, pelbagai ekspresi kebersamaan dalam kehidupan, itulah yang disebut dengan cimpa riang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar