WAWANCARA
Frans Ndour, Kamelus Ador, Petrus Jemali, Petrus Loros,
Simeon Samu, Tetua Adat Gendang Lecem,
di rumah adat Gendang Lecem, saat
sebelum acara roban paki jarang bolong,
Rabu (11/9/2011), Desa Wae Renca, Kec.
Cibal, Kab. Manggarai.
Hendrikus Sonto (67th), warga Gendang Rangggi di kediamannya, Selasa
(14/8/2012) tentang susunan adat acara suku menurut kebiasaan orang Manggarai,
Desa Ranggi, Kec. Wae Ri’i, Kab. Manggarai.
Lambertus Dapur, Tua
Gendang Ruteng Pu’u, di rumah adat Ruteng Pu’u tentang sanda lima dan struktur rumah adat atau Mbaru Gendang dalam kebudayaan Manggarai, Jumat (9/9/2011), Kel.
Golodukal, Kec. Langke Rembong, Kab. Manggarai.
Yohanes Ngagut (80-anth) Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat
Gendang Ranggi, Rabu (15/8/2012) tentang Kaba
Tambung, Kaba Tambung Watu, dan tata cara adat dalam kampung dan suku
menurut kebiasaan orang Manggarai, Desa Ranggi, Kec. Wae Ri’i, Kab. Manggarai.
LAMPIRAN WAWANCARA
Wawancara
Penulis (P) dengan Narasumber (NS) Lambertus Dapur, Tua Gendang Ruteng Pu’u, di rumah adat Ruteng Pu’u tentang sanda lima dan struktur rumah adat atau Mbaru Gendang dalam kebudayaan
Manggarai, Jumat (9/9/2011), di Kel. Golodukal, Kec. Langke Rembong, Kab. Manggarai.
P :
Co'o idep dite ngasangn wae barong Nene?
P : Seingat Nene, apa itu barong wae? Barangkali bisa dijelaskan?
NS : Iyo! One mbaru
ho'o de pu’ung bagin lingko, pati gici arit wingke gici iret latang sangged
anak, empo. One mai hitu ite, mangan wae barong. Ai wae hitu meng te pande
nggelok weki. Wae tara tekun ngasangn. Du cekeng penti musti mangan de barong
wae, lingko, lodok, agu barong boa. Ai boa so'o, boa de wuar agu ceki. Eme
manga penti weki, peso beo, reca rangga, wali ntaung. Poli ntaung hitu ga,
ngong te nggo'on wali dia de Morin. Tombo kamping wura agu ceki kudut mberes
lelo nggerle'e kamping Morin. Kudut amid lonto golo ho'o, porong ga, neka manga
niri nti'is nepo leso. One mai siri bongkok ho'o, manga panden lodokn na
nenggo'on, ai ho'o tenon, siri bongkok ho'o. Singga eme ongga ngong ce'e mai oo
ga, mai taung sangged weki kudut manga lut lutur lonto kudut nggo'o ga, ai
manga nuk agu giri-giri te pande adak, ai kut nggo'o, manga de nggitun dite to.
Ai poli ntaung dite oo ge. Mesen dia keta tu’ung de Morin. Pande manuk deit ga.
Eme manga eng taung le weki one tombo situ ga, o de mangan de barong lodokn,
barong lingko, barong wae, poli hitu pande one compang. Tara barong wae
ngasangn ai sabi one nai, ngasang inung wae. Barong lata tua danong, te ho'on
ga baro agud hiad te riangn agu lamin ulu wae hitu. Hitu mangan kole, barong
boa, barong lodok, barong lingko. Nenggitu de landing.
NS :Iya, dari rumah adat
inilah bermulanya kebun adat atau dalam bahasa daerah lingko dibagikan. Lingko
tersebut dibagi secara adil dan merata hingga ke anak dan cucu. Pembagian lingko itulah mesti dbuatkan juga acara barong wae, yaitu melapor ke pemilik
yang menjaga dan memelihara mata air adat di sebuah kampung. Air tersebut
menyucikan jiwa dan badan. Tidak hanya pada saat pembagian lingko, juga pada saat ulang tahun merayakan hasil panenan yang
dikenal dengan penti, saat itu pulalah tetua adat wajib melaporkannya ke
penjaga dan pemelihara mata air, begitupun dengan lingko, mezbah adat,
perkuburan nenek moyang karena perkuburan tersebut adalah kuburan leluhur yang
harus dihormati. Generasi yang melakukan acara adat di perkuburan adalah
keharusan karena mereka (leluhur) dianggap sebagai jembatan yang menghubungkan
permintaan orang-orang di kampung dengan Tuhan, maksudnya agar terhindar dari
sakit dan penyakit dalam satu Gendang
tertentu. Acara barong wae tersebut
dilakukan melalui duduk melingkar (lontoleok)
di dalam rumah adat baru acara-acara lainnya dilaksanakan. Dengan demikian, wae barong adalah mata air adat, sedangkan
barong wae adalah melapor kepada
penjaganya sebelum suatu acara adat dilangsungkan di kampung adat.
P :
Manga limad leba so'od tondol agu lojok nggereta one Mbaru Gendang
so'o Nene?
P : Nene, apa maksud kelima balok yang
bertingkat di dalam rumah adat ini?
NS : Tara liman
nenggo'o, ho'o de lutur mese ngasangn te tiba meka nenggitu
kole
eme manga tae. Lutur lut lipur lonto one mai golo ho'o. Tara mangan mbaru ho'o
kudut lonto, jejang kudut manga tae. Ho'o de ngasangn lutur. Eta mai hitu, leba
te ca'an, ngasangn leba mese. Leba latang na'a mendo, latung ni'i, woja ni'i
agu sanggen barang ha'ang kaut. Te suan ga, ngasangn lempa rae, nitus de cehan
sanggen latung ni'i. One lempa rae hitus na'a joreng, cecer, langkok, ai eme
manga na'a apa-apa nitu taungs rantang manga anak koe te emid latung nii situ,
itu tara ceha nitu. Tetelun ga, ngasangn sekang kode. One sekang kodes na'ad
barang-barang danong, neho ceca data tua mede, ko sangged weang pusaka data tua
mede. Te pa’atn ga, hitu ngasangn ga sepot neka lelo. Ngong te nggo'on ga, neka
ita lata. Sangged ciko tombo, eta itu taungs. Te liman ga, hitu ngasangn ga
ruang koe raum taud haju menda.
NS :Kelima balok yang tersusun
secara berjejer dan bertingkat-tingkat di dalam Mbaru Gendang mempunyai artinya tersendiri dan ada hubungan dengan
sanda lima. Sedangkan dasarnya sebagai pembatas dengan kolong Mbaru Gendang disebut lutur. Lutur yaitu tempat melakukan rapat dan temu warga yang disebut juga
jejang atau wejang asi (tempat
beristirahat). Kelima tingkatan tersebutm antara lain: Pertama, disebut leba mese atau balok besar, yaitu sebagai tempat untuk
menyimpan bahan-bahan penghasilan bumi, pala dan lada. Kedua, lempa rae yaitu tempat menyimpan hasil
panen agar tidak bisa diambil oleh anak-anak kecil. Ketiga, sekang kode (rumah monyet), yaitu tempat
disimpannya semua barang-barang pusaka milik nenek moyang. Keempat, sepot neka lelo, maksudnya segala
sesuatu tidak boleh terlihat oleh orang lain termasuk cara bicara pun harus
tersimpan di situ semua. Kelima, ruang
koe di mana semua balok-balok penghubung di puncak adat semuanya terhubung
di situ.
P :
Engmp ta Nene, co'o tara limad so'od eta, co'o tara toe enamd?
P :
Nene, balok yang berjejer di dalam rumah adat ini, mengapa jumlahnya bukan enam
melainkan lima?
NS : Ai manga one
sanda lima lite. Sanda lima hitu ngasang osongn sor monggong dite kamping Morin agu Ngaran.
NS : Karena memang ada dalam sanda lima. Sanda lima tersebut
dimaksudkan sebagai wadah atau tempat di mana kita memuji atau ungkapan terimah
kasih atas hadiah dan rezeki yang diberikan oleh Tuhan.
P : Manga kole caro data tua so'o,
taed natas bate labar, uma bate duat, wae bate teku, mbaru bate kaeng, compang
bate dari. Kempeng taud agu sanda lima hitu nene ga co'oy keta?
P : Bagaimana
hubungan antara alun-alun, kebun, mata air, rumah tinggal, mezbah adat dengan sanda lima?
NS : E...hitus haed de. Mbarun ce'e, natasn
pe'ang. Hitu taungs.
NS : Yah, itu yang lainnya. Rumah
di dalam dan alun-alun di luar. Semuanya terpadu, satu-kesatuan, tak
terpisahkan.
P :
Poli hitu co'o tara campulu suad ruangnd bonen Mbaru Gendang ho'o
Nene?
P :
Lalu, mengapa ada 12 ruang yang menghubungkan batas-batas balok ijuk
di atap rumah adat?
NS : Situ lite ga
ngasang panga. So'ot koed ga hitu ngasang petak umad one main panga te bagi
uma, lingko, ko moso.
NS :Oh, itu yang disebut cabang atau ranting.
Ruang-ruang atap yang kecil yang dibatasi bantal disebut kebun atau petak dalam
sebuah tanah ulayat.
P :
Co'o tara na'a rangga kaban eta comongn Mbaru Gendang nene?
P : Mengapa di bubungan rumah adat ini
terpasang sebuah tanduk kerbau?
NS :
Rangga kaba hitu ga ngasang rangn de kaeng beo, rang de Mbaru Niang.
NS :Tanduk kerbau yang dipasang
di atas ubun-ubun atau bubungan rumah adat ini sebagai simbol kerja keras,
keberanian dan wibawa dari sebuah rumah adat.
P :
Poli hitu nene, te co'on weon langkar one siri bongkok?
P : Apa
maksud sebuah piring adat (langkar)
yang terbuat dari bambu dan sejenisnya terpajang atau gantung di tiang tengah
rumah adat?
NS : E...hitu meng
ngasang ga piring de ceki. Eme poli panden manuk, leben ga, na’a one langkar
hitu.
NS : Yah, itu namanya piring
leluhur untuk menyimpan sesajian usai acara adat dilansungkan berupa
penyembelihan seekor ayam jantan dengan mana juga sayapnya diharapkan terpajang
di situ.
P : Nganceng ko toe ata mbaru bana tegi berkak
one mai Mbaru Gendang
ho'o?
P : Apakah dimungkinkan orang yang diam di rumah
gendang lain meminta
rezeki dari rumah adat ini?
NS : Eng, co'o tara
toen. Nganceng kole mbaru hoo, mai mbaru bana tegi sembeng agu ceca de Morin
no'o.
NS : Yah bisa, kenapa tidak? Bisa
juga minta di rumah gendang ini, seandainya ada dari rumah gendang lain yang
meminta berkat ataupun rezeki dari Tuhan di rumah adat ini. Bisa sekali.
P : Neho nia agu ngong apag ketag de caro ceki
data tua medeg nene ga?
P : Apa yang dimaksudkan dengan ceki?
NS : Wura agu ceki,
ema tua dite danong agu mede. Emad emad dite.Hitu de ngasang ceki. Hia de te
lemba nggerle'e tombo dite kamping Morin agu Ngaran.
NS : Wura dan ceki itu sama
dengan leluhur. Orang tua dulu yang telah meninggal yang pernah menempati
sebuah kampung adat. Dengan dan melalui merekalah doa-doa kita dihantar dan
dikabulkan oleh Tuhan.
Wawancara
Penulis dengan Narasumber (NS) dengan beberapa Tetua Adat di Gendang
Lecem-Cibal, Frans Ndour, Kamelus Ador, Petrus Jemali, Petrus Loros, Simeon
Samu, di rumah adat Gendang Lecem,
saat sebelum acara roban paki jarang
bolong, Rabu (11/9/2011), di Desa Wae Renca, Kec. Cibal, Kab. Manggarai.
P :
Pisangn ngkalin keta de paki jarang bolong ho'o one ca'a beo Ema Tua?
P : Berapa
kali acara paki jarang bolong
dilangsung dalam sebuah kampung adat ini Bapak?
NS : Paki jarang
bolong hitu lite, cangkalin kanang. Eme poli paki jarang bolong hitu, pande le
manuk kauti. Manuk bakok wulun.
NS : Dilakukan hanya sekali
seumur kampung adat tersebut sejak ada hingga selamanya, takkan dibuat dua
kali. Selanjutnya, dirayakan melalui acara penyembelihan seekor ayam jago puth.
P :
One Mbaru Gendang ho'o Ema Tua, pisa pangad?
P : Berapa anak suku atau ranting di
rumah adat ini Bapak?
NS : Panga dami
lite ngasang Cabo, caay kali. Telu boned, ngasang panga ca, sua, telu. Landing
Cabo kali ngasang na.
NS :Hanya satu saja anak suku
atau ranting di dalam rumah adat kami. Memang ada ranting satu, dua, dan tiga. Namun,
namanya tetap satu yaitu ranting Cabo.
P :
Cei ngasang empo dite du wangkan ce mai beo ho'o Ema Tua?
P : Siapa nama nenek moyang pertama yang
menempati kampung adat ini
Bapak?
NS :
Empo Lontar ngasang ite.
NS :
Namanya Lontar
P :
Co'o tara jarang bolong Ema Tua, tara toe kaban?
P : Dalam
merayakan ritus adat ini, mengapa harus dengan seekor kuda
jantan
hitam kecokalat-coklatan, bukannya dengan seekor kerbau Bapak?
NS : Toe manga
laseng takung le kaban eme takung golo ite, le jarang bolong kali. Eme paki
kaba kali hitu ngasang kaba cece cocok.
NS : Tidak biasa dalam menyembelihkan seekor
kurban persembahan untuk memberi makan naga kampung dengan seokor kerbau
kecuali acara cecek cocok, tetapi
harus dengan seekor kuda yang berwarna hitam kecoklat-coklatan karena ini
menyangkut penderitaan yang menyebabkan kematian banyak orang yang sukar
dielakkan lagi dan yang tidak bisa disembuhkan. Kerbau hanya dipersembahkan
pada saat pesta tanah adat saat menjelang sebelum tanam dan panen saja, baru
kerbaulah hewan persembahannya.
P :
Co'o keta de pu’ung wangkan nundukn, tara paki keta le jarang
bolongn Ema Tua?
P : Bagaimana sejarahnya sehingga acara
persembahan seekor kuda hitam coklat tersebut dilangsungkan di kampung ini
Bapak?
NS : Campit
lite, laring cain le nipi. Regeng le nipi. Nipi lata one beo, ai wajol beti at
koe. Poli hitu ngo sabi agu ata nganceng teka. Teka latung lasengn. Hitu
ngasang tae data tua mede, kawe wae nggereng. Eme pas teka agu nipin paka
tombo. Eme toe pas nipin agu tekan, hitu ga toe nganceng. Wangkan jarang bolong
ho'o ite, wajol le mora weki. Beti do ga, rowa nai (do mora nai laing). Pisad
olo maid ata mata so'o ite ga ntaung ca. Ami kole, ba le mbaru betis, ai nggo'o
le itu ata mbeko ata jepekn keta, wiga
wendong le mbaru betis ise situ, le dokter. Landing ga, pa'a kaut wai
ata sot ba le mbaru beti lite, taung kat nain ata hot beti, wiga rokot ba kole
ce'e. Pas ntaung olo ca'a ite, beti one kilon keraeng ho'o, ro'eng koen na.
Meser nai, wiga ngo kawe wae nggereng one beo. Toe regeng bo'o beti ho'od sotor
ite bo ga, regeng mole le jarang bolong. Maik tae data pecing ga, oe beti hitu
campit le toe paki jarang bolong, takung naga golo. Wiga poli hitu, wewa taungs
one ata lawa do ga. Teka kole nggo'os lite ga pas. O.. itu de tara wajon pande
ho'o. Nenggitu kole mata do'o sio. O'op de nempung weki lite ga, bantang. Reke
ga, toto leson agu tanggaln ga. Hitu wangkan agu comongn ite.
NS : Awalnya
melalui mimpi dari seseorang yang anaknya terkena sakit yang mematikan.
Pengalaman sebelumnya, di kampung ini, ada banyak warga kampung yang sakit yang
dilarikan ke Rumah Sakit, Puskesmas, namun saat mereka mau masuk pintu Rumah
Sakit atau Puskesmas, nyawa mereka tidak tertolong, maka terpaksa harus
dikembalikan lagi ke kampung dengan sudah menjadi mayat. Anehnya, dalam
setahun, korban yang meninggal tidak sedikit orang, banyak orang yang
meninggal. Kemudian, pada tahun kemarin, ada seorang anak sakit berat.
Keluarganya resah dan cemas, maka terpaksa mereka harus mencari paranormal yang
di kampung yang dinilai mampu melihat sebab musabab munculnya sakit dan
kematian secara beruntun. Ketika dilihat oleh paranormal, bukannya penyakit
yang diderita oleh pasiennya malah melihat seekor kerbau hitam cokelat. Sang
paranormal lalu heran. Tak puas dengan penglihatan sang paranormal lalu
dibuatkan pula sebuah kebiasaan yang dalam bahasa Manggarai disebut teka. Teka tersebut lazimnya melalui biji-biji
jagung yang sudah tua, yang siapkdibenihkan lalu dilempar ke atas sampai
beberapa kali dengan mengucapkan kata-kata tertentu. Penglihatan paranormal
yang sesuai dengan (nampo atau teka tersebut dalam bahasa Manggarai),
maka muncullah ketakukan dan diberitahukan kepada semua warga kampung bahwa
mereka mesti melakukan ritus paki jarang
bolong. Maka, atas kesepakatan semua warga kampung adat, dicarikanlah
hewan-hewan persembahan dan menentukan tanggal dilangsungkannya acara adat
tersebut.
P : Co'o keta puung wangkan agu
turung cemoln wajon pakin jarang bolong ho'o Ema Tua?
P :
Bagaimana susunan acara paki
jarang bolong tersebut dilangsungkan
Bapak?
NS : Laring cain anak, pande manuk
miteng (ai ngoeng toe kop, ngoeng ata, jurak),
poli hitu pande acu buta miteng (sehak, ala ata, mbutak) oke one nampar
ko cunca ko ngalor meti pande situ. Poli hitu pande ela miteng (ela miteng,
lako one uma data, saung ute, haju data, tako kaut, ela neni dungkang), ai kut
cai one beo ga nggelok mbaru, wakar agu raja, manuk bakok de hitu. Mai nitu
main ga, len pantek, potok du gerak tana pande hitu (du gerak tana wangkan sae
ga). Poli hitu barong wae bate teku (wae teku Ling ngasangn). Poli hitu barong
watu one boa, ela agu manuk de manukn dungkang hitu. Poli hitu takung le
pa'ang, manuk lale pangga paang le de hitu ga. Mai nitu main ga mbau lintep
(ata so'od toe wing, so'od ngo pala one lao awon one ambe salen mata laing
nggitu agu mata laing nitu, pala nia olon. Itu tara nggo'o cengkalis kat paka
diad ise). Mai nitu main ga, baro compang dari (wajo kole one compang), ela agu
manuk lalong bolong de hitu kole panden. Poli hitu, cai one mbaru gendang, kapu
ceki, kapu raja, puung wa mai wae, boa, compang, mbau lintep le manuk bakok
hitu. Mai nitu main kole ga, mbe teing hang agu ela wee wie. Gerak tana diang
gulan, itu de roban jarang bolong. Poli paki
jarang bolong le mane ga nongko laca le ela rae, kut merep weki pande manuk
bakok kole hitu. Hitu wangkan agu cemoln pande agu wajon lite.
NS : Pertama sekali dilakukan
upacara adat di kali mati atau jurang yang dalam dengan mempersembahkan ayam
hitam, seekor anjing hitam buta dan seekor babi hitam. Semua korban persembahan
tersebut dibuang di kali mati dan jurang yang dalam tersebut. Ayam hitam lambang
zinah, meniduri saudari sendiri, bersetubuh sembarangan dengan
perempuan-perempuan sundal, meniduri ayah dan ibu kandung.Anjing hitam bermata
buta itu sebagai lambang membunuh orang. Babi hitam lambang dari mencuri apa
saja di kebun orang. Itu semua dilakukan untuk membuang semua sial yang telah
dilakukan warga kampung, Usai acara tersebut sampai kampung dipersembahkan lagi
seekor ayam putih sebagai tanda semua perbuatan jahat telah bersih baik jiwa
maupun raga. Setelah acara pantek dan
potok, maka dibuatnyalah acara barong wae (lakukan acara adat di mata
air adat dengan hewan persembahan babi dan seekor ayam), kemudian lanjutkan
acara adat di perkuburan atau barong boa (bermaksud
membangkitkan semua roh leluhur dari rumahnya agar mengikuti rangkaian acara,
dengan juga mempersembahkan seekor ayam
dan babi), lalu ritus adat di gerbang kampung (pangga pa'ang) dengan
mempersembahkan seekor ayam berwarna merah padam bercampur hitam, selanjutnya
acara kenduri bersama bagi mereka yang meninggal (mbau lintep) yaitu bagi
mereka yang tidak mempunyai keturunan agar diberi keturunan dan mereka yang
meninggal di tanah orang, baik karena profesi maupun karena mencari nafkah,
merantau. Selanjutnya, acara di mezbah adat dengan seekor babi dan ayam hitam
cokelat (bolong) untuk memberi makan naga kampung. Berikutnya, dilangsungkan
acara pernghormatan terhadap leluhur (kapu
ceki) di dalam rumah adat, yang
merupakan acara perampungan mulai dari mata air, gerbang kampung, kuburan,
mezbah adat, dengan memperembahkan seekor ayam jago putih. Selang dari itu,
mempersembahkan seekor kambing dan babi (ela
we'e wie di mana orang-orang masuk ke dalam rumah sebelum esok saat fajar
menyingsing dilakukannya acara persembahan kuda hitam cokelat, yang sebelumnya
tua-tua ada khususnya penari persembahan harus menari di sekeliling hewan
kurban tersebut, yaitu berupa kuda dan seekor babi kecil yang disembelih secara
bersamaan di tengah alun-alun kampung. Terakhir, saat seuasainya acara paki jarang bolong tersebut, lalu
dibuatkannya pula acara pengumpulan bahan-bahan yang dipakai dalam persembahan
berupa tikar dan sebagainya (nongko laca) dengan mempersembahkan pula seekor
babi dan puncak dari semuanya adalah acara permintaan keturunan dan
kesejahteraan yang dikenal dengan merep
dengan mempersembahkan seekor ayam putih pula. Maka, berakhirlah seluruh
rangkaian acara paki jarang bolong
tersebut. Paling kalau ada tamu khusus yang diundang, hanya dipersiapkan ayam
penjemputan disertakan dengan tuak (manuk kapu cai agu naka dan rumah nginap
atau ndei) dan mempersilahkan para
tamu ke rumah adat dan penginapannya, baru acara paki jarang bolong dilangsungkan. Jika tidak ada tamu, rangkain
acara tetap seperti di atas. Itu saja.
P :
Ngong teco'on keta agu nggong apay de paki jarang bolong ho'o Ema
Tua?
P : Acara paki jarang bolong sebenarnya melambangkan apa saja Bapak?
NS :
Mangan pakin jarang bolong ho'o ite, wajol le beti agu mata do'o, singga paki
jarang bolong ho'o ngong te beti agu mata do'o. Dungkan hitu ga wajo doaln
jarang bolong.
NS :Persembahan seekor kuda hitam coklat
tersebut adalah lambang penderitaan dan kematian. Maka, dengan diadakannya,
kematian beruntun di kampung adat diharapkan tidak terjadi lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar